Sekarang sudah jam 7 malam, Sita berusaha untuk bangun dari tempat tidur namun kepalanya masih terasa berat. Padahal tadi Ardi sudah mengabari kalau 10 menit lagi dia akan tiba. Sita mau menyiapkan makan malam walau itu sekedar menghangatkan rendang ayam kiriman Ibunya tadi sore.Tadi sore, Sita pulang on time dari kantor padahal pekerjaannya masih banyak yang menumpuk. Bukan dia malas, tapi badannya menggigil tak karuan dari siang hari, belum lagi mulutnya terasa pahit, kepalanya juga pusing.
Tadinya Sita sudah punya pikiran buruk ke Hendi yang datang saat jam makan siang ke divisinya. Bau parfum Hendi agak mengganggu indra penciumannya dan sialnya, Hendi malah memilih duduk dekat-dekat Sita walau orang satu divisi PR sudah tahu kalau Hendi sedang PDKT ke Muthia, anak baru di PR yang sedang dibimbing langsung oleh Sita.
Pulang kerja, Sita hanya mencuci muka dan berganti piyama tanpa mandi terlebih dahulu. Dia langsung bergelung di balik bed cover setelah mengoles-oles badan dengan essentials oil. AC juga sudah dia naikkan suhunya jadi 25°c walau dia tahu Ardi akan protes saat datang nanti karena merasa suhunya terlalu panas.
"Sita, Sunshine... I'm home...." panggil Ardi dari arah depan.
Sita mau menghampiri tapi tenaganya hilang, hanya bisa menyahuti dengan suara parau. "Aku di kamar, Di."
Tak butuh waktu lama sampai Ardi tiba di kamar lalu menghampiri Sita yang masih terkapar.
"Sunshine, kamu sakit? Kok pucat banget sih."
"Aku demam...." keluh Sita setelah menerima kecupan di kening.
"Pantas, ruangan kok kayaknya panas banget. Menggigil ya? Mau ke dokter?"
"Ga mau. Nanti dikasih obat. Kalau minta obat puyer kan aku malu...."
"Kubawa kamu ke dokter anak biar dapet obat puyer nanti, gitu aja ya!" seru Ardi kesal dengan seribu satu alasan yang selalu Sita keluarkan jika disuruh minum obat.
"Ardi ih, galak...." Sita cemberut.
"Kamunya susah nurut!"
"Kamu mau makan? Aku siapin ya," elak Sita.
"Tidur aja, aku bisa siapin sendiri. Kamu sudah makan belum? Aku siapin sekalian."
Sita menggeleng, tiba-tiba dia merasa lapar.
"Aku mandi sebentar ya, Sit, biar gak gerah. Nanti kubawa makanannya ke kamar." Ardi beranjak ke kamar mandi setelah mengecup kening Sita sekali lagi.
Saat Ardi sudah menutup pintu kamar mandi, Sita memaksakan diri untuk bangun dan pergi ke dapur, menyiapkan makan malam. Gampang soalnya, hanya menghangatkan di microwave saja sebentar lalu menyajikan potongan buah melon dan buah naga yang tadi pagi sudah Sita siapkan.
Ardi berdecak kesal saat melihat Sita sudah menyajikan hidangan dan menyiapkan piring di meja makan mini mereka.
Tangannya mendarat, mencubit pipi Sita. "Kubilang tunggu aku sebentar, malah udah rapi. Kamu tuh, susah banget dibilanginnya!"
"Keburu laper! Makan yuk, Suamik. Jangan kebanyakan ngomel!"
Walau bersungut-sungut, Ardi menurut, menyantap makanan tersaji.
"Dari Ibu ya?" tanya Ardi.
"Iya, level masakku belum sampai ke menu rendang-rendangan, baru tahap tumis kailan pakai bawang putih. Rendang ayam buatan Ibu, enak memang. Kulitnya ga krispi ya, Di."
"Mana ada rendang pakai kulit krispi! Yang krispi di rendang tuh kalau ga sengaja kegigit lengkuasnya," sahut Ardi.
Sita tertawa, kalau sudah ada Ardi di rumah dan mengobrol macam-macam seperti ini, rasa sakitnya mendadak hilang.