1. Memaafkan

12.3K 719 14
                                    

Revisi 1.0

Naufa bangun lebih dahulu dari Alvaro. Alvaro tidur di sampingnya memeluk guling. Naufa beranjak ke kamar mandi, badannya pegal semua.

Di kamar mandi, Naufa melepas pakaiannya dan memilih untuk berendam air hangat.

Jam tiga pagi dan berendam air hangat dengan semua keletihan yang ada membuat Naufa sedikit tenang dan nyaman. Naufa berharap ada novel yang menemaninya atau paling tidak suara merdu Shawn Mendes.

Lima belas menit kemudian, Naufa keluar menggunakan kimono. Dia berharap menemukan kunci kamar pengantin mereka, di sana pasti ada koper berisi pakaiannya.

Alvaro berdiri di depan jendela besar ruangan ini yang sekaligus menjadi penghubung antara balkon dan kamarnya.

Punggung Alvaro penuh dengan luka sayatan ataupun bekas tembakan. Naufa ngeri membayangkan apa yang terjadi pada Alvaro sebenarnya.

Dan kenapa sebelumnya dia  tak menyadari ini? Mungkin karna amarahnya yang menggebu sampai tak memperhatikan badan Alvaro.

Alvaro tetap pada posisinya. Dia membiarkan Naufa mendekatinya, pura-pura tak tahu kalau dia sedang diperhatikan sang istri.

Alvaro memejamkan matanya ketika Naufa berlahan menyentuh salah satu bekas lukanya.

"Dek..." lirih Alvaro.

"Ini... kenapa, Bang?" tanya Naufa ragu. Naufa mendorong tubuh Alvaro dan menatapnya marah, "gak usah pake acara meluk-meluk!" saat Alvaro berbalik lantas memeluknya.

Naufa mundur beberapa langkah. Dia marah, tapi dia tetap peduli pada sang suami. Bagaimana pun dia tetap mencintai suaminya.

Alvaro tersenyum licik, "Adek mau tau ini kenapa? Abang kasih tau kalau Adek gak marah lagi sama Abang," tawar Alvaro. Naufa memutar bola matanya dan berkacak pinggang.

"Gak penting buatku," Naufa melengos pergi. Baru menyentuh gagang pintu, Naufa teringat dia hanya memakai kimono. Mana mungkin dia keluar dengan keadaan begini. Mau minta tolong Alvaro mengambilkan koper gengsinya melanda.

"Adek gak mau minta tolong Abang buat ambilin baju?" Alvaro merebahkan dirinya ke kasur. Menatap Naufa dengan penuh kejailan.

"Gak, makasih. Naufa mau tidur lagi kok," Naufa membatasi dirinya dan Alvaro menggunakan guling yang ditaruh di tengah-tengah kasur.

Alvaro tersenyum, memandang Naufa dengan senyumnya, "Dek, yakin mau tidur pakai itu? Jangan salahkan Abang kalau khilaf loh."

"Abang mau aku usir dari kamar ini? Inget ya aku masih marah sama Abang dan belum ngakuin Abang sebagai suamiku! Lagian aku gak ada tuh ngerasa ngajuin diri jadi persit, gak ada ikut sidang nikah, dll"

"Masa? Kamu ikutin kok itu semua. Remember?" Alvaro menyeringai. Naufa tak percaya. Jadi selama ini dia? Astaga Tuhan!

Naufa berdiri dan mengitari ranjang, "Ayo! Keluar sekarang!!" Naufa menarik lengan Alvaro.

Namun, sedikitpun tubuh Alvaro tak tergeser, "Jangan marah lagi, oke?" Satu tarikan dan Naufa jatuh kepelukannya. Alvaro mencium puncak kepala Naufa dan memeluknya erat.

Naufa meronta minta dilepaskan. Gengsi perempuan satu ini besar juga ternyata.

"Manusia mana yang mau pernikahannya kaya jebakan gitu?" tanya Naufa setelah berhasil lepas dari pelukan Alvaro.

"Buat Abang, selama yang menikahi Abang adalah orang yang Abang cintai, Abang baik-baik saja," jawab Alvaro mantap.

Ya benar! Untuk apa marah? Toh kau menikah dengan orang yang kau cintai juga kan? Naufa terdiam.

[TAHAP REVISI TIPIS"] Surprise Marriage [RUN IN LOVE II]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang