I K C : PART 20. SABAR

190 15 2
                                    

Layar kaca televisi sedang mencoba terhubung dengan sambungan telpon via tatap muka. Rebecca sudah keringat dingin, ia gugup serta khawatir. Namun saat mendengar ucapan salam dari balik layar televisi, hati Rebecca tertegun dan ia kini bisa bernafas lega.

"Assalamu'alaikum.. om, tante, semua. " sapa seorang pemuda berambut gondrong kecoklatan yang kala itu mengenakan jas berwarna abu-abu. Dengan orang tuanya disisi kanan dan kiri. Serta beberapa keluarga seperti nenek, kakek, paman, dan dua orang sepupu.

Rey menyampaikan niat baiknya yang kemudian dilanjutkan oleh pembicaraan yang di sampaikan langsung dari kedua orang tua Rey.

Rey sekeluarga meminta maaf karena sudah mengundur acara lamaran di beberapa pekan lalu. Rebecca sebenarnya belum pernah menyampaikan sama sekali tentang keseriusan Rey kepada keluarga besarnya. Dan ketika mendengar ucapan sang ibunda dari pemuda bernama Rey itu, sontak keluarga Rebecca kaget namun masih mencoba untuk tetap fokus pada acara inti.

Setelah mendengar niat baik dari keluarga Rey, ayah Rebecca langsung menyerahkan jawaban pada sang putri bungsunya itu, dan Rebecca tentu menjawab iya. Mereka tersenyum, setelah itu sambungan telpon diakhiri. Dan Rebecca kembali ke kamar dengan senyum lepas.

Rebecca menghempaskan tubuhnya yang masih terbalut gaun brukat berwarna salem ke kasur kamarnya yang empuk. Mentari masuk ke kamar, mengucapkan selamat pada adiknya itu. Mentari juga bercerita, jika Rebecca ingin menikah duluan maka ia harus menyiapkan uang pelangkah karena mendahului sang kakak.

"Gue minta apartmen ya, Ca!" Ujar Mentari saat memeluk Rebecca.

Rebecca kaget, matanya melotot, tak habis pikir ia dibuat sang kakak. "Gila, lo. Lo pikir Rey anak sultan? Apartmen minta. " Rebecca melepaskan pelukan sang kakak.

"Hahaha!! Just kidding, sist, canda doang. Tapi gue yang nikah duluan ya. Lo setelah gue aja. Atau nggak bareng? Gimana? Biar irit biaya nya. "

Rebecca tidak masalah jika pernikahan mereka di buat menjadi satu acara bersama. Tapi Rebecca malah heran dan bertanya-tanya. Siapa pemuda beruntung yang mendapatkan hati sang kakak.

"Bentar, emang pacar lo siapa?"

Mentari menghela nafas. Ia sudah berhubungan cukup lama, namun selalu dirahasiakan. "Temen lo yang punya abang siapa aja?"

"Dhifa sama Dinda, kenapa?"

"Abangnya Dinda siapa?"

Rebecca kembali mengingat nama saudara laki-laki Adinda. "Mas Regi?"

Mentari mengelus lutut Rebecca. "Gue udah lama pacaran sama Regi. Tapi ya gitu, masih sering putus nyambung. Itu alesan kenapa gue nggak pernah bilang ke keluarga. Tapi selalu ada alasan buat gue sama Regi balikan. Iya sih gue tau, Regi sibuk makanya gue nggak betahan tapi sekarang, ngeliat lo sama Rey yang bahkan berjuang lebih lama dari gue, gue tau gimana caranya tetap bertahan sama satu orang. Dan itu Regi. "

"Serius lo? Masa gue nggak tau, emangnya lo kapan ketemu mas Regi? Kenalnya dari mana?"

Mentari menceritakan semuanya kepada Rebecca, tentang awal pertemuannya dengan Regi. Saat hari dimana Regi pulang kerumahnya di h-1 acara pernikahan adiknya yang batal.

"Inget nggak, waktu gue nginep dirumah Intan temen gue yang tinggal di Bandung?"

"Oh waktu itu, iya inget-inget kenapa?"

Mentari menceritakan bahwa saat ia pulang dan menaiki kereta api, ia duduk di dekat Regi yang saat itu belum ia kenal. Regi yang baru akan pulang karena adiknya akan menikah besok, mendapat kenalan baru yaitu Mentari.

"Singkat cerita, dia yang waktu itu pinjemin gue powerbank. Lo tau sendiri kan, gue sering lupa bawa charger, dan beberapa detik aja sebelum lo dateng jemput gue ke stasiun dia pulang duluan karena ojol nya udah sampe. Dia udah sempet nawarin sih, mau bareng atau nggak, ya kalo bareng dia bakal pesen taxi. Tapi gue kekeh, kalo lo mau jemput. "

Flashback On

"Lo serius nggak apa-apa? Gue duluan?"

Tampilan yang sangat sederhana namun memukau mata. Pemuda dengan hoodie hitam dan celana panjang berwarna cream lengkap dengan sepatu bertali. Rambutnya terbilang tebal, dan panjang. Mata dengan tatapan tajam. Batang hidung yang tinggi.

"Nggak apa-apa, lagian adek gue udah deket kok. "

Tak ada senyum, namun sangat terlihat bahwa diri Regi terkesan ramah.

"Kalo gitu, gue duluan ya. Ojol gue udah nungguin. "

Mentari mengangguk, dan mengucapkan terimakasih.

"Makasih ya, udah pinjemin powerbank. "

Punggung Regi lambat laun berjalan meninggalkan Mentari, namun ucapan selamat tinggal masih ia ucapkan. "Duluan. "

Flashback Off

"Dan setelah itu, lo baru dateng. "

Rebecca kagum, yang ia tau mas Regi adalah orang yang terkesan cool tapi tidak mudah ramah terhadap orang baru.

Perlahan semua kita lewati satu demi satu. Entah itu sedih yang mulai bangkit atau malah bahagia yang mulai hilang. Tapi tenang, selagi kita selalu berprasangka baik terhadap sang pencipta maka nikmatnya akan selalu hadir di setiap nafas kita.

Setiap doa dikabulkan, asal kita mau nunggu dan sabar. Contohnya gue, akhirnya Rey ngelamar gue, dan gue tinggal nunggu Rey pulang buat ngelewatin satu tahap terakhir di masa lajang ini. Gumam Rebecca.

Keesokkan harinya, Kahfi dan Dhifa membagikan makanan ruwahan. Sekedar membagikan disekitar rumahnya dan mereka mulai menyambut bulan puasa.

"Assalamu'alaikum.."

"Wa'alaikumussalam.."

Sepulangnya mereka dari rumah-rumah tetangga, mereka beristirahat sejenak di sofa. Sembari meluruskan kaki yang penat karena seharian berjalan.

"Capek ya, Dhi?"

Dhifa melepas jarum pentul di jilbabnya, ia menghela nafas.

"Ya lumayan. Tapi untung aja kamu bantuin masak, kalo nggak bisa kerepotan aku. "

"Coba tadi kita nganternya naik motor aja, pasti kamu nggak kecapekan gini kan. " keluh Kahfi yang melihat sang istri kelelahan.

Dhifa tersenyum. Ia lalu mengucapkan terimakasih kepada Kahfi karena sudah membantunya memasak. "Makasih ya, udah bantuin masak, beres-beres juga. "

Mendengar kata "beres beres" Kahfi baru ingat kalau Dhifa sedari tadi pagi sudah memintanya untuk membereskan kamar.

Flashback On

Dhifa sedang membangunkan Kahfi saat itu, Kahfi yang tertidur 15 menit  setelah ia selesai menunaikan sholat subuh, di minta Dhifa untuk merapikan tempat tidur mereka.

"Kahf, bangun. " Dhifa mengelus pipi Kahfi mencoba membangunkan sang suami yang sedari tadi hanya berdehem.

"Hmm, iya ntar aku bantuin masak.. 5 menit lagi ya.."

"Yaudah, aku ke dapur duluan ya. "

Dhifa meninggalkan kamar, lalu kembali ke kamar dengan ancaman.

"Tempat tidurnya di beresin ya, awas kalo nggak!"

Kahfi hanya mengacungkan jempol, lalu Dhifa menutup pintu kamarnya dan kembali ke dapur.

Flashback Off

"Aku mau istirahat di kamar aja. Nanti kamu tutup pintu ya. "

Dhifa menuju ke kamarnya, ia masuk dan menutup pintu kamarnya. Saat Dhifa sadar  betapa berantakannya tempat tidur, selimut yang masih belum dilipat, dan bantal yang jatuh ke lantai.

"Kahfi!!!"

Suara Dhifa terdengar sampai kerumah tetangga. Dhifa kini mencari Kahfi, ia mendapati Kahfi yang mencoba tersenyum seolah tak terjadi apa-apa.

"Maaf.. " ucap Kahfi penuh penyesalan.

Istiqomah Karena Cinta (SEQUEL HIJRAHKU BAWA AKU PULANG) [REVISI]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang