Rasa-3

360 18 2
                                    

Beberapa saat kemudian ia masuk ke rumahku.

"Hai kak, duduk aja." Aku menyuruh kak Fandi untuk duduk, yup! Siapa yang menyangka kalau yang datang adalah ketosku yang dingin ini.

"Lu udah baikan?" tanyanya, masih saja dingin!

"Iya kak, Kila udah baikan kok."

"Udah makan?"

Tanpa menunggu jawaban dariku, ia langsung menarik pergelangan tanganku dan membawaku menuju mobilnya,

"E-eh kak, mau kemana?"

"Jalan."

"Ta-tapii?"

"Diem."

Selama perjalanan aku sama sekali hanya terdiam, aku menatap kak Fandi dalam.

Ternyata seseorang yang terlihat dingin juga mempunyai rasa perhatian yang sangat tinggi.

Tanpa aku sadari, ternyata kak Fandi mengetahui bahwa aku memperhatikannya sedari tadi.

"Jangan diliatin mulu, ntar naksir." Ledek kak Fandi dengan sedikit tersenyum.

"Eh? siapa yang ngeliatin kakak." Elakku, dan seketika pipi ku bersemu merah seperti kepiting.

Kak Fandi hanya memandang lurus ke depan, seperti biasa dia memang selalu bersikap dingin.

Beberapa menit kemudian kami sampai di sebuah Cafe yang tak jauh dari sekolah.

"Yuk," Kak Fandi membukakan pintu mobilnya dan mengajakku masuk ke dalam.

Kami pun berjalan menuju pintu Cafe itu, dan sesampainya di dalam kak Fandi memilih meja yang berada di lantai dua dan berdekatan dengan jendela.

"Kak, emang kak Fandi sering ke sini?" Tanyaku sambil menoleh ke arahnya, ya lumayan basa-basi untuk meretas keheningan.

"Hm," jawabnya singkat. What the fuck ini orang dingin bener njir. Batinku seolah ingin meronta-ronta.

Aku melihat ke luar jendela dan menatap langit, malam ini ada banyak bintang di atas sana. Aku sangat menyukai bintang, dan aku juga menyukai senja.

"Lu mau pesen apa?" Suara kak Fandi yang langsung mengalihkan pandangan dan pikiranku. Sejenak aku berpikir dan mencerna pertanyaannya,
"Eh, aku ikut kakak aja."

Ia hanya ber-oh ria.
Dan kak Fandi pun memanggil waitress yang ada di Cafe ini.

"Pesan apa mas?" Tanya pelayan wanita itu.

"Steaknya dua, sama jus lemonnya dua."

"Ada lagi mas?"tanya mbak itu lagi.

"Tidak."

Entahlah apa yang ada dipikiran manusia Coldest di hadapanku ini. Sepertinya kepada siapapun ia tetap saja seperti es di kutub utara.

Sedetik kemudian, ponselku berdering. Aku melihat ada panggilan masuk dari Rifan, ada apa? oh mungkin dia mencariku.

"Halo?"

"Lu dimana?" tanyanya dengan nada yang sedikit meninggi.

"Kila a-anu,"

"Jawab yang bener Kil, kan lu lagi sakit kok lu keluar tanpa seizin gue sih?" Rifan marah? ya tentu, karena ia memang sangat possesif terhadapku.

"Ma-maafin Kila Ri,"

Tetapi kak Fandi langsung merampas ponselku, seketika aku membulatkan kedua mataku. Mau diapain hp aku? Batinku.

Sebuah RasaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang