Ramyeon

8K 617 30
                                    

Suara nyaring dari peluru yang melesat dari pistol itu terdengar menggema di ruangan besar nan megah tapi tampak kosong itu. Pria itu jatuh dengan suara 'bruk' yang tak kalah nyaring. Darah merembes di sekitar dadanya melalui jas hitam yang dia kenakan.

"Beres." Seungcheol meletakan kembali pistolnya di balik jas yang dia kenakan. "Minta Mingyu dan Wonwoo untuk mengangkut semua barang di sini."

Lalu dia berbalik, menatap Hansol yang sedari tadi setia berdiri di belakangnya.

"Bagaimana dengan mayatnya?"

"Tinggalkan saja. Tidak akan ada yang peduli padanya. Pria tua yang tamak. Dia hanya akan menjadi sampah di penjara. Kita harusnya jadi pahlawan untuknya, sol." Seungcheol menatap tubuh yang terbujur kaku di tegel yang dingin itu sekali lagi. "Jangan pernah menyesal dengan apa yang kau lakukan saat ini," Lanjutnya.

"Tidak akan," Kata Hansol.

Seungcheol menepuk punggungnya dengan hangat. lalu berjalan mendahului untuk keluar dari gedung yang pernah menjadi tempat casino terbesar di kota tersebut.

Hansol mengikuti di belakangnya. Mereka masuk ke SUV hitam Seungcheol, satu-satunya mobil yang terparkir di basement gedung tersebut.

"Aku ingin makan ramyun, hyung," Kata Hansol.

"Kau akan mendapatkannya."

...

Seungcheol mengamati Hansol yang sedang sibuk mencari saluran radio yang cocok dengan selera pemuda itu dari sudut matanya. Mulut Hansol tak berhenti mendumal tentang lagu-lagu patah hati yang akhir-akhir ini sering diputar di saluran radio favoritnya. Seungcheol hanya tersenyum, mengamati jalanan di sekitar mereka.

Macet dan hujan.

Alam seperti mendukungnya. Menghapus semua jejak Seungcheol. Tapi macet ini? Rasanya ingin sekali Seungcheol mengangkat semua mobil-mobil di hadapannya. Melemparnya entah kemana.

Entah kemana antek-antek pemerintah di saat seperti ini. Tidak bisakah mereka lebih berguna? Bukan hanya berputar-putar di atas kursi kerja mereka sambil menggigit donat penuh krim.

"Kenapa dengan macet ini?!" Seungcheol memukul klaksonnya dengan brutal. Setelah itu, bagaikan menemukan alat komunikasi terbaru, suara klakson bersahut-sahutan menjawabnya. Membuat segalanya tampak lebih kacau.

"Mungkin mereka menutup jalannya, barangkali sedang melakukan pembersihan di sekitar sini. Kau tahu? Hybrid. Mereka dimana-mana sekarang. Tanpa kalung, tanpa identitas," Jawab Hansol yang sekarang sudah sibuk dengan ponselnya. "Hibridisasi baru di legalkan akhir-akhir ini. Tapi dampaknya bisa seperti ini. Mereka mengambil untung dari hybrid-hybrid yang gagal. Memperbudak mereka, membuat mereka menghasilkan uang sebanyak-banyaknya."

Seungcheol kadang kagum pada Hansol yang tahu tentang segalanya. Di luar dia memang kelihatan seperti remaja individualis lainnya, yang hanya tahu caranya menyumbat kuping dengan earphone dan menutup mata dengan game online, tapi di balik itu semua, Hansol selalu bisa membuatnya kaget setiap kali pemuda itu membuka mulut.

"Bagaimana kau tahu?"

"Sekali-kali gunakan ponsel hyung dengan benar," Jawab pemuda itu masih tanpa menatap Seungcheol.

Yang itu agak menyinggung sebenarnya.

"Apa hyung tidak tahu? Kim Jongin mengajak kita untuk bekerja sama dalam bisnisnya bulan lalu. Pria itu punya segudang penuh hybrid yang siap diperbudak olehnya. Dia minta kita untuk-- apa ya?" Hansol menggaruk dagunya dengan satu tangan. "Entahlah, tidak ingat. Yang pasti aku tidak menyesal karena menolak tawarannya."

Company |•Jicheol•|Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang