Pertandingan lalu dimulai, Mahar tetap dipercaya sebagai kapten walau kakinya belum pulih 100%. Tetapi dia terlihat benar-benar semangat.
Dengan kaki kiri nya yang penuh skill sama seperti kaki kanannya dia mengoper kesana kemari dengan baik. Alfa dapat mengimbangi umpan Mahar maupun memberi umpan.
Meskipun tidak menciptakan gol tapi Mahar adalah striker yang baik. Babak pertama berjalan dengan lancar sampai wasit meniup peluit sebagai tanda water break terlebih dahulu dengan skor 1-0 untuk Tim Mahar.
Lawan kali ini cukup berat dikarenakan ukuran tubuh mereka yang lumayan besar jika dibandingkan dengan Alfa dan kawan-kawannya yang bertubuh ideal.
Hingga pada saat babak ke-2 dimenit ke 23 lewat 10 detik kejadian mengejutkan membuat kekhawatiran Vidya semakin menjadi.
Ya, Mahardika terbaring di tengah lapang sambil memegang lukanya serta berteriak kesakitan. Lawannya dengan no punggung 11 yang bernama Rizki entah secara sengaja maupun tidak menendang tulang kering di kaki kanan Mahar yang otomatis membuat si pemilik luka meringis.
Vidya langsung berlari menuju lapangan menerobos kerumunan untuk melihat dan membawa Mahar ke RS.
"KENAPA KALIAN CUMA NONTON AJA? BAWA DIA KE RUMAH SAKIT!!" bentak Vidya.
"Vid, disini ada peralatan lengkap. Tim medis lagi ngambil dulu" ucap coach mencoba menenangkan.
"Yaudah cepet tanganin. Gue gamau dia kenapa-napa" ucap Vidya lelah.
"Vid" Mahar menggenggam kedua tangan Vidya erat.
Dia berusaha menghapus air mata Vidya walaupun lukanya terus berdenyut sehingga ia harus menahan ringisan dengan menggigit bagian dalam mulutnya.
Vidya meletakkan kepala Mahar ke pangkuannya, Alfa membantu dan ikut prihatin melihatnya. Alfa merangkul Vidya menyalurkan kekuatan.
Tim medis tergopoh-gopoh datang dan ketika sudah hampir membuka sepatu Mahar, mereka ditahan pergerakannya oleh Mahar sendiri.
"Gausah obati saya, saya gapapa kok. Saya hanya butuh bicara sebentar dengan Vidya dan teman-teman" pintanya.
"Har" mohon Vidya.
"Tetapi ini lukanya mengalami robekan dan kemungkinan besar terjadi patah tulang" ucap tim medis yang hanya diabaikan oleh Mahar.
"Vidya, maafin Mahar yang belum bisa bahagiain kamu. Yang ga sepenuhnya bisa bikin kamu merasa terjaga. Maafin Mahar yang sering menyulitkan.
Makasih karena selama ini selalu ada buat Mahar. Argh. . . shh Teman-teman tim futsal kebanggaan sekolah sama coach makasih udah bantu Mahar buat menciptakan kenangan yang nanti bakalan diulang saat hari akhir.
Terutama lo Alfa, Alleta, Abi. Shh. . . Gue titip Vidya sama kalian. Bilangin sama mama juga papa makasih udah sabar ngebesarin Mahar yang sampai saat ini belum bisa ngebahagiain mereka.
D-dann. . terakhir, maaf Vid Mahar belum ngasih kepastian selama ini. Dan kalau sekarang emang Vidya mau jadi pa-pacar Mahar disaat-saat terakhir. . . gini?" tanyanya lirih.
Meskipun diabaikan, tim medis tetap melakukan usaha terbaiknya. Mereka sampai memasang kan alat pembantu pernapasan karena ucapan Mahar sudah terputus-putus dan kehilangan banyak darah.
Sehingga entahlah bagi Vidya apakah ini awal atau bahkan akhir?
"Kamu-u shh mau-u ga gak jad. . ii pa. . car Ma. . har?" tanyanya melemah sampai akhir kalimat.
Pas setelah tim medis selesai memasangkan alat pendeteksi jantung. Yang setelah itu mata Mahar terpejam dan mesin EKG hanya membunyikan satu suara panjang, yang memekkakan telinga.
"MAU HAR GUE MAU, PLIS LO BANGUN JANGAN PERNAH PERGI. MANA JANJI LO HAR? BANGUN!!" Vidya berteriak histeris sambil menggoyangkan tubuh Mahar.
Vidya bangun dan menarik kerah baju Rizki dan mulai memukulkan tangannya ke dada Rizki seolah ia berharap dengan cara itu Mahar akan bangun. Sampai dia lelah dan pukulannya melemah.
"Kenapa lo buat dia kayak gini?" ucapan Vidya melemah dan ia ambruk ke dalam pelukan Rizki yang menahannya.
Rizki kemudian mengeratkan pelukan.
"Maafin gue maafin gue" lirihnya.Dibawah naungan langit kelam dan angin bergemuruh menyuarakan tentang suatu kehilangan yang kami rasakan.
Entah ini usai atau bahkan baru dimulai.
End.
KAMU SEDANG MEMBACA
HE
Teen FictionKupersembahkan luka yang membuat rasa. Dia, seseorang yang tidak pernah kuduga sebelumnya. Yang menggoreskan luka bukan dihati, namun didahi. Namun, apapun yang dinamakan luka pasti akan membekas. Sama seperti rasa yang tumbuh kepadamu. Kau menguba...