Gita melangkahkan kaki beratnya menuju lantai dua. Badannya terasa benar-benar lemas. Parahnya lagi, ia harus naik ke lantai dua karena kelasnya yang memang terletak di lantai dua. Gita hanya bisa berjalan dengan menyeret kakinya, berpegangan pada pegangan tangga, dan menunduk karena kepalanya pun terasa berat.
Saat ia hampir sampai di anak tangga teratas, langkahnya terhalang oleh seseorang yang tengah berdiri tepat di depannya. Seorang laki-laki. Gita masih dapat melihat jelas sepatu vans hitam polos dengan putih dibagian tepi bawah.
Gita menggeser langkahnya ke kanan. Tapi laki-laki itu mengikutinya. Gita pun melangkah ke kiri. Namun laki-laki itu masih mengikutinya. Gita masih berusaha menghindarinya dan lagi-lagi lelaki itu masih mengikutinya.
Gita membuang napas panjang.
"Gue baru nggak mood buat cari ribut. Jadi tolong minggir," sekali lagi Gita berusaha menghindar. Namun laki-laki itu sepertinya sengaja membuat Gita naik darah pagi-pagi.
"LO TU MAUNYA AP......." kata-kata Gita menggantung saat menatap wajah lelaki yang baru saja akan ia terkam. Matanya tak berkedip. Bahkan karena ia terlalu mendongak, ia hampir akan terhuyung ke belakang.
Dengan sigap, Adrian langsung menarik tangan Gita.
"Pagi-pagi udah lemes aja. Yang semangat dong. Jalan nunduk. Nggak takut nabrak tiang?" oceh Adrian dengan wajah datarnya. "Lo kenapa? Sakit?" tambahnya.
"Ha? Eng... Engg... Enggak,"
"Muka lo pucet gitu," kata Adrian sambil memegangi kepala Gita sekilas lalu melangkah menuruni tangga dan membiarkan Gita yang masih mematung dengan mulut sedikit ternganga karena tidak percaya.
"Makan yang banyak, Ta. Pipi lo udah nggak tembem. Jelek!" teriak Adrian dari lantai bawah. Gita masih mematung. Berkali-kali ia mengerjapkan matanya dan mulai melangkah dengan tatapan kosong. Toh ia tetap bisa sampai di kelasnya dengan selamat.
"Git? Sehat?" tanya Arya saat melihat keanehan di diri Gita. Gita menggeleng. Arya mencoba mengecek suhu tubuh Gita di bagian kening. "Kok lo keringetan gini sih?"
"Ar...."
"Paan?"
"Cubit gue coba," Dengan semangat 45, Arya pun mencubit kedua pipi Gita dengan gemasnya membuat sang pemilik pipi berteriak hebat. "SAKIT BEGO!" teriaknya sambil memegang kedua pipinya yang benar-benar merah.
"Yeee sewot. Orang elo yang minta kan?"
"Tapi kan nggak kenceng-kenceng juga!"
"Kan kesempatan,"
Arya nyengir dan melarikan diri keluar kelas menjauhi Gita yang sepertinya sudah kembali ke keadaan semula, mematikan!
***
Entah hipnotis apa yang sudah Adrian tanamkan dalam diri Gita. Hanya dengan kata 'Makan yang banyak, Ta. Pipi lo udah nggak tembem. Jelek!', Adrian sudah mengembalikan Gita yang doyan makan. Bahkan bekal yang ia bawa masih tak mencukupi kebutuhan makannya hari ini.
Akhirnya, Gita memutuskan untuk ke kantin sendiri karena Uli yang sudah kenyang karena bekalnya yang sudah dimakan bersama Gita saat istirahat pertama.
"Hanin!" panggilnya pada seseorang yang tengah celingukan mencari tempat duduk. Orang yang merasa namanya disebut pun menoleh dan tersenyum lebar.
"Tumben lo ke kantin?" tanya Hanin saat duduk di samping Gita.
"Laper aja," jawab Gita sambil tersenyum.
Beberapa teman yang Gita kenal pun ikut gabung bersama mereka karena bangku kantin yang mulai penuh. Maklum, angkatan kelas X sekarang ditambah lagi beberapa kelas. Sedangkan kantin yang ada belum direnovasi kembali.
KAMU SEDANG MEMBACA
TRUST LOVE [Completed]
Teen Fiction*** "Ya, aku mencintai Ian," hanya kalimat itu yang selalu ada dalam benak Gita. Pada akhirnya, Adrian Alexi, lelaki yang selama ini ia kagumi telah sah menjadi suaminya. Sehebat apa usaha Saralee Anggita hingga akhirnya dapat meluluhkan hati beku A...