"Makasih." Aku tersenyum lalu memberikan helm pada Kak Fandi. "Gak mau mampir dulu?" Sambungku.
"Di dalam ada siapa?" tanya kak Fandi memastikan.
"Ada Papa, Kak Fero, Bi Ina." jelasku pada kak Fandi.
"Yaudah, nitip salam aja."
Aku mengangguk, Kak Fandi melajukan motornya. Sementara aku berjalan masuk ke rumah setelah kak Fandi menghilang di tikungan.
Di ruang tamu ada Papa dan Kak Fero yang sedang berbincang-bincang. Kemudian, aku duduk di samping Kak Fero.
"Tadi pulang sama siapa?" Tanya Papa padaku.
"Itu namanya Rifki Arfandi, Pah." jelasku pada Papa.
"Pacar kamu ya, Cil?" Tanya Kak Fero sambil meledekku.
"Iya Kak." Jawabku ragu.
"Lain kali bawa ke rumah, biar Papa bisa kenalan." kata Papa.
"Iya Pah." Kataku, "Pah, tadi bahas soal apa sama Kak Fero?" tanyaku pada Papa.
"Ini, minggu depan Papa sama Kakak bakalan ke Banjarmasin." Jawab Kak Fero.
Wajahku berubah ekspresi. Tentu saja, bagaimana tidak? Papa baru saja pulang, tapi ingin pergi lagi, dan suasana rumah pasti berbeda.
Aku menatap Papa,"Emang penting yah, Pah?" Tanyaku.
"Iya, sayang. Ini bakal banyak banget keuntungannya."
"Lu tenang aja, gue cuma seminggu kok. Lu baik-baik ya disini." Kak Fero mengacak-acak rambutku lembut.
"Pah, Kila ke sebelah dulu yah. Mau ngasih ini ke Rifan." Aku menampakkan jam tangan yang Papa belikan untuk Rifan kemarin.
"Iya." jawab Papa diikuti dengan anggukannya.
"Kak--"
"Iya, salamin juga ke Rifan. Gue kangen sama si brandal itu." kata kak Fero.
"Hehe iya Kak."
Aku berlari kecil menuju ke rumah Rifan, aku memencet bel yang ada di gerbang depan rumahnya. Berselang beberapa menit, Rifan muncul.
Baru kali ini aku bertemu dengannya lagi, tapi sudah terasa asing.
"Hei, tuan puteri." Sapa Rifan, lalu membuka gerbang rumahnya.
"Ri, Kila mau ngasih sesuatu." kataku tanpa basa-basi.
"Apa?" tanya Rifan sambil mengerutkan keningnya.
"Nih," Aku memberikan kotak yang berisi jam tangan itu. Rifan ingin membukanya, tapi segera ku cegah."Eitsss, bukanya nanti aja kalo aku udah balik."
"Yaudah, makasih yah." balas Rifan sambil tersenyum.
"Sama-sama. Itu pemberian dari Papa."
*****
Malam ini aku menatap layar ponselku, menatap foto-foto kecilku bersamanya.
Aku menulis sebuah clipnote di kertas yang berukuran 4×5 cm.
"Sebuah cinta untukmu, dan sebuah perasaan untukmu, ini tak berujung."
-Syakilah Ferdillah GhamLalu aku menempelkannya di dinding kamar. Entah sudah berapa clipnote yang kubuat.
Ting!
Sebuah pesan masuk dari nomer asing."Save nomer gue. By Nandar ganteng."
Aku terkekeh membaca pesan itu, lalu ku simpan nomer Nandar di kontak ponselku. Lalu kembali lagi ponselku berdering. Kali ini panggilan masuk.
KAMU SEDANG MEMBACA
Sebuah Rasa
Genç KurguDua insan yang saling mencintai namun berbeda pendapat untuk mengungkapkannya. Diam tapi menyakitkan, atau pergi tapi takut kehilangan? Don't copy my story!