📒 10 📒

1.1K 112 6
                                    

Kupikir keterpaksaan bisa jadi menyenangkan di akhir,tapi sepertinya ini tidak berlaku untuk beberapa orang.

•••

Oktober 2015

Sebuah mobil Lamborghini merah terlihat melaju memasuki kawasan kampus. Semua pejalan kaki dan pengendara mobil serta motor-motor menyingkir, setelah mengetahui mobil siapa yang akan masuk ke area kampus.

Itu Alvin. Anak dari seseorang yang bisa dibilang hampir menjadi pemilik keseluruhan kampus ini. Mobilnya diparkirkan di salah satu parkiran yang masih kosong. Ia terlihat turun dari mobil itu, bersama seorang perempuan.

Rani. Semua orangpun tahu kalau perempuan ini sudah menjadi kekasih Alvin sejak beberapa hari lalu.

Alvin menggenggam perlahan tangan Rani, memberikan sinyal pada orang-orang bahwa perempuan di sampingnya itu adalah miliknya. Beberapa orang di sekitaran mereka terlihat menatap iri, adapula yang memberikan tatapan kagum, melihat kecantikan di perempuan dan ketampanan lelakinya.

Rani hanya tersenyum kikuk membalas tatapan orang-orang yang menatap ke arah mereka hingga tatapannya bertemu dengan sepasang manik mata yang tidak dapat membuatnya berpaling lagi. Entah kenapa, tatapan mata itu menguncinya.

Karel, Rani berucap dalam hati. Entah kenapa melihat lelaki itu berjalan mendekat dari arah yang berlawanan, ada sedikit rasa sesak di dada Rani. Ia seolah menahan sesuatu yang entah sampai kapan dapat ia tahan.

Karel berjalan santai ke arah Rani. Perempuan itu tersenyum, ingin menyapanya. Tapi jangankan dibalas, ditatap balik pun tidak. Entah kenapa tatapan Karel terlihat lebih dingin dari biasanya.

Apa dia marah? Tapi untuk apa?

Karel langsung berjalan melewati Rani seolah tidak menyadari keberadaan perempuan itu sama sekali. Padahal mereka sudah beberapa kali berada di satu kafe yang sama, berbincang di sana. Meskipun tidak banyak, tapi itu sangat berarti bagi Rani.

Perempuan itu tersenyum lirih, melihat Karel hanya berjalan melewatinya. Ia menunduk perlahan. Ada sesak yang seketika memenuhi perasaannya, menambah nyeri di dadanya.

📒📒📒

Alya terlihat duduk menopang wajahnya, dengan kedua tangannya sendiri. Menatap ke arah sahabatnya yang terlihat sibuk mengetik sesuatu dengan kalkulator di sampingnya.

Terlihat beberapa orang melewati koridor kampus. Wajar saja ramai, ini koridor menuju kantin. Bahkan beberapa orang terlihat berjalan seraya memegang segelas plastik berisi minuman dingin.

"Lo suka matematika ya, Ran?" Alya memiringkan kepalanya, menatap angka-angka di buku milik Rani. Perempuan yang ditanya hanya mengangguk, tidak ingin konsentrasinya buyar.

Rani terlihat menggaris sesuatu, ia menggambar sebuah kurva.

Melihat Rani yang hanya diam saja. Alya tertarik untuk memancingnya berbicara mengenai topik yang sedang hot menurutnya. "Tadi lo dateng bareng Alvin?"

Kali ini Rani terhenti sejenak dari kegiatannya, kemudian mengangguk lemas. "Gue ketemu Karel. Dan ... dia lewat gitu aja kayak nggak kenal."

Alya menatap Rani seketika. "Gue nggak lagi bahas Karel padahal, lho."

Rani tertegun. Itu benar. Alya hanya mengajaknya membicarakan soal hubungannya dengan Alvin. Lantas kenapa dirinya harus membahas Karel?

"Hm ... iya sih." Rani kembali melanjutkan kegiatan menulisnya.

120 Lembar [Completed]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang