Part 17 - Tentang Prioritas

255 36 0
                                    



☘️☘️☘️

"LO kesini mau main atau numpang kerjain laporan sih?" tanya Risa pada Kava yang sedang asik dengan laptop di atas kasurnya.

Sudah satu minggu sejak Alvin dan Marvel bertengkar dan pagi ini, Kava memutuskan untuk pergi ke rumah Risa karena suntuk di rumah, sekaligus menghindari Marvel yang selalu mengajaknya jalan-jalan. Padahal, ia harus mengecek perkembangan setiap divisi, mencatatnya dan melaporkannya pada Alvin paling lambat malam ini. Begitulah duka menjadi anggota OSIS. Hari libur saja masih harus sibuk memikirkan progress pekerjaan mereka selama ini.

"Gue main," jawab Kava cuek.

"Taik lu," umpat Risa. "Gue nih sahabat lo, cecan di Nusbang, tapi lo lebih milih laptop?!"

"Jangan drama," balas Kava. Tinggal dua divisi lagi yang harus ia rangkum laporannya.

Sistem laporan di kepanitiaan sekolahnya mungkin sedikit berbeda dengan sekolah lain. Ketika sebagian sekolah lebih memilih untuk rapat di sekolah untuk mempresentasikan progress, Alvin lebih memilih untuk menugaskan ketua divisi menyerahkan laporan pada sekretaris, lalu diteruskan padanya kemudian. Walaupun begitu, mereka tetap mengadakan rapat dua kali dalam satu bulan agar seluruh panitia dapat mengetahui perkembangan besar dari seluruh divisi yang ada.

Tapi, mengapa Kava merangkum seluruh laporan per divisi dan tidak berbagi dengan Selly? Entahlah, sepertinya kakak kelasnya itu memang berniat untuk menjadikannya budak saat ini.

"Gak masuk akal," gumam Risa yang tiba-tiba sudah duduk di sebelah Kava untuk mengintip apa yang sedang dikerjakan sahabatnya.

"Jangan ngintip," omel Kava sambil mendorong lengan Risa.

"Kalau lo ngerjain ini semua, terus si Selly ngapain? Rebahan?" tanya Risa kesal.

"Yaa, ngapain kek. Bukan urusan gue juga," jawab Kava setengah hati. Sebenarnya ia juga kesal. Tapi kan kalau sama kakak kelas kita harus nurut dikit yak.

"Tapi gue yakin karena si Selly kayak tai, waktu lo sama Kak Marvel jadi berkurang kan? Apa dia masih jadi sopir lo sampe sekarang?"

"Apaan sih! Dia bukan sopir gue," balas Kava tidak terima.

"Ini hari Sabtu, dodol! Harusnya lo malming, bukan ngerjain beginian. Maksud gue, kalau laporan ini lo bagi dua sama Selly, pasti bakal cepet kelar," jelas Risa panjang lebar.

"Gue tahu, tapi gue harus seimbangin waktu gue buat OSIS dan waktu gue buat pacaran, Ris. Gue gak mau kakel pada ngira gue lebih mentingin pacar daripada OSIS," ujar Kava dengan nada frustasi.

"Emang ini namanya seimbang?" tanya Risa tidak percaya. "Lama kelamaan lo mulai ngelupain kehidupan sosial lo karena OSIS, anjir!"

"Bisa gak nanti aja debatnya? Gue bela-belain kesini supaya Marvel gak ngajak gue jalan mulu. Tapi disini lo malah ngajak gue berantem," gerutu Kava.

Risa tercengang, "Kalau gue jadi Kak Marvel, lo langsung gue putusin," ucapnya.

"Untungnya lo bukan cowok gue," balas Kava dengan nada menyebalkan.

Setelahnya, Risa memilih diam dan menunggu Kava menyelesaikan pekerjaannya. Segalanya harus diluruskan sekarang, karena sudah satu bulan lebih Kava diperbudak seperti ini. Bukannya ia menyalahkan OSIS, tapi ini semua karena Selly yang sepertinya memiliki dendam dengan sahabatnya itu.

"Akhirnya kelar," gumam Kava setelah mengirim email ke Selly, Alvin, dan Dafka—Ketua Pelaksana Pensi tahun ini.

"I'm not done yet!" seru Risa sok english.

MarvelTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang