☘️☘️☘️
"GUE suka sama lo."
Perkataan Marvel siang itu sontak membuat beberapa panitia MOS yang masih berkeliaran menatap laki-laki itu penuh tanya. Sedangkan Kava—yang diajak bicara—masih tetap sibuk melepaskan karton yang menempel di batang pohon sekitar lapangan.
"Kava, itu Kak Marvel lagi ngomong sama lo," ujar Risa—teman dekat Kava—yang ikut membantu gadis itu melepas karton untuk games saat MOS tadi.
"Apa?" tanya Kava sambil menyelipkan rambutnya ke belakang telinga, lalu melepas airpods yang ia pakai. "Ada apa ya?" tanyanya pada laki-laki di hadapannya ini.
"Lo pulang kapan?" tanya Marvel. Mata laki-laki itu menatap Kava lekat, membuat jantung gadis itu terasa jatuh ke perut secara tiba-tiba.
"Kenapa, Kak?" Kava bertanya lagi dengan nada sopan. Bagaimanapun, cowok dihadapannya saat ini adalah senior tingkat akhir di sekolahnya.
"Gue tunggu di parkiran," ucap Marvel singkat, lalu berjalan pergi meninggalkan Kava dan Risa yang mematung.
"Lo bego atau gimana sih?!"
Kava terlonjak kaget mendengar sentakan dari sahabatnya itu, "Kenapa sih?" tanyanya kesal.
"Tadi dia nembak lo, bahlul!"
"Hah?! Emang dia ngomong apa?"
"Dia bilang suka ke lo," jawab Risa sabar. Beginilah rasanya punya teman cuek seperti Kava. Di dalam pikirannya hanya ada organisasi, novel roman, sekolah, dan keluarga. Selama ia berteman dengan Kava, tidak pernah sekalipun gadis itu membicarakan laki-laki walaupun hanya sekedar tertarik.
"Suka?" ulang Kava tidak percaya.
"Iya," sahut Risa gemas. Buru-buru, gadis itu mengambil tas Kava dan mendorong sahabatnya itu ke lorong menuju parkiran. "Udah sana pulang! Kerjaan lo biar gue yang ambil alih!"
Di perjalannya menuju parkiran, Kava tidak pernah berhenti merutuki Risa. Pasalnya, Risa meminta seluruh anggota OSIS untuk mengizinkan dirinya pulang lebih dulu karena kakak kelas yang bernama Marvel. Padahal, Risa itu bukan anggota OSIS. Sepertinya, mereka semua lebih takut kepada kakak kelas daripada Tuhan sampai mau menuruti perintah sahabatnya itu.
"Lo udah selesai?" tanya Marvel ketika melihat Kava berjalan menuju kearahnya.
"Iya, karena Kakak mau nemuin aku. Sebenarnya ada apa ya, Kak?" tanya Kava to the point.
"Gak ada apa-apa. Gue cuma mau lo jadi pacar gue."
"Kenapa?"
"Karena gue suka sama lo?" jawaban Marvel membuat Kava mengerutkan keningnya bingung. Perkataan laki-laki itu seperti pertanyaan, bukan pernyataan.
"Aku gak dekat sama Kakak, gak mungkin langsung pacaran dong," ucap Kava berani.
"Hmm..." Marvel mengetuk dagunya, terlihat berpikir. "Kalau lo gak mau jadi pacar gue, gue bakal cium lo disini dan buat lo dikeluarin dari OSIS," ujarnya enteng, tapi mampu membuat Kava tercengang.
"Aku tinggal bilang kalau aku itu korban!"
"Gak bakal ada yang percaya, karena gue anak pemilik sekolah ini."
Kava mengepalkan tangannya, menatap laki-laki bercelana biru tua itu dengan tajam. Tunggu. Apa yang sekarang serang ia alami ini persis seperti salah satu adegan di novel roman yang suka ia baca. Tapi, jujur saja Kava tidak pernah membayangkan bahwa hal ini terjadi kepadanya sekarang.
"Oke!" balasnya ketus. Di pikiran Kava, mungkin sekarang dirinya sedang menjadi bahan taruhan seperti di novel yang ia baca dan tentunya hubungan ini tidak akan bertahan lama, bukan?
Lihat saja, memangnya berapa lama laki-laki itu akan bertahan?
☘️☘️☘️
TBC
26/09/2020
Restart : 23/11/2020
KAMU SEDANG MEMBACA
Marvel
Teen FictionON GOING Kavarinne Zevanya Tahardja, perempuan dengan sejuta pesona, namun sudah memiliki kekasih yang bernama Marvellio Alpheratz Bagaskara. Kava merupakan remaja perempuan pada umumnya yang lebih suka menghabiskan waktunya dengan ponsel untuk memb...