--Sebab tujuanku hanya Kamu, entah kemana saja kamu akan pergi jauh. Pasti kutemukan, si pemilik rindu itu--
Mahardika Raja
Saat sampai di RS, Mahar Masuk ke ruangan yang sama seperti terakhir kali ia dipukul Alfa. Disana Vidya sedang tertidur dengan damai di brankar.
Alfa yang tertidur pulas di sofa. Hanya ada mereka berdua, sepertinya mereka amat lelah sampai suara pintu terbuka saja mereka masih terlelap.
Mahar menyimpan tas disofa dan berjalan menghampiri Vidya. Ia melihat Vidya dan memejamkan mata menahan gejolak ego.
Ia sangat ingin mengusap kepala Vidya dan menyeka keringat dinginnya. Namun, sekali lagi dia terhalang ego.
Setelah beberapa lama berperang dengan egonya. Ternyata dia kalah, tangannya tergerak dengan sendirinya, tanpa ia duga mengusap penuh sayang kepala Vidya.
'Sesulit ini Vid? Sakit, kesedihan itu bukan hanya ada di lo. Tapi gue ikut merasakan, entah dorongan siapa. Tapi gue gapernah bisa buat bersandiwara'
Malam datang dan Mahar keluar ruangan untuk pulang. Dia menulis di notes untuk ditempel di tiang infus Vidya.
'Ini malam, ditemani rindu menikam. Gue lebih suka tatapan membunuh, makanya lo sembuh :)'
Mahar mengusap lengan Vidya dan membelai pipinya menyalurkan kekuatan, berbalik dan pergi kemudian.
CEKLEK
pintu pun tertutup bertepatan dengan air mata yang meluruh di Mata Vidya."Tapi disini dengan adanya lo Har, rasanya lebih sakit" ucapnya tertahan. Menunjukkan betapa rapuhnya Vidya saat ini.
Dia terus menangis sampai terisak hebat dan menjerit. Alfa terkejut dan bangun melihat Vidya yang sedang menjambak rambutnya frustasi sambil menubrukkan punggungnya ke brankar.
Posisi Vidya sudah dilantai dan ia menyakiti dirinya sendiri.
"VIDYA!!" Alfa menghampiri dan memeluk mencoba menenangkan.
Tetapi Vidya terus-terusan memukul Alfa dengan tangannya, namun itu tidak ada apa-apanya karena tenaganya yang semakin melemah.
Baju rumah sakit pun telah penuh dengan darah dibagian punggung Vidya, padahal itu baru saja dijahit ulang tadi. Sebenarnya Vidya mengapa? Alfa tidak mengerti.
Suster kemudian datang dan membius Vidya agar tenang.
'Aneh, padahal gue ga panggil siapapun kenapa ni suster tiba-tiba dateng?'
"Maaf mas, tindakan selanjutnya kami akan bawa pasien kembali ke ICU. Tolong hubungi orangtuanya dan tanda tangan surat ini, berikan kepada dokter yang bersangkutan. Permisi, saya akan menyiapkan alat dan ruangannya terlebih dahulu"
Alfa memejamkan mata dan mengepalkan tangan. Matanya merah menahan tangis, jarinya mengetik pesan untuk Vina.
Dia menghampiri brankar Vidya dan melihat notes di tiang infus. Alfa membacanya dan segera meremasnya kuat. Alfa memejamkan mata dan air matanya meluruh.
'Kenapa harus Vidya? Alfa tidak pernah sanggup'
💃💃💃
Alleta datang dan segera memeluk Alfa. Mereka sama rapuhnya, lalu siapa yang akan menjaga?
Bisakah mereka merubah Vidya seperti dulu? Yang dingin dan ketus. Meskipun jarang tersenyum tidak mengapa, itu lebih baik daripada mereka melihatnya dengan baluran air mata, dan kesakitan yang mendalam.
"Al, kita harus kuat buat Vidya" ucap Alleta.
Alfa melepaskan pelukan, mengangguk dan tersenyum.
Vina kemudian datang dan segera mendatangani surat tersebut. Ia merelakan Vidya ada diruangan penuh perjuangan antara hidup dan kematian itu, sekali lagi. Dan ia harap itu yang terakhir.
Vina dan Fadya tidak pernah berpikir Vidya akan mengalami hal seperti ini. Semua terlalu beresiko untuk dialami anaknya, tapi sekali lagi mereka tidak dapat merubah takdir yang telah di rencanakan oleh-Nya.
Dan satu yang mereka tanamkan dengan yakin, Vidya akan baik-baik saja.
💃💃💃
KAMU SEDANG MEMBACA
HE
Teen FictionKupersembahkan luka yang membuat rasa. Dia, seseorang yang tidak pernah kuduga sebelumnya. Yang menggoreskan luka bukan dihati, namun didahi. Namun, apapun yang dinamakan luka pasti akan membekas. Sama seperti rasa yang tumbuh kepadamu. Kau menguba...