[32] Be Alright

1.5K 59 0
                                    

Hari mulai gelap namun Adrian masih setia duduk di teras rumah Gita bersama Dika. Mereka banyak bertukar cerita mengenai Gita. Adrian merasa jauh lebih lega karena akhirnya Dika bisa bersikap baik dan terbuka padanya.

Dan masalah Gita, Adrian cukup tenang karena Gita dan orang tuanya sudah baikan. Sekitar 2 jam lebih ia menunggu di kamar tamu sedangkan Gita dan kedua orang tuanya sedang berada di kamar Gita. Berkali-kali Adrian mendengar tangisan membuatnya merasa begitu tersiksa jika membayangkan keadaan Gita.

Namun setelah itu, ia bisa bernapas lega karena akhirnya Gita bisa menerima keadaan meskipun sekarang ia masih tak mau menemui orang lain. Bahkan tadi Daffin sempat datang dan membujuk Gita yang mengunci kamarnya untuk bertemu. Hasilnya? Nihil. Ia masih tak mau membukakan pintu untuk Daffin sampai akhirnya lelaki itu memilih untuk pulang.

"Makasih ya, Adrian," ucap Ayah yang baru saja ikut bergabung bersama Adrian dan Dika. "Om nggak tau harus ngomong apa lagi."

"Iya, Om, sama-sama. Yang penting sekarang Gita-nya baik-baik aja,"

Dhita keluar membawakan teh panas untuk ketiga lelaki yang sedang berusaha untuk terlihat baik-baik saja.

"Ya udah. Kalian lanjutin ngobrolnya. Om mau masuk dulu," Ayah pun kembali masuk, meninggalkan teras yang semakin dingin.

"Gita gimana?" tanya Dika pada Dhita yang memutuskan untuk ikut duduk.

"Dia masih ngunci pintu," ucap Dhita lirih. Adrian yang duduk di samping Dhita pun hanya bisa mengelus lembut pucuk kepala perempuan yang jelas memperlihatkan wajah sedihnya. "Andai gue dari awal cerita."

"Bukan salah lo. Kita semua ngerti alasan kenapa lo nggak cerita. Jadi jangan salahin diri sendiri," ucap Dika membuat Dhita mengangguk pelan. "Ya udah. Sekarang lo istirahat aja. Jangan pikirin hal macem-macem. Kita bakal usaha buat Gita balik ceria lagi. Oke?"

---

Gita masih bertahan di bawah selimutnya. Air matanya masih belum kering. Namun tak ada isakan yang terdengar. Hanya air itu yang keluar deras di pipinya. Kamarnya gelap. Ia bahkan tak ada niat untuk menyalakan lampu.

Setelah pembicaraan kurang lebih 2 jam dengan kedua orang tuanya, ia jadi semakin yakin jika memang selama ini hubungan yang selalu ia jadikan panutan itu memang benar-benar hanya sebuah drama. Kedua orang tuanya yang selalu terlihat baik-baik saja itu rupanya telah retak jauh sebelum ia bisa memikirkan hidupnya. Dan satu alasan mereka tetap bertahan adalah dirinya sendiri.

Ya. Dari sana ia sedikit lega karena kedua orang tuanya begitu menyayanginya. Namun tetap saja hati seorang anak mana yang tak sakit saat mengetahui kebenaran jika hubungan kedua orang tuanya sebenarnya benar-benar kacau? Tapi mungkin saat ini bukan hal itu yang perlu dipikirkan. Hal yang perlu dipikirkan adalah bagaimana ia bisa cepat lulus dan bisa mencari uang sendiri.

Gita sadar jika selama ini ia terlalu bergantung pada orang tuanya. Sampai hal semacam ini terjadi, ia benar-benar tak ada persiapan apapun. Oleh karena itu, ia bertekad untuk berusaha lebih mandiri lagi.

Saat Gita mencoba menutup matanya, samar-samar terdengar suara petikan gitar dari luar rumahnya. Karena penasaran, Gita pun memutuskan untuk sedikit membuka pintu balkonnya. Rupanya, Dika, Adrian, dan Dhita masih setia duduk di teras sambil bermain gitar.

Terdengar suara merdu Adrian yang muncul setelah petikan-petikan indah senar gitar.

Across the ocean, across the sea

Startin' to forget the way you look at me now

Over the mountains, across the sky

Need to see your face and need to look in your eyes

TRUST LOVE [Completed] Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang