📒 7 📒

1.3K 123 8
                                    

Kupikir hanya ilusi kekecewaan. Ternyata memang benar, kamu sekarang berdiri di sampingnya. Bukan di sampingku.

•••

Seorang perempuan dengan dress selutut berwarna hitamnya, make up-nya terlihat sangat baik, dengan maskara, eyeshadow dan blush on yang terlihat benar-benar rapi dan mempercantik wajahnya. Rambutnya ia sanggul rapi dengan hiasan bunga-bunga putih kecil melingkar di sana.

Ia terlihat berjalan santai menuju seorang lelaki yang tersenyum melihat kehadirannya.

Rani seketika terdiam.

Karel bahkan berdiri menyambut kedatangan perempuan itu, mereka saling bergenggaman tangan.

Rani meneguk liurnya, langkahnya perlahan membawanya mundur ke belakang. Ia segera berbalik ke arah yang berlawanan kemudian melihat ke arah posisi Alya tadi, mencari perempuan itu, yang nyatanya sudah duduk berdua dengan Adrian.

Rani mengedarkan pandangannya ke sekeliling dan hanya mendapati semua orang sedang duduk berdua dengan senyum berbinar karena mendapat pasangan yang mereka inginkan.

Refleks air mata Rani menetes, menyadari kebodohannya. Ia bahkan datang ke acara ini karena percaya dengan iming-iming sahabatnya, yang ia pun tahu Alya hanya bercanda. Tapi efek dirinya yang sangat ingin hal itu terjadi, ia jadi ikut juga ke acara ini.

Padahal Rani sebelumnya tidak pernah datang ke acara seperti ini.

Rani terisak sepelan mungkin, tidak ingin ada orang yang tahu. Tapi ia tidak bisa pula menghindar dari keinginan untuk menjatuhkan air matanya sekarang. Ia merasa asing di sini.

"Oke, lanjut ke acara ke dua."

Suara seseorang dengan mikrofon itu menyadarkan Rani. Ia bahkan belum mengikuti acara pertama.

Rani berusaha menghapus cepat air mata yang membuatnya terlihat semakin bodoh. Bahkan Alvin yang kata Alya menyukainya, sekarang hanya asyik berbincang bersama perempuan-perempuan dengan dress ketat di atas lutut.

"Dansa sesuai couple masing-masing."

Rani menatap ke arah orang dengan mikrofon itu. Kok acaranya gini semua sih?

Rani semakin terisak mendengar hal itu. Ia rasanya ingin pulang dan menangis puas di kamarnya.

"Eh ... Kak?"

Suara seorang lelaki membuat Rani seketika berbalik.

Seorang lelaki dengan kacamata besar dan kemeja yang dikancing sampai kancing teratas, serta celana kain yang terlihat kebesaran. "Saya baru datang, kakak belum ada pasangannya, kan?" Ia mungkin mengira bahwa Rani adalah seniornya.

Rani terdiam beberapa detik. Ia terlihat berpikir. Daripada tidak mengikuti acara sama sekali, lebih baik ia mengiyakan saja ajakan lelaki ini. Akhirnya Rani mengangguk samar, ia sebenarnya juga tidak yakin.

"Oke, Kak. Katanya ini acara dansa, ya?"

Rani mengangguk pelan, ia sebenarnya sudah sangat malas berbicara. Ia hanya berjalan menuju arena lantai dansa, di mana orang-orang sudah saling menampilkan keahlian berdansanya di sana.

"Kakak tahu dansa? Soalnya saya nggak ta-"

"Nggak usah pake kak, ya? Gue juga masih semester satu." Rani berusaha terlihat selembut mungkin, mencoba membenarkan agar lelaki itu tidak lagi menyebutnya dengan embel-embel kak."By the way ... gue juga nggak jago banget dalam hal dansa." Rani terlihat tersenyum lembut.

120 Lembar [Completed]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang