📒 14 📒

1K 100 8
                                    

Jika memang hal yang membuatku ragu padamu itu merupakan salah satu bagian dari ingatanku, kuharap aku bisa melupakannya.

•••

Desember 2015

Beberapa orang terlihat berjalan melewati koridor bersama teman-teman mereka. Ada yang terlihat saling menyapa saat mereka bertemu dengan orang yang mereka kenali. Adapula yang sibuk dengan ponsel ataupun buku mereka.

"Alya!" Rani terlihat berlari menghampiri sahabatnya. Perempuan itu tersenyum senang.

Sesampainya di samping Alya, Rani memeluk erat perempuan itu dari samping. Sedangkan yang dipeluk hanya terkekeh. "Gue tebak, lo lagi bahagia."

"Ih, gue kan selalu bahagia sejak ... saat itu, haha!" Rani tertawa keras. Mereka berjalan bersampingan menuju kantin utama kampus.

"Iyain aja deh ya, Ran." Alya hanya memutar bola matanya mendengar ucapan Rani.

"Eh, gue waktu itu dianter loh, padahal gue kira dia nggak bisa." Rani tersenyum senang menceritakannya, manik matanya terlihat berbinar membayangkan lelaki itu.

Alya ikut tertawa mendengar ucapan Rani. Mereka berdua berbincang hingga masuk ke area kantin dan mencari kursi yang masih kosong. Nyatanya kursi di sana penuh semua. Mereka terlambat.

"Lo kelamaan jalannya sih, Ran," keluh Alya. Sedangkan Rani hanya tertawa membalasnya.

Mereka saling tertawa senang.

Hingga segelas jus alpukat dilempar ke arah Rani. Membuat beberapa pengunjung kantin seketika menatap ke satu arah, Rani. Dengan tatapan kaget pastinya, mereka bertanya-tanya ada apa lagi sekarang?

Rani mendapati Alvin yang kebetulan ada di sana, dan seketika lelaki itu berdiri melihat kejadian barusan.

Seorang perempuan dengan tampilan modis dan rapi, terlihat jelas ia sudah cukup dewasa, pastinya perempuan itu merupakan senior dari Rani. Perempuan itu terlihat berjalan ke arahnya. "Jadi ... ini perempuan yang rebut pacar gue?"

Ucapannya seketika membuat kantin menjadi hening. Rani dapat merasakan tatapan perempuan itu mengarah tajam padanya. Ia terdiam beberapa detik, memikirkan di mana ia pernah mendengar suara ini.

Dan ternyata benar, di pesta ulang tahun Arin dulu. Perempuan ini ... mantannya Karel?

Dea—nama perempuan itu, ia mendorong keras bahu Rani. "Atas dasar apa lo diantar pulang-pergi sama pacar gue?"

Rani menunduk mendapat perlakuan itu. Belum lagi karena ini di tengah kantin, dan pakaiannya kotor akibat jus alpukat.

Arin yang berada di sekitaran sana, pastinya mengetahui masalah kedua perempuan yang pernah ribut di pesta ulang tahunnya, belum lagi karena Alya pasti menceritakannya. Ia berjalan mendekat ke pusat perhatian di tengah kantin itu.

Alya menarik Rani ke dalam pelukannya, berusaha melerai pertengkaran yang ia sudah tahu apa penyebabnya. Tapi bukannya berhenti, Dea justru semakin menjadi. Ia malah mendorong Alya hingga perempuan itu jatuh tersungkur.

Melihat kejadian itu, jelas Arin—layaknya seorang sepupu, tidak akan membiarkan hal itu terjadi. Belum lagi karena Alya merupakan sepupu paling bungsu di antara yang lainnya, pastinya akan memicu amarah sang kakak di sana. Arin berjalan mendekat, mendorong balik bahu Dea.

"Lo nggak malu diliat banyak orang?" Arin membantu adik sepupunya berdiri, kemudian memberinya pelukan hangat. Ia menatap sinis ke arah Dea.

"Rin, dia tuh perempuan yang bikin ultah lo rada kacau waktu it—"

120 Lembar [Completed]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang