"Kamu mau makan apa?" tanya Ardi ke Sita saat membuka menu.Malam ini setelah menjemput Sita di kantor, Ardi memutuskan untuk makan malam di luar ditemani Nimo juga yang mau tak disangka bersedia menjadi nyamuk saat Ardi menawari untuk ikut.
"Yang enak-enak! Kayaknya kalau dikasih makanan enak, si Dedek mau berhenti muntah deh," jawab Sita merana.
Kandungannya sudah masuk usia 9 minggu dan morning sickness mulai menyapa sepanjang hari.
"Muntah tiap dikasih masakan buatan loe ya, Sit? Anak pintarrrrrr! Seleranya bagus!" celetuk Nimo.
Sita mendelik. "Mo, gue pake flat shoes sih, bukan high heels. Tapi walau ga bisa dipake buat colok mata, kalau nempel ke pipi loe pasti berasa!"
"Masakan kamu enak kok," jawab Ardi kalem, memanggil pelayan dan memesan beberapa makanan yang baunya tidak terlalu tajam.
"Tiru noh, Ardi. Masakan gue kurang garem aja dia bilang enak! Loe mah mulutnya pedes kayak cabe sih. Gak heran jauh jodoh!" ledek Sita lagi.
"Beuhhhh.... Songong!!!! Gue kan hanya menunggu jodoh yang tepat. Yang cakep, yang pinter, pake bonus yang kaya juga gapapa...."
"Syaratnya berat ya, Mo!" Kali ini Ardi yang berkomentar sambil tertawa kecil.
"Udah ada kok calonnya. Sayang masih piyik...." jawab Nimo sambil cengar-cengir.
Sita memberi pandangan menyelidik. "Jangan bilang loe ngincer Nash!"
Nimo tertawa. "Tau aja loe! Padahal baru mau gue kasih clue, calon istriku, ipar dari istri sahabat baikku."
Tawa Sita makin membahana. "Ya Lord! Nimo haluuuu!!! Minta kobokan, Di. Ciprat Nimo biar sadar!"
Ardi memasang wajah datar. "Tolong hentikan khayalan Anda!"
"Buahahaha.... Tuh kan, Kakaknya ngambek! Ati-ati dipecat, Mo!"
Nimo malah semakin iseng menjahili Ardi. "Kakak ipar, bisa jadi Anda menolak saya karena penghasilan saya belum sepadan. Tapi cinta tak mengenal usia, duhai kakak ipar.
Bisa jadi Nash naksir gue, tapi sama keluarga loe dipisah paksa, gue sakit hati, bikin usaha sendiri, mendadak tajir. Baru deh Nash sadar kalau dia cintah mati sama gue! Dapet restu deh. Tamat!"
"Ga nambahin adegan loe berantem sama Ardi plus Aska?" ledek Sita.
"Boleh lah biar seru. Tonjok-tonjokan dikit. Tapi jangan di muka ya... Ngilangin lebamnya susah!"
Ardi masih tak bereaksi, malah sibuk mengelap tangan dengan tisu basah. Walau akhirnya dia berucap juga. "Mo, tolong nonton sinetronnya dikurang-kurangin dikit. Pasang TV kabel ga terlalu mahal loh...."
Nimo meninju bahu Ardi. "Udah pasang kali! Cuma weekend kemarin gue nginep di rumah nyokap. Dipaksa nemenin nonton cerita-cerita ga jelas. Huhuhu.... untung saya anak yang berbakti, pintar dan juga rajin menabung."
"Kok geregetan ya, dikasih SP 3 bisa kan, Di?"
"Bisa, besok juga bisa aku keluarin kok."
"Laki-bini pada tega! Cicilan rumah gue belom lunas, hoy! Mana gue ditodong adek gue pula akhir bulan ini. Mau ngerayain ultah keponakan gue yang ke dua. Minta pesta ultah bertema Little Pony gitu. Kenapa die yang mau ultah malah jadi gue yang repot coba? Gue aja ga tau Little Pony tuh apaan!"
Sita nyengir. "Bagi-bagi rezeki biar berkah, Mo! Ntar anak gue lahir, ultah pertama temanya entah robot atau princess ya... Loe siap-siap aja dananya dari sekarang."