Rasa-16

226 14 0
                                    

"Kil? Ngantin yuk," Ajak Lala.

Syakilah sudah keluar dari rumah sakit sejak tiga hari yang lalu.

"Nggak ah males." Tolak Syakilah.

"Kil, lu udah makan belom?" Tanya Rifan yang tiba-tiba datang.

"Eh? Ri." Kaget Syakilah.

"Jawab pertanyaan gue ih!" sebal Rifan.

"Mm, belom."

"Nih, lu abisin. Sama bungkus-bungkusnya sekalian." Kata Rifan sambil memberikan kotak bekal.

"Ihh nggak ikhlas banget sih, Ri." Syakilah ngambek, begitu sepertinya.

"Yaudah makan gih cepetan! Apa perlu gue suapin?" Goda Rifan.

"Ngg..nggak ihhh." Syakilah menutup mulutnya dengan kedua tangannya sembari menggelengkan kepalanya.

"Yaaa elu Ri, nikung gue ya lu? Kan gue yang ngajak Kila duluan." Ketus Lala.

"Tapi yang ngajak kan akan kalah dengan yang bawain makanan lebih cepet." Kata Rifan bijak.

"Idihhhhhh!! Seorang Arifan Leonardo terigu." Kata Syakilah sambil terbahak.

Yang lain ikut tertawa.

"Apaan sih Kil, teguh yah bukan terigu." Ketus Rifan.

"Lu mah kayak terigu mukanya, dasar tepung, Wleee." Ejek Syakilah sambil mengeluarkan lidahnya.

"Ih, dasar pesek!" Ejek Rifan balik.

"Ih apaan sih, jahat." Syakilah memanyunkan bibirnya dua senti.

" Bibir lu jangan gitu!" Protes Rifan.

"Emang kenapa?" Ucap Syakilah memegang bibirnya.

"Mau gue cium bibir lu sekarang?" Goda Rifan yang semakin menjadi-jadi.

"Ihhhhhh Rifannn." Syakilah menggeleng dan memukul bahu Rifan.

"Hahahaha, udah ah cepetan makan."

"Iya Ri iya." Syakilah menurut.

"Gue balik ke kelas dulu yah, butuh apa-apa hubungin gue aja. Inget! Ntar lu pulang harus bareng gue." Tegas Rifan.

"Iya gue inget kok Ri. Kayak customer service aja yang mau dihubungin wkwk."
"Gue tinggal yah, tuan putri." Rifan mengacak puncak kepala Syakilah.

"Udah sanaa."

Rifan meninggalkan kelas XI IPA 1.

"Nih, gue tau Rifan nggak bawain lo minum. Wkwk." Kata Lala sambil memberikan air mineral.

"Tau aja La."

*****

Si ketua OSIS duduk di tepi lapangan, dengan wajah yang murung.

Gue kangen sama lu, Kil. Batin Fandi.

Apa lo udah makan? Apa lu udah minum obat? Gue khawatir banget sama lu. Batinnya lagi.

Di sela pelajaran bahasa Indonesia, Tasya gelisah, karena sudah sedari tadi ia ingin pipis.

"Nad? Temenin gue dong." Ajak Tasya.

"Nggak ah, gue lagi nyatet." tolak Nadila.

"Bentaran ajah Na-"

"Husss, nggak!"

"Yaampun Nad, tega bener lu."

Tasya menoleh pada Lala, melihat Lala sedang menulis di papan tulis putih itu. Sudah pasti Lala tidak bisa menemaninya, karena yang menyuruh Lala adalah gurunya. Kemudian Tasya kembali menoleh, pada Syakilah.

"Kil? Temenin gue dong plis." Kata Tasya pelan.

"Kemana?" tanya Syakilah.

"Toilet, plis."

Karena melihat wajah Tasya yang sudah memerah dan berkeringat dingin menahan pipisnya, Syakilah pun mau menemaninya.

Tapi baru setengah perjalanan, Tasya berlari terlebih dahulu meninggalkan Syakilah karena sudah tidak tahan.

"Gueee tingggallll duluuu. Lu tungggu di sini ajaaaa Killlll." Teriak Tasya sambil berlari.

Fandi yang berada di tepi lapangan menoleh ke belakang, melihat Syakilah dari kejauhan dan menghampirinya.

"Hey." Sapa Fandi.

"F-ann-di." Gugup Syakilah.

Fandi memeluk Syakilah dengan erat, seperti teletubbies. Karena Fandi sangat merindukan Syakilah.

"Apaan sih!" tapi Syakilah melepas pelukan itu.

"Aku kangen banget sama kamu, kamu udah makan kan, Kil?" Tanya Fandi dengan wajah lesu.

"Udah kok."

"Kamu udah minum obat? Jangan bilang nggak. Aku bakal marah sama kamu!"

"Belum, soalnya aku sibuk nyatet tadi."

Spontan Syakilah menutup mulutnya, karena tanpa sadar Syakilah menggunakan Aku-kamu.

"Maafin aku soal yang kemarin, aku janji apapun masa lalu aku, aku nggak bakal sembunyiin sedikit pun dari kamu. Tapi kasih aku waktu buat ceritain semua."

"Iya, aku maafin. Maafin aku juga yang egois." Kata Syakilah tersenyum.

"Makas-"

"Kil, udah nih." Ucap Tasya yang baru saja datang. Fandi menatapnya tajam, sudah jadi kebiasaan Fandi berlaku dingin pada orang. Kecuali orang yang Fandi sayang."Eh maaf gue ganggu."

"Apaan sih Sya, nggak kok."

"Kita masih pacaran kan?" Tanya Fandi.

"Jawab iya aja Kil." Bisik Tasya.

Tasya sangat mendukung Syakilah karena ia tahu, Fandi adalah cowok yang setia dan dingin terhadap orang lain kecuali kekasihnya. Dan baru kali ini Fandi memperjuangkan perempuan.

Syakilah mengangguk pelan pada Fandi. "Iya."

"Gue tinggal dulu yah kak Fandi, dadahhhh." Pamit Tasya sambil melambaikan tangan dan langsung menarik lengan Syakilah untuk kembali ke kelasnya.



(Riwayat revisi 17) 28 Okt 2019

Sebenernya ada yang nungguin cerita ini nggak sih?😞😭

Sebuah RasaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang