Three things we want in relationship

30.5K 3.4K 413
                                    

"Kak, sudah dapat kan apartmentnya?" tanya Bunda Grace di sela-sela makan malam mereka.

"Sudah, ga fully furnished sih, Bun. It's okay, yang penting kitchen setnya agak luas. Kemarin aku sama Sita sudah pilih-pilih perabotan yang penting-penting aja untuk di sana. Minggu depan akan dikirim."

AJ mendengus sedikit mendengar penjelasan Ardi. Dari raut wajahnya, dia terlihat tidak senang.

"Nambah, Pa?" Aska yang duduk di sebelah kirinya malah mengangsurkan klappertaart.

"Gak, Papa kenyang!"

Grace mendelik, mencoba mengingatkan AJ agar tidak berkomentar lebih jauh lagi.

"Aku abisin ya...." seru Aska tak peduli.

"Hey! Kakak mau juga!" potong Ardi.

Aska membagi dua secara tak rata klappertaart yang tersisa, bagian paling besar tentu saja dia taruh di piringnya sendiri, sisanya untuk Ardi.

Ardi menyantap makanannya dalam diam, menanti-nanti saat Papanya tak tahan lagi untuk menahan lidah.

"Kenapa harus apartment, Di? Kamu sewa juga kan? Bukan beli.Yang kamu pilih apa? Apartment dua kamar? Ga kasihan sama Sita kalau tinggal di tempat sempit begitu?" Akhirnya terlontar juga semua yang tadi ditahan-tahan oleh AJ.

Ardi menarik napas panjang sebelum menjawab. "Apartmentnya dekat kantor Sita, Sita juga yang pilih apartment dua kamar, dia bilang biar ga repot urusnya karena kami sama-sama kerja."

"Kamu kan bisa beli rumah, Di." seru AJ lagi.

"Bisa, tapi aku masih harus nabung dulu. Pernikahan makan biaya yang ga sedikit, Pa."

"Itu karena kamu terlalu keras kepala dengan menolak bantuan Papa!"

Ardi kembali menarik napas dalam-dalam. Untuk urusan pernikahan dia sudah lama memenangkan perdebatan. Resepsi di Jakarta, karena AJ yang menginginkan acara besar-besaran, maka AJ yang membiayainya. Namun untuk resepsi ke dua yang lebih private, Ardi menggunakan tabungannya sendiri walau AJ memaksa membayar juga.

Dia hanya ingin mencoba mandiri, lagipula nanti dia juga yang harus bertanggungjawab atas Sita.

"Tabunganku masih cukup kok untuk biaya resepsi nanti," jawab Ardi, kalem.

AJ bersidekap marah. "I can give you a house for your wedding gift!"

"I know, aku juga sudah berterima-kasih atas segala bantuan Papa. Tapi maaf, seperti yang aku katakan 5 bulan lalu, aku ingin memberi yang terbaik untuk Sita dari hasil kerja kerasku sendiri, Pa."

"Jangan terlalu keras kepala Ardi! Memang kamu pikir Papa bekerja untuk siapa? Untuk Bunda, kamu dan adik-adik kamu! Kenapa kamu terus-menerus menolak Papa?"

"Adrian...." desis Grace membuat AJ menoleh ke arah istrinya. "Please...." bujuk Grace lagi sambil menyentuh punggung tangan AJ yang terkepal.

"You gave me enough, Pa. I know I can't thank you enough. But I'm gonna built a family. I want to make her proud of me.

Soal rumah, aku juga menginginkannya. Tapi Bunda dan Papa yang minta kami untuk membeli rumah yang tak jauh dari sini. Harga properti di daerah ini agak di luar jangkauan penghasilanku untuk uang mukanya. Mungkin dalam 6 bulan ke depan baru bisa tercukupi, itu sebabnya aku memilih untuk sewa apartment terlebih dahulu.

Aku sudah membicarakan semuanya dengan Sita dan dia sama sekali tidak keberatan. Malah meminta rumah yang ukurannya standard saja, ga harus ada lapangan basketnya.

My Favorite Man!Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang