Rasa-20

197 13 0
                                    

"Buka perbannya pelan-pelan sayang." Pinta Freddi pada Syakilah.

"Papaaaaaaaa," Syakilah memeluk Freddi sambil menangis sangat kencang. "Pah, Kila takut. Kila nggak pengen semuanya terjadi lagi, Pah...."

"Udah sayang, sekarang kan ada Papa, ada kakak kamu juga. Jangan takut lagi." Kata Freddi coba menenangkan.

"Bener kata Papa, lu nggak boleh nangis lagi. Dasar cengeng!" Ejek Fero.

"Kita semua bakal nemenin lu kok Kil," Ucap Lala, dibalas anggukan dari beberapa sahabatnya.

"Rifan mana?" Tanya Syakilah kepada semua yang ada di ruangan saat itu.

Hening...
1 menit...
2 menit...
3 menit...

"Kok nggak ada yang jawab sih? Rifan mana? Dia baik-baik aja kan?" Syakilah menoleh pada Nadila.
"Jawab dong! La? Rifan mana?" Tanya Syakilah pada Lala.
"Kalian kok pada diem sih? Rifan mana? Kila mau ketemu sama Rifan, Kila mau jawab semua yang Rifan bilang tadi sama Kila di taman, tolong anter Kila ketemu sama Rifan." Kata Syakilah, sedetik kemudian air matanya kembali turun.
"Pah? Papa nggak mungkin kan mau nyembunyiin apapun dari Kila, iya kan Pah?"

"Kamu harus sabar yah sayang, Rifan udah pergi. Rifan udah tenang." Ucap Freddi.

"Papa bohong kan? Nggak mungkin Pah! Kila tau Rifan masih di sini, Rifan dulu pernah janji bakal jagain Kila, Pah! Nggak mungkin dia ninggalin Kila sendiri. Rifaaaaaaaaannnnnnn!!!!!!" teriak dan tangis Syakilah memenuhi ruangan tertutup itu, seketika tangisnya tumpah, Rifannya tidak boleh pergi.

"Mata itu," jeda "Milik Rifan." Kata Fero.

"Nggak, Kila mau ketemu Rifan sekarang! Kila tau kok kalian itu bohong. Iya kan Sya? Bilang sama Kila kalo ini semua cuma akal-akalan kalian. Ayo bilangg!" Kata Syakilah sambil mengguncang tubuh Tasya.

*****

Syakilah berjalan di koridor sekolahnya sendiri. Jika saja Rifan masih hidup, ia pasti sekarang sedang beriringan.

Untuk melepas semua kenangan yang dulu mereka buat bersama memang tidaklah mudah. Sejak kecil mereka sudah bersama, menghabiskan hampir 13 jam tiap hari bersama.

"Kil, ngelamun mulu!" Panggil Tasya.

"Eh?"

"Ngantin yuk," ajak Tasya pada sahabatnya itu.

"Kalian aja." tolak Syakilah.

"Mau sampai kapan sih lu ngurung diri gini? Udah sebulan loh Kil lu nutup diri lu sejak nggak ada Rifan! Lu bahkan nyuekin kak Fandi pacar lu sendiri." ujar Tasya blak-blakan.

"Udah stop! Kalian kira gue nggak capek kayak gini? Gue juga capek. Disaat gue baru aja ngerasain bahagia, tapi bahagia itu udah hilang.  Dan yang harus lu tau, waktu sebulan nggak akan ngehapus kenangan selama 17 tahun lebih." Ujar Syakilah.

"Kil, kita minta maaf, tapi u jangan nyiksa diri lu sendiri dong." Kata Lala.

"Mending sekarang lu pergi." kata Syakilah.

Di satu sisi Syakilah memang benar, tidak gampang untuk menghapus semua kenangan yang ia buat bersama Rifan selama kurang lebih 17 tahun.

Tapi di sisi lain perkataan Tasya juga benar, ia tidak boleh menyiksa dirinya sendiri, tidak boleh seolah menyalahkan dirinya dalam kejadian sebulan yang lalu itu. Semua adalah takdir dari Tuhan untuknya.


(Riwayat revisi 21) 07 Nov 2019




Hello guyssss!!!!!!!!!!
Happy reading🍆
Jangan pada ikutan sedih yaaa:(

Sebuah RasaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang