Dada Gita yang baru saja merasa lega, tiba-tiba kembali sesak. Jauh lebih bergemuruh. Pemandangan yang baru saja ia lihat benar-benar mengerikan. Dan saat kedua matanya bertatap langsung dengan sang lelaki yang menggandeng 'perempuannya', gandengan itu pun terlepas. Lama tak ada suara. Semua hanya saling pandang. Tak ada yang mengeluarkan sepatah katapun. Sampai Gita merasa kerongkongannya benar-benar kering.
"Hem... lo tadi mau ngajak gue ke kantin kan? Yuk," ajak Gita sambil menarik tangan Ivan. Namun, tangan kokohnya justru mematung. Bukan. Tepatnya menahan amarah. Gita bisa melihat tangan kanan Ivan yang mengepal kencang.
"Khalfi...." ucap sang wanita lirih tak percaya. "Kok kamu....."
"Kenapa? Kaget ya gue bisa mergokin elo?"
"Aku bisa......"
"Ikut gue sekarang!" ucap Ivan penuh dengan tekanan. Namun perempuan di depannya masih saja terdiam. Ivan pun mendekatinya dan hendak menariknya sebelum tangan kokoh orang lain melarangnya.
"Jangan kasar sama cewek," ucapnya datar.
"Gue nggak kasar. Gue cuma mau ngajak dia pergi," ucap Ivan tak kalah datar.
"Tapi...."
"Ini urusan gue sama dia jadi lo nggak usah ikut campur,"
"Ini jadi urusan gue juga,"
"Kenapa? Oh, lo udah merasa milikin dia juga? Gitu?" tatapan Ivan benar-benar penuh dengan amarah.
"Khal...."
"Apa?! Mau belain dia?"
"Gue sama Della cuma..."
Ivan yang sudah terlanjur naik pitam memegang keras kerah kemeja biru dongker yang lelaki itu gunakan. Sontak, Gita pun memisahkan mereka.
"His, kalian nggak malu apa diliatin orang?" bisik Gita yang masih di dengar orang ketiga orang lainnya. "Mending sekarang lo omongin baik-baik dulu deh," usul Gita pada Ivan. Tanpa menunggu aba-aba, Ivan pun menarik tangan perempuan itu dan mengajaknya pergi. Tinggalah Gita yang merasa kikuk.
Cukup lama mereka diam.
"Katanya lo tadi mau ke kantin. Sebelah mana?" tanya lelaki itu. Gita hanya menunjukkan dengan telunjuknya dan hendak pergi ke lawan arah. "Masa iya lo tega ninggalin gue sendiri kayak anak ilang? Temenin gue," lelaki itu menarik tangan Gita menuju ke arah yang Gita tunjuk sebelumnya.
Mereka pun duduk di salah satu bangku kantin setelah memesan bakso dan es teh. Setelah itu hening. Tak ada satu pun diantara mereka membuka bicara. Sebenarnya, banyak pertanyaan yang menumpuk di kepala Gita. Namun ia terlalu takut untuk menyampaikannya. Sampai akhirnya, hatinya benar-benar mendorongnya.
"Yan..." sapa Gita membuat lelaki yang sedari tadi memandangi layar HP beralih menatapnya. "Kok lo bisa dateng bareng...."
"Tadi bareng-bareng sama temen lain," potong Adrian. "Tapi tadi pada misah. Ya udah, dari pada gue cuma jalan sendiri?"
"Oh gitu," ucap Gita lirih. Sesak di dadanya sedikit menghilang.
"Lo kenal Khalfi dari mana?"
"Khalfi?" Gita sedikit berpikir. "Oh, Fani, eh maksud gue Ivan, dia tu adeknya Dika,"
"Adeknya Dika?!" tanya Adrian tak percaya.
"Iya. Kenapa?" tanya Gita polos.
"Mampus gue," ucap Adrian lirih sampai Gita tak mendengarnya.
KAMU SEDANG MEMBACA
TRUST LOVE [Completed]
Teen Fiction*** "Ya, aku mencintai Ian," hanya kalimat itu yang selalu ada dalam benak Gita. Pada akhirnya, Adrian Alexi, lelaki yang selama ini ia kagumi telah sah menjadi suaminya. Sehebat apa usaha Saralee Anggita hingga akhirnya dapat meluluhkan hati beku A...