Part 19 - Diserang Balik

353 39 5
                                    



☘️☘️☘️

  KARENA tidak berhasil membuat onigiri atau sushi yang lezat seperti kelompok lainnya, kelompok Kava diperbolehkan untuk membuat ulang makanan khas Jepang tersebut. Karena bahan-bahan untuk membuat onigiri—kecuali isi onigiri buatan Kava—sudah habis, Rendy dan Sarah akan mengambil nasi dari rumah cowok itu. Sedangkan Kava, ia akan membeli nori di minimarket bersama Bagas.

  Perjalanan dari sekolah menuju minimarket memang tidak jauh, tapi menjadi awkward karena Bagas memakai vespa yang jok belakangnya tidak ada pegangan sama sekali. Jantung Kava saja seakan mau meledak ketika motor bergerak menuju tanjakan. Mau pegangan nanti dikira modus, tapi kalau gak pegangan takutnya jatuh.

Kadang Kava suka heran dengan laki-laki yang suka menaiki motor vespa, atau perempuan yang suka laki-laki yang mempunyai motor vespa. Untung saja Marvel tidak mempunyai motor menakutkan ini.

  "Anjir!" umpat Kava ketika motor itu berhenti mendadak di depan minimarket. Memang dasarnya Bagas terlalu iseng.

"Empuk, Kav," cengir Bagas.

Kava yang mendengarnya sontak menggeplak kepala cowok kurang ajar itu. Sedangkan Bagas, cowok itu terkekeh melihat Kava yang berjalan memasuki minimarket sambil menghentakkan kakinya kuat-kuat.

"Mau beli berapa?" tanya Kava pada Bagas ketika cowok itu sudah berdiri disebelahnya.

"Beli banyak aja biar sekalian nyemil nanti," jawab Bagas singkat.

Merek nori itu memiliki varian rasa pedas dan rasa original. Hal itu tentu saja membuat Kava bingung. Tapi karena Bagas menyuruhnya untuk membeli banyak, jadi ia menaruh tiga buah nori pedas dan empat buah yang original.

"Bagas, beliin gue minum ya?"

Selain dikenal karena menjadi salah satu anggota Radevilion, di kelas Bagas juga terkenal karena memiliki banyak uang yang suka dibagikan ke teman-teman sekelasnya.

"Ambil deh satu!" balas Bagas acuh tak acuh.

Mendengar jawaban dari teman sekelasnya itu, Kava memekik senang. Kalau begini terus naik vespa tiap hari juga gak masalah deh..

Setelah mengambil minuman favoritnya di kulkas, Kava menaruh keranjang belanjaannya di kasir dan menunggu petugas kasir menghitung total harga yang harus dibayarkan.

"Mbak, rokok yang itu tiga bungkus ya," ucap Bagas sambil menunjuk salah satu merek rokok terkenal.

Di samping Bagas, Kava menatap teman sekelasnya itu dengan polos. Sebenarnya ia tidak menutup diri dari orang-orang perokok. Lagipula selain Bagas, masih banyak laki-laki di kelasnya juga yang perokok—bahkan bisa jadi seluruh laki-laki di kelasnya adalah perokok. Tapi tiba-tiba, ia memikirkan Marvel. Apa cowok itu tahan iman dengan pergaulan di sekitarnya?

"Lo kenapa bengong begitu woi?" tanya Bagas dengan tangan yang menyerahkan plastik belanjaan mereka.

"Kok gue yang bawa?" protes Kava, tapi tangannya meraih plastik belanjaan itu.

"Lo bawa, gue bayar," balas Bagas cuek.

Kava merengut, lalu ikut berjalan mengikuti Bagas seperti anak itik yang takut ditinggal Ibunya. Bahkan ketika Bagas selesai memundurkan motornya, Kava buru-buru naik ke motor itu karena takut ditinggal.

"Eh, Bagas!" panggil Kava dengan nada sedikit berteriak karena mereka masih di jalan raya.

"Kenapa?"

"Lo ngerokok sejak kapan?"

"Hah?"

"Lo ngerokok sejak kapan?!!"

MarvelTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang