Bangsawan VS Rakyat Jelata

38.4K 4.2K 448
                                    


Sita berdiri termenung di toko batik, dari tadi dia bimbang memilih antara syal, scraft, pareo, atau dress sekalian. Yang ada dipikiran dia hanya satu.

Jeritan hati yang penuh nestapa, 'Kenapa harganya mahal semuaaaaaa???'

Maklum, balada akhir bulan, 10 hari lagi baru gajian.

Tangan Sita menyentuh pareo yang motifnya sederhana tapi terlihat mewah sesuai dengan harga yang terukir di tagnya.

Cocok untuk dr. Grace si calon mama mertua yang penampilannya sederhana tapi selalu terlihat berkelas. Wajar sih, duitnya banyak!

Tiga hari lagi dr. Grace akan berulang-tahun dan dari jauh-jauh hari si Imut Nash sudah mengundang dia untuk datang ke acara ulang tahun Bundanya walau undangan formal dari dr. Grace baru disampaikan siang tadi saat jam makan siang melalui telpon.

"Sita datang ya, acaranya malam, hanya makan malam biasa aja kok, Bunda kan ga suka acara ramai walau si Papa berniat sewa ballroom. Untung ketahuan!! Jadi bisa dibatalkan.

Nanti Ardi juga datang, dia sudah bilang ke kamu kan? Biar nanti Bunda suruh Ardi jemput ke rumah. Ajak Papa sama Mbak Suti sekalian ya...."

Jawaban Sita hanya, "Baik, dok! Nanti aku ajak Papa sama Mbak Suti juga. Mbak Suti kangen sama Nash katanya...."

Jujur saja, sampai saat ini Sita masih sungkan untuk memanggil Bunda Ardi dengan panggilan Bunda saja seperti yang sering Ardi ingatkan. Sita masih saja memanggilnya dokter Grace sampai akhirnya Ardi menyerah sendiri padahal sudah 2 tahun terakhir ini status Sita masih jadi calon menantu Grace.

Hubungan LDR Ardi dan Sita lancar-lancar saja. Tak ada kendala berarti kecuali sering ngambek-ngambekan karena kendala komunikasi. Beda rentang waktu membuat segalanya jauh lebih sulit tapi mereka masih mengusahakan segala sesuatunya agar berhasil.

Ardi sendiri tak pernah absen menghubungi walau sekedar ucapan, 'Good night' saat mereka sedang sama-sama kesal. Dia juga mengusahakan pulang 3 bulan sekali walau hanya 2 hari. Ardi jarang bisa tinggal di Jakarta lama karena dia masih harus bekerja selain kuliah. Dan menurut pengakuannya, tak ada toleransi dari Ally walaupun Ardi juga salah satu pemilik saham terbesar di Ingram & co.

Rasanya berat! Tapi lama-lama, Sita terbiasa. Membiasakan diri lebih tepatnya. Lagipula komunikasi tak pernah putus kan. Ardi juga masih bersikap sama protektifnya seperti dia sedang berada di dekat Sita.

Contohnya tadi pagi, Sita mengirimkan foto dirinya saat baru tiba di kantor.

Sang tunangan tiba-tiba langsung menelpon dan menegur.

"Kamu kok pagi-pagi sarapan pop mie sih? Sarapan yang bener! Oat meal memang ga ada?"

Ardi galak deh!

Sita menghembuskan napas dalam-dalam. Setiap kali dia mengingat Ardi rasanya selalu sama. Selalu sukses membuat dadanya sesak akan rasa rindu.

Dia masih termagu memilih batik apa yang akan diambil sampai dia mendengar teguran familiar.

"Lah, Sit! Loe ngapain di sini?"

Sita menoleh ke arah sumber suara dan melihat Nimo berjalan menghampirinya.

"Lah, loe ngapain?" Sita balik bertanya.

"Cari cawat batik!"

"Nimo bego!!!"

Yang dikatai bego malah tertawa ngakak sambil menoyor kening Sita, bukannya sadar diri!

"Cari kemeja buat kondangan. Batik gue udah buluk semua," terangnya setelah lengannya digaplok Sita.

My Favorite Man!Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang