I K C : PART 3. HINGGA AWAL MALAM

258 20 2
                                    

Kahfi membuka tangan yang menutupi wajahnya, terlihat jelas orang yang memanggil namamya tersebut adalah sahabatnya Rey dan Rebecca.

"Tadi Dhifa WA kita, katanya dia pulang hari ini terus ngajakin ketemuan di rumah Kak Dhirga tapi pas kita sampe kesana, kak Tisya lagi gendong Raisa yang nangis terus ada bekas darah pas kita tanya. Dia bilang, Dhi... "

Rebecca tak sanggup melanjutkan ucapannya, air matanya sudah menetes ketika melihat respon Kahfi yang mengangguk perlahan. Dan saat itulah Rey melihat Kahfi benar-benar berada di titik lemah, Kahfi menangis menceritakan kejadiannya sembari menantikan dokter yang tak kunjung keluar dari IGD.

"Astaghfirullah, Ya Allah Dhi. " Rebecca menangis ia tak tega lagi-lagi Dhifa kembali dirawat di rumah sakit.

Dari celah kecil inilah, mereka melihatmu bahkan walau kau tak tahu. Aku rindu tawa dan suaramu, kumohon sadarkanlah ia Ya Allah. Sudah banyak yang ia alami, ia juga pasti tak mau kembali berada di titik lemahnya, namun jika ini adalah caraMu untuk menghapus dosanya maka sadarkanlah ia sesegera mungkin Ya Rabb, biarkan hamba bersamanya, dan selalu bersamanya, -gumam Kahfi yang meneteskan air matanya.

Di koridor rumah sakit yang dingin ini. Kahfi, Dhirga, Rey dan Rebecca menanti kabar dari sang dokter. Rebecca pergi ke kantin rumah sakit membeli makanan sendirian, ia melihat Ayah dan ibu Dhifa serta Mama, Papa Kahfi dan Kak Tisya yang nampak cemas. Rebecca menghampiri mereka dan membawa mereka ke ICU.

Ibu Dhifa hampir tak sadarkan diri, ketika melihat Dhirga dan Kahfi yang sudah berlinang air mata. Mereka saling menguatkan. Dokter keluar dari ruang bertuliskan tersebut.

"Keluarga pasien?"

"Saya suaminya, dok. "

Kahfi menuju keruangan dokter ditemani oleh Rey. Sedangkan Ibu, Ayah, Eca, Tisya serta Dhirga masuk kedalam ruang ICU melihat kondisi Dhifa yang terbaring lemah. Sedangkan Mama dan Papa Kahfi menunggu diluar untuk bergantian masuk.

Ibu tak bisa menahan air matanya, kini tetesan air mata itu membasahi pundak Ayah. Begitu pula Tisya dan Dhirga, dan Eca yang tak sanggup melihat sahabatnya lagi-lagi mengalami peristiwa yang membawanya kembali ke rumah sakit.

"Ya Allah, Dhi... Dhifa, yah..." Dewi tak sanggup berkata-kata, yang ia lihat jelas dengan mata kepalanya sendiri ialah Dhifa yang kepalanya di balut dengan perban dan khimar yang sudah berlumur darah di dalam keranjang sampah.

Rebecca mengeluarkan sebuah kado dari kantong plastil berwarna putih. Hadiah yang akan ia berikan kepada Dhifa itu, ia buka terlebih dahulu dan menampakkan khimar panjang berwarna mocca. Rebecca dan Tisya memakaikan jilbab secara perlahan, mereka sangat berhati-hati apalagi kepala Dhifa yang masih terbalut dengan perban. Khimar yang Dhifa kenakan tadi sudah berlumur darah yang lengket dan sudah Rebecca simpan di kantong plastik yang hendak ia buang.

Sementara itu, Kahfi dan sang dokter bercakap-cakap.

"Bagaimana kondisi istri saya, dok?"

"Istri Anda mengalami luka di bagian kepalanya, benturan keras yang menghantam tempurung kepala bagian depan diagnosa sementara istri Anda dikhawatirkan mengalami amnesia ringan. Dan kami sarankan untuk beristirahat dirumah sakit beberapa hari lagi. " ujar sang dokter.

Kahfi ditemani Rey mengurus administrasi untuk pindah kamar. Sebenarnya Kahfi ingin memasukkan Dhifa di ruang kamar kelas 2 agar Dhifa tetap bisa mengobrol bersama pasien lagi jika sedang tidak ada yang menjaga. Namun semua kamar penuh. Dan hanya ada kamar kelas 1 dan VVIP.

Dhifa dipindahkan di ruang rawat inap. Roda ranjang rumah sakit berdecit, membawa seorang wanita yang kini belum sadarkan diri, malamnya wanita itu sadar ketika mendengar ucapan salam yang diucapkan seorang imam beserta jamaahnya dalam sholat di ruang kamar rawat inapnya.

Ia hanya melihat, memperhatikan tanpa sepatah kata keluar dari bibirnya, lalu seorang gadis kecil manis yang ikut sholat menoleh kebelakang dan mendekati ranjang wanita yang tengah terbaring itu. Dengan mukenah yang masih ia kenakan, ia berjalan meraih tangan wanita yang ia sebut Ante itu.

"Halo.." sepatah kata keluar dari bibir Dhifa, ia tersenyum.

Selesai menunaikan ibadah sholat maghrib. Para keluarga menyadari Dhifa yang sudah sadar.

"Dhi.."

Kahfi menitihkan air mata, raut wajah bahagia terpampang jelas di wajahnya. Dhifa tersenyum melihat Kahfi bersama orang-orang yang ia cintai berada di sekelilingnya.

"Kamu kenapa? Jangan nangis. "

Dhirga tersenyum lalu memeluk ibunya,merangkul Ayahnya dan mencubit pipi adiknya yang kini sudah siuman.

"Kejadiannya gimana, sih? " penasaran Rey.

"Aku nggak tau. "

"Yaudah ntar aja bahas soal itu. " ujar Dhirga.

"Kepala kamu dijahit, Dhi. " sahut Kahfi.

"Wajar aja sakit, emangnya berapa jahitan?"

"Cuma 12 jahitan, kalo nggak salah. " ujar Eca.

Tak pernah terbayang, kembali lagi ke rumah sakit adalah momok yang menakutkan bagiku. Rasa nya baru saja aku keluar dari rumah sakit karena tulang kaki ku yang retak. Semoga hamba selalu sehat Ya Allah, dan begitupun keluarga Hamba. Gumam Dhifa.

Istiqomah Karena Cinta (SEQUEL HIJRAHKU BAWA AKU PULANG) [REVISI]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang