Rasa-11

229 11 0
                                    

Hari ini Rifan berangkat sekolah hanya seorang diri, gadis yang biasanya menjadi teman bertengkarnya sekarang terbaring lemah di ICU.

Sementara Fandi, memilih untuk tidak masuk sekolah dan memilih menemani gadis yang menjadi kekasihnya beberapa hari yang lalu itu di Rumah Sakit.

Banyak yang terlintas di pikiran Fandi, termasuk rasa bersalah dan penyesalannya.

Fandi menatap wajah cantik itu, damai, dalam tidurnya yang cukup panjang. Fandi kagum dengan sikap Kila, ia bisa menghadapi segala rintangan hidupnya sendiri.

Fandi berpikir, bagaimana mungkin gadis selemah kekasihnya ini mampu menghadapi semua sendirian? Pasti ia butuh seseorang yang menemani kesedihannya.

"Aku sayang sama kamu, cepat sembuh." Ucap Fandi lalu mencium kening gadis mungil di hadapannya itu.

Fandi melihat jari gadis di hadapannya yang mulai bergerak sedikit demi sedikit, dan perlahan membuka matanya.

"Alhamdulillah, kamu udah sadar sayangg." Fandi meraih kembali jari itu dan mencium punggung tangan Syakilah.
"Tunggu aku panggil dokter." sambungnya.

Fandi meninggalkan ruangan itu dan berlari kecil ke ruangan dokter.

Dan ia kembali bersama dokter yang langsung mengecek keadaan Kila.

"Gimana dok?" Tanya Fandi dengan penuh harap bahwa semuanya baik-baik saja.

"Sebentar lagi sudah bisa dipindahkan ke ruangan rawat inap, mohon urus administrasinya." kata dokter.

"Nanti saya urus semua dok."

"Baik saya tinggal dulu." pamit dokter itu.
"Makasih dok." kata Fandi.

"Sama-sama."

Dokter meninggalkan ruangan itu.

Setelah dipindahkan ke ruang VIP 1, Fandi memilih untuk keluar membeli makanan sebentar.

Author Pov Off.

Semua masih teringat jelas, malam itu, kegelapan itu, tidak ada sedikit pun yang aku lupa.

Sekarang, aku hanya rindu Papa. Apakah ia tidak datang? Kemarin sudah tepat seminggu Papa pergi.

Clek.

Aku menoleh ke arah pintu, mendapati Kak Fandi yang berjalan menghampiriku.

"Kamu kenapa?" Tanya Kak Fandi.

"Kenapa? Apanya?" tanyaku padanya karena tidak mengerti.

"Kok mukanya sedih?" kata kak Fandi.

"Ngga apa-apa," bohongku.

"Oh," Kak Fandi mengangguk. "Yaudah kamu makan dulu,"Sambungnya.

"Kila ga laper." tolakku cepat.

"Aku suapin, oke? Ga ada bantahan." kata kak Fandi lagi.

"Hm,"

Aku menoleh ke arah jam, sudah menunjukkan pukul 14.00.

Mungkin Rifan sudah kembali dari sekolah.

"Fan?" Panggilku pada Kak Fandi yang sibuk memainkan ponselnya.

"Iya sayang?" sahut kak Fandi yang masih sibuk dengan layar ponselnya.

"Coba deh kamu telepon Rifan." pintaku.

"Kamu kok bahas cowok itu terus si! Pacar kamu aku apa dia?!" bentak kak Fandi padaku.

Deg!

Untuk pertama kali ia membentakku sekeras ini. Dan untuk pertama kali juga hatiku merasa patah karenanya. Tetapi aku tidak boleh lupa, kak Fandi dulunya kasar melebihi ini.

*****

Dua hari di rumah sakit bikin aku suntuk banget! Rasanya pengen hirup udara seger lagi dan ga ada lagi yang namanya bau obat-obatan.

Hari ini kak Fandi berencana mengajakku untuk keluar sebentar menghirup udara segar di sekeliling rumah sakit ini.

Clek!

"Hai sayang," sapa kak Fandi yang baru saja datang. Dan dirkori oleh kedua temannya, Nandar, Fathan, dan Nandi.

"Fan, apa ini ngga kebanyakan?" tanya kak Nandi dengan sedikit berbisik.

"Tau nih, berlebihan banget si lu!" timpal Fathan.

"Eh udah-udah! Apaan si lu berdua bikin malu aja, kan kalian tau kalau Fandi bakal ngelakuin apa aja buat incesnya," ledek Nandar sambil mengedipkan mata kepada kedua temannya.

"Tapi lu pada ngga bakal tau sekeras apa perjuangan gue buat dapetin Syakilah nanti,"

Sehabis berjalan keliling rumah sakit, Fandi meninggalkan tempat ini dan tersisa aku.

Beberapa saat aku membereskan ruangan yang berantakan ini, kemudian dokter menghampiriku.

"Hari ini sudah bisa pulang," kata dokter itu.

"Serius dok?" tanyaku tidak percaya.

"Iya, tapi perbanyak istirahat di rumah dan jangan terlalu memikirkan sesuatu," jelas dokter itu.

"Iyaaa dok iyaaa, makasihh dokkk," kataku pada dokter itu sebelum ia meninggalkanku.

Aku segera meraih ponselku dan mencari satu nama yang terlintas di pikiranku saat ini, tanpa berpikir panjang aku langsung menelponnya.

"Halooooo, Ri!!! KILA UDAH BISA PULANGG!!"

"Duh Kil, kebiasaan teriak-teriak! Serius udah bisa pulang? Yaudah aku otw."

Tuttttt..

*****

Rifan menyimpan semua pakaian kotorku yang selama ini aku kenakan saat di Rumah Sakit.

Ia menyimpannya di mesin cuci, dan merendamnya.

Saat aku kembali ke rumah, sepertinya Bi Ina tidak ada di sini. Entah kemana dia, mungkin sedang pulang kampung.

Rifan kembali membawa dua gelas jus jeruk, untuknya dan satu lagi untukku.

Rifan yang baik hati, hahaha.

"Ri?" Panggilku.

"Apa?" Jawab Rifan dengan cepat.

"Besok Kila mau ke sekolah aja yah, soalnya boring beberapa hari di RS, belum lagi rumah sepi." Aku memajukan bibirku sekitar lima senti.

"Ga boleh! elu masih harus istirahat Kil!" sentak Rifan padaku.

"Kila janji kok ga bakal kenapa-kenapa."kataku mencoba meyakinkannya.

"Hm, tapi kalo lu butuh apa-apa bilang sama gue! Telepon kek, pc kek, atau sms gue, terserah lu. Intinya kabarin gue kalo ada apa-apa. Oke, deal?"

Rifan mengulurkan tangannya.

"Deal!" Balasku cepat sambil meraih tangan Rifan.

Aku kadang tidak mengerti, kadang dia peduli, kadang dia bahkan tidak peduli sama sekali.

Ada apa? Aku rindu dia yang dulu, dia yang selalu ada untukku. Dia yang menemaniku disaat sepiku, seperti ini! Aku rindu moment ini.





(Riwayat revisi 12) 22 Okt 2019


Hoaammmmmmm...
Udah pusing nih:(
Jangan lupa vote, tnpa kalian cerita ini bukan apa-apa.

Seeee uuuuuu😘😘

Sebuah RasaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang