30: Berjuang

82 6 1
                                    

Alvarie menyipitkan kedua matanya. Ia terdampar di sebuah ruangan yang berwarna putih tanpa sudut. Kepalanya terasa berat karena tadi ia bermimpi indah dengan waktu yang lama. Seluruh badannya terasa remuk.

Ia berdiri sekuat tenaga, berjalan ke arah timur, mencari jalan keluar.

"Aya..."

"Arka?"

Suara Arka menggema di seluruh ruangan. Alvarie melirik ke sana-sini, mencari sosok itu. Tetapi, nihil. Di tempat seluas ini, hanya ada dirinya.

"Alvarie, bangun, ya?"

Itu suara Prof. Ayra.

"Prof, aku di sini!"teriak Alvarie, tapi hasilnya percuma saja.

Suara Arka dan Prof. Ayra lenyap.

Perlahan, rasa takut mulai menjalar di seluruh tubuh Alvarie.

"Gue dimana?"isaknya.

Sudah sepuluh menit ia berjalan, tetapi tempat ini seakan-akan tidak memiliki jalan keluar. Ia menjatuhkan dirinya ke lantai, menundukkan kepalanya. Tempat ini sangat asing. Apakah ia sedang diculik?

"Hai, Aya."

Alvarie mendongak dan mendapati seorang laki-laki menghampirinya dengan raut wajah tegas. Rambutnya menutupi alis dan perawakannya mirip laki-laki di usianya. Sontak, Alvarie berdiri, takut dengan orang itu.

"Lo nggak kenal gue?"tanyanya tidak percaya.

Alvarie memasang kuda-kuda tinjunya, lalu menggeleng. "Lo jangan macem-macem!"

Laki-laki itu mengangkat kedua tangannya, lalu tertawa. "Iya, iya."

"Tempat apa ini?"tanya Alvarie, mengintograsi orang ini.

"Seperti yang lo lihat, tempat ini nggak ada ujungnya."jawabnya, lalu memandang sekelilingnya. "Ini alam bawah sadarmu."

Alvarie mengerutkan dahinya. "Alam bawah sadar?"

Laki-laki itu mengangguk. "Ah, gimana, ya jelasinnya? Tempat ini adalah alam bawah sadar, tapi bukan yang paling bawah."

Lagi-lagi, Alvarie tidak mengerti. "Maksudnya?"

"Gue nggak pinter buat ngejelasinnya."sahutnya, lalu memasukkan kedua tangannya di saku celana. "Tempat lo tidur. Samudra yang luas dan tergelap. Di sana, lo menghabiskan waktu ketika lelah dengan dunia. Lo hanya tertidur tanpa menyadari apa yang sedang lo perbuat."

"Maksud—,"

Laki-laki itu duduk bersila, kelelahan. "Lo membuat orang lain ngambil tubuh lo sendiri."

Alvarie terbelalak kaget. "Jadi, lo?"

"Seperti yang lo bilang, gue kepribadian lo yang lain."katanya. "Riyan. Si pembuat onar yang dibilang dokter lo itu."

Alvarie tidak pernah berpikir akan bertemu Riyan secara langsung. Tetapi, jika dilihat, Riyan tidak seburuk yang dibilang Prof. Ayra.

"Jadi, Arka kembali?"ucapnya tiba-tiba.

Alvarie duduk di sebelah Riyan begitu nama itu terdengar. "Lo kenal dia?"

"Ya iyalah, gue ini bagian lo juga, tau."desisnya.

"Dan lo nggak bisa menghadapi kenyataan?"sambung Riyan.

Alvarie menghela napas. Ia sedikit nyaman berbicara dengan kepribadiannya sendiri. "Gue cuman takut."

"Takut apa?"

"Gue takut, dia cuman datang menyapa, lalu ninggalin gue lagi. Kayak dulu."lirih Alvarie.

You Are My SunlightTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang