☘️☘️☘️
SELAMA 15 tahun Kava hidup di bumi, ia sama sekali tidak pernah merasakan perasaan tertekan seperti ini. Melihat kondisi sekarang, ia seakan di minta memilih antara menanggapi Alvin tapi Marvel marah atau tidak menanggapi Alvin tapi tidak enak kepada ketosnya itu kedepannya.
"Makasih Kak," ucap Kava akhirnya sambil menerima air mineral itu, lalu menyerahkannya untuk Risa.
"Sama-sama. Tadi aku ada jamkos, dan karena lihat kamu disini, aku kasih kamu minum," jelas Alvin dengan senyumannya seperti biasa.
"Sebenernya Kak Alvin gak perlu repot, karena—"
"Karena ada gue yang bisa ke kantin buat beliin cewek gue minum," potong Marvel yang tiba-tiba sudah berada di sebelah Kava.
Kava menaruh tangannya di dahi untuk menghalau matanya dari sinar matahari yang menyorot kearah mereka. Kenapa coba Marvel harus menghampirinya kesini?
"Kalau lo gak maksa Kava waktu itu, gue yang jadi cowok dia," balas Alvin dengan aura permusuhan yang kentara.
"Jadi lo masih berharap sama cewek gue?" tanya Marvel dengan alis terangkat satu.
"Bukannya udah jelas?" balas Alvin balik dengan nada menyebalkan.
Kriiiing... Kriiiing...
Bel istirahat yang berbunyi bahkan tidak mengurangi hawa panas di sekitar lapangan. Kava sudah tidak peduli lagi dengan perdebatan mereka karena hari ini sangat panas dan memilih untuk menyimpan tenaganya—berjaga-jaga jika mereka bahu hantam.
"Sayangnya lo telat dua tahun. Kava udah cinta mati sama gue," ucap Marvel percaya diri.
"Sayangnya itu gak akan bertahan lama. Gue Ketos disini, punya jabatan tinggi. Sedangkan lo cuma murid biasa. Ketua OSIS bukan, ketua kelas apalagi," ujar Alvin dengan nada ejekan.
Mendengar perkataan dari ketosnya itu, Kava mendengus pelan. Inilah sikap Alvin yang tidak dia sukai, terlalu meninggikan jabatannya sebagai ketos dan merendahkan siswa lainnya—apalagi yang bukan anggota OSIS.
Tepat sekali. Saat Kava sudah sampai tahap muak dengan perdebatan di hadapannya ini, Bu Sonya keluar dari lorong kelas 10 IPS dan berjalan masuk ruang guru.
"Maaf Kak, sebelumnya. Aku beneran cinta sama Kak Marvel, dan aku harap Kakak ngerti," ujar Kava pelan agar tidak terdengar oleh orang lain, lalu menarik tangan Risa yang sejak tadi menghabiskan minuman dari Alvin.
"Lo yakin ninggalin mereka? Kalau bahu hantam gimana?" tanya Risa, sedikit kesal dengan sikap Kava yang terlalu santai menghadapi pertengkaran kedua kakak kelasnya itu.
"Gue gak suka main drama," balas Kava singkat dengan pandangan yang lurus ke depan.
"Tapi lo keren tadi karena berani tegas ke Kak Alvin," puji Risa sambil membuang botol minum pemberian Alvin ke tempat sampah.
"Sekarang gue nyesel karena takut gak bisa profesional di OSIS nanti," keluh Kava ketika mereka sudah memesan makanan dan menunggu makanan mereka datang.
"Lo pasti bisa profesional. Yang lo lakuin tadi bener, karena lo emang udah jatuh ke pesona Kak Marvel kan?" tanya Risa.
Terkadang, Risa memang bisa menjadi partner in crime Kava, bisa menjadi teman yang paling menyebalkan sedunia, tapi bisa pula menjadi satu-satunya orang yang paling mendukungnya. Risa memang pandai menempatkan dirinya dalam situasi tertentu, dan karena itu Kava betah berteman dengan perempuan yang duduk di hadapannya ini.
"Iya, lumayan buat memperbaiki keturunan," jawab Kava, lalu terkikik pelan menyadari ucapan konyolnya.
Risa ikut tertawa, "Geblek lu!" cibirnya pelan.
Akhirnya, dua piring berisi nasi goreng ayam dan dua gelas es teh manis terhidang di atas meja. Tapi ketika Kava sedang asyik menyantap makanannya, ia mendengar beberapa wanita di depannya sedang sibuk membicarakan Marvel. Mau tidak mau, Kava memasang pendengarannya agar lebih tajam.
"Lo tau gak, tiga orang yang kemaren berantem sama Marvel?" tanya seorang perempuan yang Kava ketahui adalah kakak kelasnya.
"Anak kelas sebelas kan?" sahut temannya.
"Iya, gue denger-denger dari si Selyn—pacarnya Juna—mereka bertiga itu anggota Radevilion," ujar perempuan itu heboh.
"Serius? Kece banget si Marvel bisa ngalahin tiga anggota Radevilion sekaligus," puji temannya itu.
"Bukan itu poinnya!"
"Lah terus apa?
Diam-diam, Kava masih mendengarkan sambil melahap nasi gorengnya dengan lahap. Sedangkan Risa, gadis itu juga sibuk dengan makanannya dan tidak memperdulikan sekitar.
"Mereka bertiga langsung dikeluarin dari Radevilion kemarin."
Ukhuk!
Kava yang mendengar hal itu otomatis tersedak dan terbatuk hebat. Untungnya suasana kantin sedang ramai sehingga tidak ada orang yang peduli dengan suara batuknya.
"Lo kenapa bege?" tanya Risa heran sambil mengamati sahabatnya meminum es teh manis.
"Gak apa-apa," jawab Kava dengan napas terengah-engah.
"Hati-hati dong lain kali," omel Risa.
"Iyaa," balas Kava gemas. Dalam otaknya, ia sibuk memikirkan alasan mengapa ketiga orang itu harus dikeluarkan dari Radevilion hanya karena bertengkar dengan kekasihnya.
Ting!
Mendengar denting sekaligus getaran di saku roknya, Kava mengambil ponselnya dan ternyata ada pesan dari Marvel.
Avel😤 : Jalan-jalan yuk.
Tanpa sadar, Kava mengulum senyumannya ketika melihat isi pesan itu. Tapi tak lama kemudian, senyumannya memudar karena mengingat jika hari ini ia harus rapat berdua dengan Selly.
Kavarinne : Gak bisa, aku ada rapat😫
Avel😤 : Pulang bareng tapi?
Kavarinne : Gak usah, aku rapat
di rumah Kak Selly.Avel😤 : Ok.
Dari balasan Marvel saja Kava sudah tahu jika cowok itu tidak senang jika dirinya terlalu sibuk sampai mereka tidak bisa selama beberapa minggu ini. Tetapi, semuanya kembali ke awal. Apa dirinya bisa menyeimbangkan kehidupan percintaan dengan kehidupan organisasinya?
☘️☘️☘️
TBC
KAMU SEDANG MEMBACA
Marvel
Teen FictionON GOING Kavarinne Zevanya Tahardja, perempuan dengan sejuta pesona, namun sudah memiliki kekasih yang bernama Marvellio Alpheratz Bagaskara. Kava merupakan remaja perempuan pada umumnya yang lebih suka menghabiskan waktunya dengan ponsel untuk memb...