I K C : PART 24. COVID-19

87 8 2
                                    

Di lingkungan yang serba terbatasi seperti sekarang, internet menjadi salah satu komunikasi yang paling di andalkan. Sekolah, kampus, dan bahkan perusahaan sudah mulai melakukan pertemuan virtual, anak-anak sekolah yang belajar dari rumah, belajar via online, via grup whatsapp, classroom, dan masih banyak lagi.

Dan akhirnya, di saat situasi pandemi mulai mereda Embun dan Devano melaksanakan akad nikah tanpa mengundang banyak orang, termasuk sahabatnya. Embun kekeh ingin melaksanakan akad terlebih dahulu, dihadiri keluarga Devano dan keluarganya. Sedangkan sahabat-sahabatnya hanya dapat menyaksikan melalui video call. Acara berlangsung dengan khidmat. Para sahabatnya pun berurai air mata karena tidak bisa memeluknya secara langsung. Rey dan Rebecca yang juga harus menantikan hari esok yang lebih baik tanpa adanya keterbatasan bertemu, ruang dan waktu.

"Gue sama Rey, masih mau nunggu waktu yang pas Kahf, Dhi. Kita mau kalian semua hadir dan jadi saksi secara langsung hari jadi kita. " ucap Rebecca saat melakukan video call bersama Rey dan pasutri tersebut.

Rey menganggukkan kepalanya. Ia menatap Rebecca dengan penuh kesungguhan.

Berbeda negara, berbeda benua, jarak membentang luas namun hati tetap seiman.

Keesokkan paginya, rumah Dhifa mendapat kiriman hadiah sebut saja seperti hampers. Sebuah bingkisan yang ditujukan pada seorang wanita bernama Dhifa. Hadiah parcel tersebut berisi masker, dan hand sanitizer.

Sebentar, ini dari siapa ya kira-kira?

Masih ada lagi!

Seikat bunga!

Bisa jadi awal dari perang dunia ketiga ini!!

Dhifa berpikir keras, siapa orang iseng yang mengirimkan bunga dan bingkisan kepadanya. Dhifa berusaha mengingat bunga mawar pemberian Rey saat ia SMA, namun Rey berkata bahwa ia benar-benar tidak mengirimkan hadiah kepada Dhifa.

"Dhi, itu dulu kali. Sekarang kalo gue mau ngirim juga nggak perlu pake di rahasiain. Toh gue sama Eca udah mau nikah, dan lu kan sahabat gue. Dan lo perlu tau, biaya transfer dari tempat gue ke tempat lo cuma untuk hanya sekedar ngirimin parcel atau bunga itu lebih mahal dari hadiah tersebut. "

Kahfi melirik penuh tanya.

"Dari mantan kamu nggak sih?"

"Siapa? Nichol? Nggak deh kek nya. "

"Kamu punya banyak mantan kan?"

"Kahfi, stop! Stop mengolok-olok istri kamu ini didepan mereka. "

Dhifa melirik ponsel, ia melihat Rey dan Rebecca yang tertawa melihat tingkah Kahfi dan Dhifa.

Dhifa melihat ada nomer telpon yang tertera di kartu ucapan tersebut. Bertuliskan Tetap dirumah dan jaga kesehatan. Kuharap kau ingat aku. Hubungi aku nanti, 08578900xxx.

"Kamu mau hubungin dia?"

"Cuma mau bilang terimakasih, tapi kok aku ragu ya. Apa pake nomer kamu aja?"

Sorenya, Dhifa menghubungi nomer tersebut menggunakan ponsel Kahfi. Dan yang menjawab telpon tersebut adalah perempuan. Perasaan lega menghampiri Dhifa.

"Assalamu'alaikum, maaf saya dapet nomer ini dari parcel yang saya terima. "

"Oh iya emang dituju dengan alamat itu. Parcelnya udah diterimakan?"

"Iya, udah saya terima. Tapi maaf, ini dengan siapa ya?"

"Ini dari florist kak, pengirim bunga minta dirahasiakan identitasnya. Terimakasih sudah menghubungi, selamat sore. "

Dhifa menutup sambungan telpon, Kahfi meminta Dhifa untuk tidak terlalu memikirkan siapa pengirim bunga tersebut.

Hari demi hari mereka lewati, berita tentang covid-19 makin menjadi-jadi, namun berangsurnya waktu dan saat beberapa kota sudah masuk di zona hijau, kebiasaan baru diterapkan hidup New Normal. Aturan baru dengan menjaga jarak agar tetap aman, Social Distancing, selalu mengenakan masker, dan membawa Hand Sanitizer. Semua usaha-usaha juga mulai dibuka, dengan peraturan baru dan dengan hidup baru.

"Dhi, soal TPA apa sebaiknya kita buka lagi?"

"Aku masih khawatir anak-anak nanti nggak bisa jaga jarak, Kahf. Mereka kan juga rentan kena virus, jadi apa nggak sebaiknya kita masih berlakukan libur dan tugas rumah?"

"Aku juga setuju sama usulan kamu, selagi masih dalam masa libur ini mereka juga bisa lebih quality time sama keluarga kan?"

Semenjak ada wabah, semua jadi diam dirumah. Semenjak musibah ini menimpa, semua jadi ada dirumah. Semua jadi punya banyak waktu dirumah. Cari kesibukan sama keluarga, masak-masak, atau bahkan proses untuk mandiri dirumah. Buka puasa dirumah, sahur bersama keluarga, tanpa harus saling berjauhan atau malah lebih mementingkan acara sahur dan berbuka bersama teman-teman diluar.

Tantangan juga silih berganti datang, para ojek online masih dibatasi dengan tidak adanya antar jemput penumpang, mereka hanya menerima pesanan pengiriman makanan, pengiriman belanjaan, atau malah obat-obatan.

Ya, seenggaknya roda kehidupan harus terus berputar. Dapur harus terus berasap, piring harus terus dicuci, perut harus tetap terisi. Karena setiap receh yang mereka dapat, adalah sumber pengisi perut keluarga dirumah.

Berbeda dengan Rebecca yang mendapat kabar bahwa rumah yang ia tempati bersama Mentari kebanjiran.

"Ma, Eca mau pulang ya. Barang-barang disana ma, perabot, semuanya udah terbengkalai. " rengek Rebecca saat tau bahwa daerah tempat tinggalnya kebanjiran.

"Tapi kan repot, nanti kamu susah balik kesini lagi. "

"Yaudah, semua pulang kesana. " sahut sang ayah.

Rebecca dan keluarga pulang kerumah mereka di Jakarta. Dengan protokol kesehatan yang memadai, mereka akhirnya bisa pulang kerumah mereka.

Jalanan komplek sudah mulai bersih, warga sepertinya bergotong royong secara bergantian. Namun rumah Rebecca, sudah seperti kolam dalam rumah. Air hujan yang menggenangi teras hingga semata kaki, dan didalam rumah terdapat air yang bahkan membekas diperabot rumah setinggi lulut.

"Ini mah bocah mau berenang juga bisa. " sahut Mentari.

"Novel gue!" Teriak Rebecca yang baru teringat akan buku-buku Novel nya yang ia simpan di lemari bawah di ruang keluarga.

Airnya memang tidak keruh, namun mampu merendam dan merusak beberapa perabot yang tidak bisa terendam air, belum lagi beberapa kertas yang bahkan tercecer.

Tanpa Rebecca ketahui, Rey dan keluarganya hari ini bisa pulang kerumah karena sudah melalui masa karantina sepulang dari luar negeri.

Semua jadi terhambat, namun saat-saat seperti ini adalah waktu untuk merenung, intropeksi diri dan lebih banyak merunduk akan semua kuasa Sang Pencipta.

Istiqomah Karena Cinta (SEQUEL HIJRAHKU BAWA AKU PULANG) [REVISI]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang