Kamu memang hanya diam, tapi entah kenapa aku selalu merasa nyaman.
•••
Suasana koridor kampus menuju area kantin terlihat ramai. Beberapa orang berjalan sambil membawa semacam map berisi kertas-kertas, entah apa itu. Adapula yang terlihat duduk-duduk di kursi taman bersama teman-teman mereka.
Beberapa orang lainnya hanya membawa tas mereka dan terlihat berbincang dengan teman-temannya menyangkut berbagai macam topik. Ada yang membahas tentang tugas-tugas kuliahnya, pembahasan presentasi yang mungkin masih ingin didiskusikan, adapula beberapa perempuan yang terlihat modis sedang membahas masalah alat make up mereka dan model pakaian terbaru.
Bahkan adapula yang sempat-sempatnya membicarakan kejelekan orang lain. Entah kesempurnaan seperti apa yang sudah mereka miliki hingga berani mencela orang lain.
Rani terlihat berjalan dengan Alya—sahabatnya sejak SMA—melewati koridor tersebut, yang membuat mereka mendengar berbagai macam hal yang sepertinya cukup untuk menodai sucinya pendengaran.
"Iya dih, si Bejo tuh kemaren nembak Risa." Terdengar suara gosip-gosip beberapa perempuan yang berjalan dari arah yang berbeda.
"Hah, masa?"
"Berani banget sih, nggak sadar muka apa?"
"Iya, dia kan item dekil gitu ...."
Alya memutar bola matanya mendengar beberapa orang perempuan yang lewat di sampingnya. "Nggak penting banget,anjir."
Rani tertawa mendengarnya. "Nafsu banget ngomongin gituan, ya, haha!"
"Oh iya, gila nggak sih? Masa si Adrian kemarin kadoin gue satu set alat make up." Alya terlihat menatap ke arah kanan-kirinya, menikmati pemandangan taman-taman kampus.
"Bagus dong, Al." Rani terlihat berpikir beberapa detik, kemudian melanjutkan ucapannya kembali. "Tandanya Rian merhatiin apa yang lo mau."
"Bukan gitunya, Ran. Nyokap gue tuh biasanya beliin yang satu set gitu harganya nyampe lima jutaan lebih." Alya memasang tampang iba. "Ya kasian aja gitu, kita kan masih pacaran. Masa dia udah beliin yang mahal-mahal."
"Udah syukuri aja, yang penting bukan lo yang minta, kan? Dia yang kasih sendiri kok," ucap Rani lembut.
Mereka berjalan memasuki area kantin yang ternyata sudah dipenuhi oleh orang-orang. Mereka terlihat mengedarkan pandangannya ke sekeliling kantin, mencari kursi kosong. Akhirnya ada sebuah meja yang baru saja ditinggal oleh orang yang sudah selesai makan. Rani dan Alya segera berjalan ke sana.
"Lo pesen apa?" Alya segera bangkit dari kursinya, setelah sempat duduk beberapa detik.
"Hmm, gue nasgor aja deh sama air botol."
"Oke." Alya berlalu meninggalkan Rani di tempatnya. Ia terlihat berbalik kembali. "Jagain tempat gue, ya."
Rani mengangguk tenang. Ia mengedarkan pandangannya, memperhatikan sembarang orang.
Selang beberapa detik, terlihat seorang lelaki beserta antek-anteknya masuk ke dalam area kantin. Menghampiri sebuah meja, seorang mahasiswa yang sepertinya masih baru, memakai kacamata besar dan kancing baju kemeja yang mencapai bagian teratas.
Sepertinya mereka semua adalah geng dari orang-orang famous yang aktif menjadi aktivis kampus. Tapi entah kenapa kelakuan mereka lebih mirip orang-orang tanpa pendidikan sama sekali.
Pandangan Rani seketika melihat ke arah orang-orang itu. Bukan hanya Rani, melainkan pula para pengunjung lain di kantin ini. Rani dapat melihat jelas, di sana ada Alvin, ikut mengganggu proses makan si anak cupu itu. Alvin terlihat memakan asal lauk di piring orang itu. Tapi lelaki cupu itu bahkan hanya diam, tak berkutik sama sekali. Mungkin karena ia takut.
KAMU SEDANG MEMBACA
120 Lembar [Completed]
Romance[The WattysID 2018 Longlist] [This story has been revised] Ini diary-ku. Kalau ada yang nemuin, tolong dikembaliin yaa:) Isinya gak penting kok buat kalian. Tapi ... Ini penting buat aku. Ini semua tentang dia. Hanya tentang dia. Dia ... yang aku sa...