Unconditionally

27.8K 3.5K 213
                                    

Ardi merasa tak tenang sepanjang perjalanan ke Bandung. Lucu sebetulnya, dia dan Sita sudah menjalani hubungan jarak jauh selama bertahun-tahun dan semua baik-baik saja.

Mungkin efek baby yang akan hadir dalam hidupnya maka kadar rasa protektif Ardi melesat sampai level tertinggi.

Setiba di Bandung Ardi menelpon Sita, menanyakan keadaannya, Sita menjawab dia baik-baik saja. Sudah tiba di kantor dan sudah ngemil biskuit oat serta juga jus alpukat. Mendengar kalau Sita tidak memuntahkan cemilannya, Ardi merasa sedikit lega walau dia tahu, membujuk Sita agar mau minum susu hamil masih belum bisa dia lakukan. Susu yang kemarin dia belikan hanya diminum seteguk lalu setelahnya Sita muntah-muntah hebat. Nanti saja, saat mual-mual istrinya mulai mereda.

Ardi juga sudah menghubungi Ibu Halwa, meminta izin untuk meminjam Mbak Suti sejenak untuk menemani Sita selama Ardi pergi. Ternyata benar ucapan Sita semalam, Sita sudah request duluan dan Mbak Suti siap berangkat setelah jam makan siang. Ardi mengusulkan agar Mbak Suti nanti dijemput saja oleh Pak Ojan, namun Ibu Halwa bilang, dia saja yang mengantarkan. Sekaligus mau mengecek bahan makanan di kulkas. Ibu Halwa tahu Sita jarang memasak dan lebih suka beli jadi. Nanti biar dia isi sekaligus membuatkan makanan yang fresh dan sehat.

Mendengar begitu saja Ardi sudah sangat berterima kasih, tak lupa juga meminta maaf karena sudah merepotkan.

Merasa semua sudah beres, Ardi bersiap mengikuti pelatihan. Papanya yang meminta Ardi untuk ikut banyak pelatihan selepas dia kembali ke Indonesia.

Untuk saat ini jabatan dia memang hanya Direktur SDM walau dia tahu Papanya pasti akan meminta dia melanjutkan jejaknya menjadi pemimpin utama, tak sebatas mengurus SDM saja di tahun-tahun yang akan datang.

Masih banyak yang harus dia pelajari sebelum tiba ke masa itu mengingat hanya dia harapan terbesar Papanya. Aska tak tertarik menjadi pengusaha, Nash masih terlalu kecil untuk bekerja. Lagipula Nash juga lebih tertarik bagaimana cara membobol data dari pada belajar bisnis.

Baru juga duduk, sudah ada yang mendadak menyapa hanya karena melihat namanya yang tertera di papan nama, Ardian Ardhani.

"Maaf, apa Anda anak Ardhani yang itu? That Ardhani?'" sapa bapak-bapak paruh baya yang terlihat kelewat sumringah saat menegur.

Ardi hanya bisa tersenyum kaku. "You mean, Adrian Ardhani? Yes, he's my father."

Lawan bicaranya terlihat senang, lalu meluncurlah kalimat-kalimat pujian untuk Papanya yang dia bilang sumber inspirasi dan orang yang benar-benar hebat. Bisa dipastikan ujung pembicaraan adalah, keinginan samar untuk bekerja sama di kemudian hari.

Ardi menanggapi semuanya dengan sopan. Dia sudah terbiasa menghadapi orang-orang seperti itu. Resiko yang harus dia tanggung ketika mengumumkan ke seluruh dunia kalau dia anak seorang pioner berbakat.

Papanya selalu berkata, find your own signature, maka orang akan menghargai kamu. Jadi ini lah yang coba dia lakukan, belajar dan terus belajar sampai orang mau mengakui kehebatannya sebagai Ardian Ardhani bukan hanya sebagai anak Papanya.

Lagipula papanya selalu mewanti-wanti. Jangan pernah puas dengan apa yang sudah dia capai. Seperti pembicaraan beberapa tahun lalu saat dia pulang berlibur.

"I love my lifestyle, Son. Being rich is easy, stay rich need a lot of work dan jalannya tidak mudah. Kamu harus banyak belajar, terutama belajar mengenali peluang."

Ya, Ardi paham benar apa yang dimaksud Papanya. Kaya bukan hanya tentang pergi jalan-jalan dengan private jet, berlibur ke pulau pribadi, berpakaian mewah dan makan makanan dengan harga fantastis. Ada kerja keras di balik segala kemewahan yang dia dapat.

My Favorite Man!Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang