16. Teror

5.8K 398 34
                                    

Wajah Alvaro kaku menahan amarah, dibelainya pipi Naufa masih basah karena menangis. Naufa tertidur di pelukan Alvaro setelah lelah menangis. Alvaro marah. Alvaro marah pada siapa saja yang membuat istrinya menangis. Alvaro bersumpah, siapa saja yang melakukan ini akan menerima akibatnya.

"Tidur yang nyenyak, Sayang. Abang cinta kamu."

Alvaro merebahkan Naufa di kasur, mengatur posisi untuk gadisnya senyaman mungkin. Sebelum pergi, Alvaro mengecup perut Naufa. "Dek, jagain Mama, ya? Papa pergi sebentar," tuturnya. Ada seutas senyuman di bibir tipisnya jika mengingat tak lama lagi dia akan menjadi seorang ayah.

***

"Ron, ikut Saya!" tukas Alvaro datar dan tegas.

"Siap, Bang!" Roni menjawab dengan sama tegasnya. Dia menyenderkan senapannya di sebelah meja jaga sebelum menghampiri Alvaro yang berdiri satu  mater dari samping pos jaga.

Roni mengikuti langkah Alvaro tanpa banyak tanya. Dia paham betul dari ekspresi Alvaro yang kaku. Teman sekaligus atasnnya ini sedang marah. Dia tidak tahu apa kesalahan yang ia perbuat, tapi yang ada di benaknya adalah paket yang diantarkannya tadi bermasalah.

"Kamu ingat wajah penganter paket-nya?"

"Siap, ingat, Bang!"

"Tolong buat sketsa wajahnya?"

"Em, izin, Bang. Kenapa tidak lihat di CCTV saja? Wajahnya pasti terekam di CCTV depan."

Alvaro diam, bodoh!, makinya pada diri sendiri. Dia melupakan CCTV yang berada di depan portal.

"Ah, iya. Gue lupa," tukas Alvaro. Gestur Roni menjadi santai ketika Alvaro berbicara dengan bahasa non-formal.

"Kenapa? Ada masalah sama paketnya?" tanya Roni.

"Em, gue belum bisa cerita. Cuma, gue minta tolong bikinin sketsa wajah yang anterin paket tadi, besok pagi gue juga bakal minta izin buat meriksa rekaman CCTV. Ada sesuatu yang harus gue selidikin," terang Alvaro. Roni mengangguk.

"Besok pagi gue serahin sketsa wajahnya. Gue lanjut jaga dulu." Alvaro mengangguk dan berterima kasih pada Roni.

****

"Bunuh!"

****

"Yakin nggak papa? Nggak usah masuk dulu deh. Abang khawatir sama kamu," Alvaro enggan membiarkan istrinya masuk kelas hari ini. Selain dia takut Naufa kecapekan, dia juga takut peneror yang entah siapa itu akan menyakiti Naufa.

Naufa mengangguk dengan senyumnya, "aku bisa jaga diri kok, Bang. Dan, nggak mungkin peneror itu sampai berani nyakitin aku di sini. Aku bakal selalu ada di tepat ramai kok. Kan, ada Rangga juga," tukas Naufa ketika melihat Rangga yang berjalan ke arah mereka.

Alvaro menoleh ke belakang, ke arah Rangga. Pada akhirnya memang hanya Rangga yang bisa ia andalakan saat di kampus untuk menjaga Naufa.

"What's up?" sapa Rangga dengan wajah cerianya.

"Rangga, saya minta tolong buat jagain Naufa selama di kampus," kata Alvaro to the point. "Dia lagi hamil," tambah Alvaro. Mata Rangga membola, Rangga terkejut bukan main.

"Lo hamil? Sumpah?! Ternyata lo cewek beneran, ya?"

"Rangga, please lawakan lo nggak lucu!" sahut Naufa malas.

"Saya benar-benar minta tolong sama kamu," ulang Alvaro. Rangga mengangguk-anggukkan kepalanya dan mengibas-ngibaskan tanggannya di depan Alvaro.

"Nggak usah khawatir, gue jagaain dia kok, Bang. Apalagi dia bumil sekarang. Gue jagain 24 jam deh."

[TAHAP REVISI TIPIS"] Surprise Marriage [RUN IN LOVE II]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang