Tempat ini adalah tempat yang pas untuk bolos pelajaran. Ia meluruskan kakinya dan menahan beban tubuhnya dengan kedua lengan kecil itu. Semilir angin membuat anak-anak rambutnya berterbangan. Matahari belum berada di atas kepala, sehingga udara tidak terasa panas.
Secara mendadak, mood-nya untuk berada di dalam kelas menjadi buruk. Awalnya, ia berniat untuk tidur di ruang Prof. Ayra, seperti biasanya. Akan tetapi, mengingat kejadian dua hari yang lalu, membuat rasa malu itu muncul hingga ke ubun-ubun.
"Wah, why always you?"
"Don't follow me, guy."
Secara ajaib, ia bertemu Alden yang baru tiba di tempat ini. Alvarie tahu kalau sekolah ini tidak besar. Tetapi, mengingat ia selalu bertemu Alden, terasa aneh. Ada banyak tempat di sekolah ini dan sekarang pun bukan waktunya untuk bersantai di luar.
"Kenapa lo bolos?"
Alden melirik Alvarie yang duduk di belakangnya. "Terus, kalau lo?"
Alvarie mengangkat bahunya. "Hanya malas aja."
Lebih tepatnya, ia kehilangan sebuah rasa yang sukar untuk diungkapkan. Kelas yang sekarang begitu hampa. Sekolah yang dulunya masih menjadi secercah harapan, sekarang menjadi sirna. Tawa dan canda yang selalu ada di hari-harinya, hilang begitu saja.
"Alden."
Laki-laki itu menoleh.
"Lo mau jalan-jalan?"
****
"Aaa... lepasin!"
Sementara gadis itu acuh tak acuh dan tetap mencubit sweater abu-abu yang dikenakannya. Gadis itu menariknya memasuki arena game station.
Tadi Alvarie menanyakan apakah ia mau jalan-jalan. Belum Alden menjawab, ia sudah ditarik Alvarie yang langsung berlari ke arah pintu belakang. Ia segera menyetop taksi dan tetap setia memegang sweater Alden karena takut laki-laki itu kabur.
"Masih ada!"
Alden melirik ke benda yang ditunjuk Alvarie. Entahlah itu apa. Diluarnya dilapisi kaca dan di bawah ada piringan yang berputar bertulis angka-angka. Di dinding belakangnya ada tabung kaca yang membentuk pipa.
"Itu apa?"Alden terheran-heran melihatnya.
"Lo nggak tau?"tanya Alvarie yang mendapat gelengan Alden.
"Kalau bola yang kita tekan masuk ke salah satu lubang, kita akan mendapat tiket yang sesuai dengan angka yang ada di sebelah lubangnya."jelas Alvarie.
"Tiketnya untuk apa?"
Alvarie menunjuk ke arah penjualan saldo. "Kita bisa menukarnya dengan barang-barang yang di sana. Gue pernah dapat boneka seharga tiga ribu tiket karena kakak—,"
Tiba-tiba pembicaraan terhenti.
"Kakak lo kenapa?"
Cepat-cepat Alvarie menggeleng. "Alden~ I wanna this!"
"Just play it."ucap Alden datar.
Alvarie memasang wajah semanis mungkin. "Buy saldo for me, please."
"Nggak."
"Dennie~"
"Geli tau, nggak?"Alden bergidik ngeri mendengar suara sok manis Alvarie.
Alvarie tersenyum, jahil. "Hatinya mau digelitikkin juga, nggak?"
"Ogah!"
Gadis itu terkekeh, membuat Alden merasa jengkel. Alvarie berlari kecil ke arah pembelian saldo. Sedangkan Alden, tetap berada di tempatnya seraya melihat-lihat tempat ini. Ada banyak sekali permainan, yang masing-masingnya memiliki bunyi. Tidak bisa dipungkiri, Alden baru sekali pergi ke tempat seperti ini.
![](https://img.wattpad.com/cover/138852759-288-k915714.jpg)
KAMU SEDANG MEMBACA
You Are My Sunlight
Roman pour AdolescentsBagi Alden, Alvarie itu seperti cahaya matahari. Ia hadir untuk menghilangkan gelapnya malam. Kehadirannya membuat semuanya terbangun dari mimpi, entah itu baik atau buruk. Alvarie membangunkannya dari mimpi-mimpi buruk yang menyakitinya setiap s...