*****
Saat kami tiba di sekolah, aku langsung saja mengembalikan helm Rifan dan meninggalkannya di parkiran.
Aku berjalan dengan cepat, sampai aku merasa telah menabrak sesuatu dan tubuhku terpental,
"Aw," Aku meringis."Eh, maaf. Sini gue bantu." Ucap seorang lelaki, dan membuatku langsung mendongak untuk melihat wajahnya.
Dan ternyata adalah Kak Fandi. Ia kini mengulurkan tangannya padaku untuk membantuku, dan aku meraih tangannya dan segera berdiri.
"Makasih kak, btw tadi Kila yang salah karena jalan buru-buru." Ucapku merasa tidak enak.
"Hm, gpp." Sedetik kemudian Kak Fandi berlalu meninggalkanku, aku menatap punggungnya yang mulai menjauh. Lalu aku melanjutkan untuk ke kelas.
Saat sampai di kelas, aku disambut dengan teman-temanku yang seperti biasanya selalu heboh tiap pagi. Bisa dibilang mereka seperti pasar yang ada penjual tomat sedang menawarkan dagangannya pada pembeli.
Hari ini moodku sedang buruk, dan pastinya aku tidak ingin diganggu.
"Pagiiii tuan puterinya Babang Rifan." Sapa Tasya dengan cengiran seperti cengir pepsodent di hadapanku.
Aku hanya menyimpan tasku di atas meja, lalu memasang earphone di salah satu telingaku, sengaja aku pasangnya cuma satu, agar aku bisa mendengar jika ada guru yang datang. Aku menempelkan wajahku di meja.
Beberapa saat kemudian pelajaran matematika sedang berlangsung. Tepat di depan sana ada seorang guru yang menjelaskan ini dan itu, namun aku hanya mencorat-coret halaman paling belakang di buku ku.
"Syakilah Ferdillah!" Panggil Ibu Ethy yang sontak membuatku terkejut, aku langsung menoleh ke sumber suara.
Tanpa menunggu jawaban dariku, ia memberikan kode untuk aku naik mengerjakan yang telah dijelaskan olehnya.
Aku memang cukup pandai dalam pelajaran matematika, namun kali ini aku tidak mengerti sama sekali. Karena aku tidak memperhatikan sedikit pun apa yang dijelaskan tadi.
Dan alhasil, aku dihukum dan disuruh untuk keluar kelas hingga jam pelajaran itu berakhir.
Jadi aku memilih pergi ke rooftop dan mendegarkan musik dengan earphone yang masih menempel di telingaku saat ini.
Aku sangat menikmati alunan musik ini, tetapi telingaku mendengar sebuah langkah kaki yang semakin lama semakin dekat denganku.
"Lagi apa? Kan ini jam belajar?" Tanya Kak Fandi yang langsung saja duduk di sampingku tanpa menunggu aba-aba dariku.
"Kila dikeluarin sama Ibu Ethy kak, soalnya ga bisa ngerjain soal. Sebetulnya Kila bisa kok kak. Cuma hari ini emang Kila lagi ga mood jadi Kila ga merhatiin Ibu ngoceh di depan." Jelasku.
Ia hanya menganggukkan kepalanya, yang tandanya mengerti.
"Kakak sendiri ngapain disini?" Tanyaku sambil menoleh ke Kak Fandi.
"Gue sih izin ke toilet, tapi itu cuma alesan si. Soalnya gue males belajar fisika."
Seorang ketua OSIS yang alesan ke toilet hanya karena malas belajar Fisika. Hellow?
"Hm," balasku tanpa bertanya lagi.
"Emang kenapa hari ini lu bete?"
"Gapapa kak." Dan kembali lagi pikiranku saat ini mengingat semua kejadian di taman tadi, semuanya. Membuat air mataku mengalir tanpa jeda sedikitpun.
Aku mencintai seseorang yang bukan untukku, mencintai seseorang yang mencintai orang lain, mencintainya meski hanya menganggapku saudaranya. Aku mencintainya dalam diamku, dalam rasa sakit yang selalu aku dapatkan.
KAMU SEDANG MEMBACA
Sebuah Rasa
Teen FictionDua insan yang saling mencintai namun berbeda pendapat untuk mengungkapkannya. Diam tapi menyakitkan, atau pergi tapi takut kehilangan? Don't copy my story!