Arti kamu

33.1K 3.5K 297
                                    


"Kamu mau pulang sama Papa kamu atau mau kuantar? Kalau kuantar, kamu ikut ke rumah dulu, ambil mobilku, tadi kan kita nebeng Om Cakra ke sini," ujar Ardi.

Sita memperhatikan sejenak Papanya yang bicara pelan dengan Tante Halwa. Iya, Tante, Sita masih tak rela memanggilnya Mama atau Ibu, lalu menoleh ke arah Ardi. "Ngerepotin ga kalau aku minta kamu antar?"

Ardi tersenyum, "Ga masalah kok. Mau nginep sekalian? Besok kuantar pulang?"

Sita menggeleng, walau pernah berapa kali menginap di apartment Ardi saat kuliah S1 jika dia pulang larut malam. Sita agak jengah jika harus menginap di rumah keluarga Ardhani. Lagipula dulu Ardi tak pernah ada di apartmentnya setiap kali Sita menumpang. Pasti dia sudah kabur ke kamar temannya sebelum Sita tiba di apartment dan paginya baru datang membawakan sarapan.

Ardi menggamit lengan Sita. "Yuk, berangkat sekarang, Om Cakra udah mau pulang tuh, nebeng dia aja. Pamit dulu sama Papa kamu," ajaknya.

----------

Sita baru selesai membersihkan make up yang menempel, dia malas mandi, cuci muka saja sepertinya sudah cukup saat Mbak Suti mengetuk Pintu dan masuk.

"Neng, belom tidur?"

"Baru bersihin lenongan," jawab Sita.

"Yang dandanin siapa, Neng? Tumben bener bentuk alisnya," ledek Mbak Suti yang sekarang duduk di ujung tempat tidur.

Sita mendelik, "Mami Gemma sama Tante Shane. Cakep ya? Coba kalau aku yang rias, pipi dikira abis ditabok bolak-balik bukannya pake blush on!"

"Efek beda merk kali, Neng. Neng kan belinya yang 50 rebuan."

"Lah, iya juga ya...." Sita manggut-manggut, miris.

Sita bangkit, rebah di kasurnya. "Mbak, temenin tidur di sini, Mbak," rengeknya setelah memeluk guling.

"Ogah Neng, kapok. Bulan lalu Mbak kesepak! Tidur kok masih lasak aja, kasian entar Mas Ardi."

"Dia mah aman ntar, suruh beli kasur yang gedean," jawab Sita cuek.

"Mbak ngapain kemari selain mau nyela bentuk alis aku?" tegur Sita.

"Tadi ditanyain Ibu, Neng udah nyampe apa belum? Dia ga ngeh, pas Neng dateng lagi di kamar mandi kayaknya."

Sita berdecak. "Ya elah, udah kayak anak kecil aja pake dicariin."

"Itu namanya khawatir, Neng. Lagi bukannya ikut pulang bareng aja sih, malah ngerepotin si Masnya."

"Bilang aja, aman terkendali. Ga usah repot-repot."

"Yang ramah sedikit sama Ibu, Neng. Bisa kan?" tegur Mbak Suti, pelan.

"Aku ramah kok. Emang aja ga tau mau ngomong apa. Kan aku berangkat pagi, pulang malem. Kapan ketemunya!" Sita sewot.

"Neng sejak Bapak nikah jadi sering lembur, ntar Mbak Suti bilangin ke Masnya loh, biar diomelin."

"Psssttttt, jangan bilang-bilang Ardi ah!" Sita panik sendiri.

Beberapa kali memang Sita berbohong dengan mengatakan kalau dia sudah pulang kerja padahal dia masih betah di kantor. Kadang juga Sita lebih memilih mengerjakan tugas kuliah di kantor dari pada di rumah.

Dia malas pulang, malas berbasa-basi dengan ibu tiri yang usianya terpaut 15 tahun dengan Papanya.

Dia wanita baik-baik dari keluarga baik-baik juga. Janda cerai mati tanpa anak dan memiliki usaha kecil-kecilan membuat kue-kue kering. Tak ada yang salah dari Tante Halwa, tapi tetap saja Sita tak rela.

My Favorite Man!Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang