Sixteen

7.5K 780 98
                                        

Jimin mengusap rambut Taehyung dengan lembut saat melihat mata pemuda itu sedang mencoba untuk terbuka sepenuhnya.

Senyum ia kembangkan saat Taehyung sudah benar-benar bangun dan menatap penuh kehangatan. Lengan pemuda yang sedang berbaring itu terangkat menggapai pipi mulus Jimin dan mengelusnya, sayang.

"Jimin-ah." Suara berat dan serak khas orang yang baru terbangun menyapa gendang telinga Jimin, membuat senyuman sebelumnya bertambah lebar. Wajah yang sekarang sedikit terhalang oleh nasal kanula tetap terlihat tampan di mata Jimin.

"Malam, Taehyung," sapa Jimin, hari memang sudah malam. Empat hari yang lalu, Taehyung terbangun dari tidur panjangnya, dan sampai saat ini keadaan pemuda Kim tersebut cukup membaik.

"Malam, Jim. Terima kasih," ucap Taehyung lagi, membuat Jimin menautkan alisnya dan menatap penuh tanya. Pemuda yang setia berbaring tersebut tidak bisa menahan kekehan, karena demi apa pun. Jimin sangat lucu ketika memasang ekspresi seperti itu.

"Karena selalu menjadi sosok pertama yang aku lihat ketika membuka mataku." Ucapan Taehyung membuat Jimin tersipu.

Pemuda mungil tersebut kemudian menggenggam telapak yang lebih besar darinya. Tidak tahu harus menjawab apa, hanya mengelus punggung telapak Taehyung perlahan.

Suara pintu terbuka menginterupsi mereka. Jimin buru-buru melepas genggamannya.

Seokjin, Namjoon beserta Sungjae terlihat memasuki ruangan. Dua di antara mereka membawa kantung plastik yang sepertinya berisi makanan.

"Halo, Tae." Sungjae menyapa ketika sudah mencapai ranjang sang sahabat. Jimin bangkit dari kursinya, memberi ruang untuk pemuda tersebut.

"Halo Sungjae-ya. Aku dengar kau sudah sembuh sejak seminggu yang lalu, kenapa baru menjengukku sekarang, eoh?" tanya Taehyung dengan nada menuntut.

Seokjin dan Namjoon saling pandang, sementara Jimin berjalan ke arah mereka untuk membantu membereskan barang bawaan kedua kakak Taehyung tersebut.

Sungjae terlihat gugup, ia belum siap untuk menceritakan kesalahannya pada Taehyung, sekalipun Jimin sendiri dengan mudah memaafkannya beberapa hari yang lalu.

"Aku tidak berani bertemu denganmu Tae." Sungjae terkekeh canggung, membuat Taehyung menatapnya tidak mengerti.

"Memangnya kenapa? Kau ini aneh sekali. Aku kan bukan monster yang akan menerkammu. Untuk apa menunggu berani dulu, baru menjengukku?"

"Karena aku bersalah, Tae." Kali ini pandangan Sungjae berubah sendu.

Dan setelahnya, Sungjae menjelaskan semua tindakan bodoh yang ia lakukan terhadap Jimin. Juga ketidak hati-hatian saat mengemudi hari di mana mereka kecelakaan.

Keluarga Kim memang meminta Sungjae sendiri yang menjelaskan semuanya langsung pada Taehyung.

Tidak ada yang bisa menebak apa yang sedang dipikirkan oleh Taehyung saat ini. Pemuda bersenyum kotak itu terlihat merenungi suatu hal seraya memperhatikan Jimin yang duduk manis di sofa ujung ruangan bersama kakak dan calon kakak iparnya.

"Jadi kau mencoba menekan Jimin, begitu?" tanya Taehyung setelah beberapa saat terdiam. Sungjae mengangguk dan menunduk semakin dalam, tidak berani menatap sahabat sejak kecilnya tersebut.

"Aku minta maaf, Tae. Saat itu aku dibutakan oleh keinginan bersaudara denganmu. Dalam artian memiliki ikatan kekeluargaan. Apalagi noona-ku benar mencintaimu sejak lama."

"Tapi bukan salah Jimin jika aku mencintainya. Mengapa kalian selalu saja menyalahkan dan menekan Jiminku?" Taehyung tidak bisa menurunkan nada suaranya, andai saja ia sedang tidak dalam kondisi yang lemah. Sungjae pasti sudah tersungkur ke lantai saat ini.

Fate [VMin]√Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang