Happy reading...
1
2
3***
"Fan? Jadikan jemput Kila?"
"Iya aku jemput."
"Kila tunggu di rumah ya."
Tutt..
Sambungan telpon terputus, Syakilah memilih bersiap-siap untuk sarapan pagi bersama Freddi, Fero, dan juga Fandi.
Setelah sarapan mereka sudah menentukan gramedia sebagai tujuan utamanya siang nanti.
10 menit berlalu...
Bunyi klakson motor yang tidak asing di kuping Syakilah sudah terdengar, Syakilah memutuskan untuk menghampiri Fandi keluar rumah."Hai." Sapa Fandi seolah tidak ada yang terjadi apapun tadi malam. Iapun yakin kalau Syakilah tidak mengingat apapun.
"Ayo masuk, Papa sama kak Fero udah nungguin. Kita sarapan dulu baru berangkat. Mau kan?"
Fandi mengangguk, keduanya masuk dan menuju ke meja makan.
"Pagi om, pagi bang." Sapa Fandi pada kedua laki-laki di hadapannya yang tak lain adalah Freddi dan Fero.
"Pagi, Fan." Balas Fero.
"Pagi nak. Duduk dulu," pinta Freddi.
"Fandi mau yang mana?" Tawar Syakilah.
"Itu aja," tunjuk Fandi.
"Nggak mau yang ini?"
"Nggak usah."
"Mau Kila ambilin minum?"
"Nggak usah, Kil."
Setelah selesai sarapan pagi, Syakilah meninggalkan ruang tamu untuk membereskan semua sisa makanan ke dapur, memang ia memiliki bi Inah. Tapi ia tidak ingin terlalu menyusahkannya.
"Om mau bicara sama kamu," kata Freddi.
"Silahkan Om."
"Syakilah bakal saya kirim ke Singapore untuk penyembuhan penyakitnya,"
Fandi yang tadinya bersemangat langsung berubah antara senang dan sedih.
"Ya udah kalo itu pilihan Om, Syakilah berapa lama di Singapore?" Tanya Fandi.
"Mungkin enam bulan."
"Saya bisa upayain kalau soal LDR Om, yang terpenting Kila cepet sembuh." Tutur Fandi.
"Saya akan minta kamu yang temani dia ke sana. Soalnya Om masih mengurus bisnis Om yang baru di Dubai."
"Sa..sa-ya yang nemenin Kila Om?"
"Nemenin ke mana, Pah?" Tanya Syakilah yang baru saja keluar dari dapur.
"Ke--" ucapan Freddi terpotong.
"Ke gramed kan? Yaudah ayo, kamu siap-siap gih."
Senyum Syakilah mengembang, lalu dengan cepat mengangguk.
"Baik Om, tentuin aja kapan keberangkatannya."
KAMU SEDANG MEMBACA
Sebuah Rasa
Teen FictionDua insan yang saling mencintai namun berbeda pendapat untuk mengungkapkannya. Diam tapi menyakitkan, atau pergi tapi takut kehilangan? Don't copy my story!