17. Tenang Sekejap

5.9K 344 44
                                    

Naufa menyimpan gawainya. Mematikannya. Tak ingin diganggu. Malam ini yang dia inginkan hanya menghabiskan malam bersama suaminya, Alvaro. Hanya itu. Sebuah keinginan sederhana.

Naufa menyiapkan makanan seperti biasa. Hari ini makanan yang ia masak bisa terbilang sederhana. Hanya sayur bening, ikan goreng, dan sambal terasi. Hanya itu. Naufa bersandar pada kulkas, mengusap perutnya yang masih datar. Kelopak matanya menyembunyikan mata penuh kecemasannya. Otaknya terus menerka-nerka siapa dalang dibalik teror ini? Bagaimana orang itu mengetahui bahwa dirinya hamil, phobianya, dan bahkan setiap gerak-geriknya.

Nomor orang itu selalu berganti-ganti, bahkan orang itu sudah dipastikan orang yang pintar. Rangga dibantu bodyguard ayahnya bahkan tak berhasil melacak di mana posisi orang itu melalui nomor telponnya.

Naufa membuka matanya, berjalan ke depan untuk menyambut Alvaro pulang. "Assalamualikum," Alvaro tersenyum manis, pun Naufa. Beban dan lelah Alvaro hilang begitu saja ketika melihat sang istri tersenyum.

"Waalaikumsalam," jawab Naufa. Naufa mencium tangan Alvaro. Alvaro yang baru pulang selepas dinas langsung memeluk Naufa dan mencium bibir manisnya.

"Abang kangen," bisik Alvaro lembut. Naufa tergelak.

"Ya, Adek juga."

"Dan. . . Papa kangen banget sama jagoan Papa ini," Alvaro berlutut dan mencium perut Naufa.

"Yakin banget debaynya cowok."

Alvaro mendongak, dia tersenyum sebelum berdiri. "Abang yakin 100% debaynya cowok. Setelah dia lahir dia akan bantu Papa-nya untuk menjaga bidadari kesayangannya dan Papa-nya."

"Bidadari? Wah Abang selingkuh sama bidadari? Nau kecewa," rajuk Naufa pura-pura.

Alvaro tersenyum menggoda, "loh kok bidadarinya nggak sadar diri, sih?" gerutu Alvaro dan memeluk Naufa dari belakang. Naufa tertawa karena Alvaro menggelitik perutnya. "Adek masak apa?" tanya Alvaro pada akhirnya. Dia kelaparan.

"Sayur bening sama ikan goreng doang."

"Makan yuk? Abang laper."

Naufa menyendokan nasi ke piring Alvaro, meletakkan ikan goreng, dan menuangkan sayur bening. "Terima kasih, Sayang," tutur Alvaro. Naufa mengangguk dan tersenyum.

Mereka makan dengan hening. Senyum keduanya tak setulus biasanya. Pikiran mereka sama-sama melayang pada siapa dalang dibalik teror ini?

"Sebentar lagi kamu UAS kan?" Alvaro membuka percakapan. Naufa mengangguk. "Habis UAS libur panjang?" tanya Alvaro lagi. Naufa mengangguk lagi. "Mau ke Jogja? Liburan di rumah Mama sama Abah?"

"Boleh?" tanya Naufa. Alvaro mengangguk. "Tapi, Abang gimana? Nggak mungkin Abang bakal dapat cuti panjang kan?"

"Selama liburan kamu di Jogja aja. Abang rasa kamu akan lebih aman di situ. Siapa pun pelaku teror itu pasti ada di Bandung. Bandung nggak aman untuk kamu, Sayang. Dan, selama kamu libur Abang akan coba cari tahu siapa dia. Untuk itu, Abang nggak bisa sekaligus lindungin kamu," terang Alvaro.

Naufa menggeleng tidak menyetujui perkataan Alvaro, "gimana kalau dia ke Jogja? Siapa yang bakal ngelindungin aku? Aku enggak mau Abah sama Mama khawatirin aku, apalagi sampai mereka dalam bahaya. Bang, tempat teraman aku itu di dekat, Abang, di Bandung. Setidaknya masih ada Bang Zavi, Bang Ken, Rangga, dan Abang-abang tentara di sini."

"Ya, kamu benar. Tapi, di Jogja mungkin kamu bisa menenangkan diri, Sayang. Di Jogja. . ."

"Aku tenang di dekat, Abang," potong Naufa. Alvaro menatap Naufa dalam diam selama beberapa saat. "Bisa kita akhiri pembicaraan ini? Aku cuma mau malam ini tenang sama Abang. I just want to spend my night with you. I don't care with anything," lanjut Naufa. Alvaro meremas tangan Naufa lembut.

[TAHAP REVISI TIPIS"] Surprise Marriage [RUN IN LOVE II]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang