--Aku hanya sebagai perantara disaat pemeran utama tidak ada. Dia tempatmu pulang sedangkan aku hanya sebagai tempatmu singgah sebentar saat lelah bertualang--
Vidya Ryazna
Keesokan harinya, Alfa berangkat dengan Vidya. Mereka berniat untuk meminta maaf dan berterima kasih kepada Mahar atas kejadian tadi malam.
Mereka segera menghampiri kelas Mahar. Kebetulan, ia ada diluar bersama................. Bulan.
"Har" panggil Alfa.
Mahar pun berpamitan ke Bulan dan menghampiri Alfa juga Vidya.
Alfa segera memeluk Mahar.
"Makasih dan Maaf, maaf buat segalanya lo temen terbaik gue har. Maafin atas kesalahan gue kemarin" ucap Alfa tulus.
"Haha, lagian lo sih sosoan musuhin gue, terharu jadinya" balas Mahar terkekeh.
Vidya hanya menatap Mahar lama. Hening . . . . . . . . .
Mengulurkan tangan dan berkata,
"Thanks Har, for all" ucapnya.
Mahar akan membalas jabatan tangan Vidya, tetapi bulan menghampiri dan memeluk tangan Mahar.
"Yang, kita ke kantin yuk. Aku laper" ajak Bulan.
Maharpun mengangguk
"Nope Vid, Al duluan" pamitnya.Hampa . . . . . Kosong . . . . .
Itulah yang dirasakan Vidya, saat pengucapan terimakasih yang dibalas dengan rasa pedih. Kebahagiaan terpancar pada keduanya namun tidak dengan Vidya.
Ia sempat berharap untuk buta pada saat Bulan dan Mahar tadi bersama. Ia harus belajar merelakan. Cinta pertama dengan perjuangan dan sejuta air mata, lewat tangisan.
Alfa pun merangkul pundak Vidya dan membisikkan sesuatu. "Tenang lo masih ada gue, dan Alleta"
Vidya bergeming dan menatap kosong ke arah depan.
👾👾👾
Saat istirahat, Alleta ditarik duluan oleh Abi dan Alfa sedang rapat Futsal. Terpaksa Vidya sendiri, walaupun tadi Alleta sempat menemani.
Ia tidak lapar, jadi Vidya memutuskan untuk berkeliling sekolah saja. Ia melihat Sinta, dia pun sepertinya menyadari. Namun, Sinta segera menundukkan pandangan dan memutar arah, berlari. Mahesa benar, Sinta gaberani ngusik gue lagi.
Vidya melihat Alfa di lapangan basket sedang berdiskusi dengan timnya dibawah arahan Mahar tentunya. Alfa melirik Vidya dan memberi isyarat tunggu lewat tatapan mata.
Vidya mengerti dan berbalik untuk duduk di kursi yang disediakan di koridor. Namun, . . . . . . . . . .
BUG!!
Sebuah bola basket mendarat tepat di punggung Vidya. Dia memejamkan mata untuk Menahan tangisan dan nyeri. Tetapi ini sangat sakit, sungguh.
"Ka maaf ya, tadi temenku ga sengaja. Kakak gapapa kan?" ucap seorang adik kelas perempuan khawatir.
Vidya mengangguk dan tertatih menuju kursi. Adik kelas itu membantu.
"Sekali lagi, maaf ya kak" ucapnya mengambil bola dan kembali ke lapangan.
Tiba-tiba, tangan Vidya ditarik kuat menuju UKS. Vidya sanggup berlari, namun rasanya tulang punggungnya sangat sakit.
Ia khawatir lukanya kembali terbuka. Ia tidak tahu siapa yang menariknya. Karena Vidya terlalu sibuk memejamkan mata, menahan sakit.
"Gue benci, saat lo pura-pura kuat gini"
DEG.
Vidya membuka mata, dan
"Ma . . . . . har?" ucap Vidya lirih.
Ia tiba-tiba membuka seragamnya.
"Ganti, obatin luka lo ke petugas UKS"
Vidya hanya menatap Mahar sendu, yang ditatap hanya memalingkan wajah ke arah lain. Sejenak, mereka dilanda keheningan. Berusaha mencari arti dari semuanya, berusaha mengerti bahwa sekarang tinggal hati yang bicara. Biar hati yang mengerti.
Vidya memejamkan mata dan menangis. Sekeras-kerasnya ia dalam menahan air mata, tetapi dihadapan Mahar. Ia tidak pernah bisa, sungguh.
Mahar menoleh dan tangannya bergerak untuk menghapus air mata Vidya, berusaha meringankan beban dihati keduanya.
Tapi, Mahar Salah. Itu hanya akan membuat Vidya semakin terluka dan terus berharap. Sedangkan pemeran utamanya saja sudah enggan ditatap, Apalagi menetap.
Saat tangan Mahar hampir sampai di pipi Vidya, pintu UKS terbuka dan ada suara yang membuatnya menarik kembali tangannya.
👾👾👾
KAMU SEDANG MEMBACA
HE
Teen FictionKupersembahkan luka yang membuat rasa. Dia, seseorang yang tidak pernah kuduga sebelumnya. Yang menggoreskan luka bukan dihati, namun didahi. Namun, apapun yang dinamakan luka pasti akan membekas. Sama seperti rasa yang tumbuh kepadamu. Kau menguba...