Part 21 - Curiga

488 50 7
                                    







——————






"POLISI sudah datang dan keadaannya sudah stabil. Semua murid yang terlibat sudah menuju kesini, termasuk ketua geng-nya."

Jantung Kava langsung berdegup cepat mendengarnya. Ketua Radevilion akan menuju kesini? Walaupun terdengar menyeramkan, Kava sungguh ingin melihat orang itu.

"Ya sudah, Kavarinne. Kamu bisa pulang sekarang," ucap Pak Bagus.

"Baik, Pak," jawab Kava. Padahal dalam hati, ia merengut kesal karena tidak diberi kesempatan untuk melihat Ketua Radevilion yang dirahasiakan itu.

  Dengan malas-malasan, Kava keluar dari ruang BK dan berjalan menuju kelasnya untuk mengambil tas beserta barang-barang-nya. Ternyata di kelas, masih ada Risa yang sedang mengerjakan tugas Sejarah Peminatan dengan teman satu kelompoknya. Untungnya Kava sudah menyelesaikan tugas itu beberapa hari yang lalu.

  "Ris, lo kapan balik?" tanya Kava sambil duduk di kursinya. Sungguh, hari ini adalah hari yang melelahkan.

  "Bisa-bisanya lo mikir mau pulang?" tanya Risa dramatis. "Asal lo tau, bebep gue si Juna entah gimana keadaannya sekarang," keluhnya.

"Lo gak khawatir sama gue? Tadi gue disana sama Bagas!" seru Kava tak kalah dramatis.

Mendengar perkataan Kava, perhatian Risa sekarang sepenuhnya tertuju pada sahabatnya itu. "Demi apa? Terus bebep gue gimana?" tanyanya.

"Ngeselin," cibir Kava karena Risa sama sekali tidak peduli kepadanya. Gadis itu merengut, lalu meminum minuman yang tadi ia beli bersama Bagas dengan rakus.

"Bercanda woi," ucap Risa sambil merangkul bahu Kava. "Lo gak apa-apa, kan?" 

  "Liat aja sendiri," jawab Kava ketus.

Risa tertawa, "Ya udah. Ayo pulang, gue udah kelar juga nih," ujarnya.

Sepanjang perjalanan menuju ke lapangan parkir, Kava dan Risa berjalan dalam diam. Mereka berdua terlihat sibuk dengan pikirannya masing-masing. Kava sedang sibuk memikirkan siapa Ketua Radevilion, sedangkan Risa sibuk memikirkan nasib Juna sekarang.

"Eh eh eh, bukannya itu cowok lo?" tanya Risa, mendadak berhenti.

"Hah?" Kava ikutan menoleh dan mendapati kekasihnya sedang berdiri di pinggir lapangan dengan Pak Bagus. Mereka berdua terlihat sedang berbincang serius.

"Lo juga tumbenan Kav, gak sama dia?"

"Iya, tadi dia izin kerja kelompok di Perpustakaan sih," ujar Kava.

"Oh, begitu..," sahut Risa, walaupun tatapannya masih tertuju pada kekasih sahabatnya itu.

"Udah ayo pulang!" ajak Kava sambil menarik tangan Risa.

Tanpa Risa sadari, sebenarnya Kava mengajak sahabatnya itu untuk pulang agar gadis itu tidak menyadari sesuatu yang berbeda dari Marvel.

Ya, Kava melihat Marvel mengenakan gelang milik Bagas dengan warna yang berbeda.

☘️☘️☘️

DI rumah, tapi Kava masih saja memikirkan tentang gelang yang tadi Marvel pakai. Gelang itu memang berbeda dengan punya Bagus, tapi modelnya mirip. Hal itu tentu membuat siapapun yang melihatnya akan merasa curiga, termasuk dirinya.

  "Kava, ada Marvel di bawah!" teriak Mamanya dari bawah.

  "Iya, Ma!" sahut Kava juga berteriak. Mungkin ini saatnya untuk bertanya pada Marvel tentang gelang itu.

  Di bawah, sudah ada Marvel di ruang tamu rumahnya. Cowok itu terlihat berbincang santai dengan Dina—Mamanya. Menyadari keberadaannya, mereka berdua segera bangkit dari duduknya.

  "Jangan bablas," ucap Dina sinis, lalu berjalan pergi meninggalkan mereka berdua di sofa ruang tamu.

  Kava mendengus pelan. "Kenapa kesini?" tanyanya sambil ikut duduk di sebelah Marvel.

"Hah? Gak biasanya kamu tanya begitu," ujar Marvel dengan alis terangkat satu.

"Ak—aku ada tugas... Ya, aku ada tugas jadi aku agak sibuk," jelas Kava tergagap.

"Jadi aku ganggu?"

"Enggak kok," jawab Kava, buru-buru mengambil tangan Marvel dan menggenggamnya.

Diam-diam, ia melirik kearah tangan kekasihnya itu—mengecek barangkali ada gelang yang melingkar disana. Tapi ketika ia tidak menemukan benda itu, napasnya berhembus kasar.

"Kamu nyari apa?" tanya Marvel heran.

"Ah enggak, itu..." Kava menimbang-nimbang sebentar, memilih antara jujur atau kembali berbohong pada Marvel.

"Kenapa?"

"Waktu ada yang nyerang sekolah kita tadi, aku ada disana," ujar Kava sambil menundukkan kepalanya.

Tatapan mata Marvel kearah Kava menajam, menatap setiap pergerakan kecil gadis itu. "Kamu sama siapa?"

"Tadi aku beli nori sama Bagas, terus waktu aku datang, mereka udah nyerang sekolah kita. Disana, aku lihat Bagas pencet tombol di gelang yang biasa dia pakai," jelas Kava.

"Aku ada di Perpus sih waktu kejadian itu," ungkap Marvel sambil menyandarkan tubuhnya di sofa.

"Oh, begitu. Tapi tadi aku lihat kamu ngobrol sama Pak Bagus, dan kamu pakai gelang yang dipakai sama Ketua Radevilion tadi."

Hening seketika, sampai akhirnya Marvel tertawa keras, memecahkan keheningan di ruang tamu rumah itu.

"Maksud kamu? Kamu ngira aku ketua geng itu?" tanya Marvel setelah meredakan tawanya.

Kava menaikkan dagunya tinggi, "Who knows?" tanyanya dengan nada menantang.

"Apapun yang kamu pikir, itu salah. Lagian, kalau aku pakai gelang itu tadi, kemana gelangnya sekarang? Gak ada kan? Gelang semacam itu pastinya harus selalu dibawa kemana-mana kan?"

Kava mendengus pelan mendengarnya. Walaupun pembelaan diri Marvel tergolong aneh, tapi otak polosnya tetap saja percaya. Lagipula, bagaimana mungkin Marvel bisa menjadi Ketua Radevilion? Jadi Ketua Kelas aja tidak bisa.

Iya, kan?

☘️☘️☘️

TBC

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: May 24, 2021 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

MarvelTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang