Saat Seungcheol sampai di rumahnya dia tidak tahu apa masih ada cukup waktu untuk melihat senyum di wajah Jihoon lagi.
Kemeja yang dia pakai basah oleh darah yang tak henti-hentinya keluar dari luka terbuka di lengannya. Dan napasnya semakin berat untuk ditarik setiap waktunya.
Seungcheol menyeret kakinya untuk masuk ke dalam rumah. Dia tidak menunggu sampai Shin Il datang membukakan pintu walaupun Seungcheol kesulitan membuka pintu rumahnya sendiri.
Kemudian saat dia berhasil melakukannya pemandangan wajah terkejut dari dua orang yang duduk di sofa ruang tamu menyapanya.
Jihoon salah satunya, membungkam mulutnya sendiri yang terkesiap, matanya segera berair dan Seungcheol tidak kuat melihat Jihoon melihatnya seperti ini.
"Jihoon masuk ke kamar!" Titah Seungcheol dengan suara parau. Dia tidak bermaksud membuat suaranya terdengar menyeramkan untuk Jihoon dengar tapi hybrid itu keburu lari ketakutan, entah karena darah yang keluar dari lengan Seungcheol atau karena perintahnya.
Tapi apapun itu yang jelas itu lebih baik untuk Jihoon.
Jeonghan yang juga berada disana menghampirinya, menuntunnya untuk berbaring di sofa, kemudian dia bersimpuh, mengeluarkan tasnya dari bawah meja kopi Seungcheol.
Jeonghan membantunya melucuti kemeja putih yang sekarang berubah menjadi kanvas darah dari badannya.
"Gigit!" Seungcheol menggigit kain yang disodorkan Jeonghan di antara giginya.
Sahabat nya itu bukan sekali dua kali melihat Seungcheol kacau seperti ini. Sebenarnya, Jeonghan menjadi satu-satunya dokter yang boleh menyentuhnya. Seungcheol tidak pernah pergi ke rumah sakit, mereka terlalu banyak tanya dan cerewet soal ini itu. Pergi ke rumah sakit sama rumitnya dengan mengurus registrasi pembayaran hutang yang membengkak dengan bos mafia kolot.
Dan hal lain kenapa dia memilih Jeonghan adalah pria itu menuruti semua kemauannya yang kadang-kadang nyeleneh disaat kondisi yang tidak bisa dibilang baik. Seungcheol selalu meminta agar apapun yang terjadi padanya Jeonghan tidak memberikan obat bius. Dia ingin mengingat semua rasa sakit yang dia rasakan.
Rasa terbakar di lengannya, rasa nyeri saat Jeonghan menekan pembuluh arteri di atas lukanya.
Seungcheol mengatupkan rahangnya dengan sekuat tenaga. Menjerit dalam hati. Setiap rasa sakit itu membuatnya semakin terbiasa.
"Apa yang kukatakan tentang mainan lamamu itu? Aku tahu kau ahlinya, tapi jangan gegabah, kau mungkin bisa menuntun keparat itu ke neraka tapi apa sekarang? Emosi membuatmu ceroboh, padahal kau tahu Jihoon baik-baik saja sekarang. Satu-satunya hal yang membuat dia tidak baik-baik saja adalah saat kau tiada."
Setiap alunan suara Jeonghan saat ini bagaikan cerita pengantar tidur baginya. Tidak ada yang Seungcheol lakukan selain memejamkan mata dan mendengarkan.
Jeonghan masih sibuk membuat torniket untuk menghentikan pendarahannya.
"Jadi berhentilah bertingkah bodoh, selesai kan ini, dan hidup lah selayaknya pria sukses yang bahagia bersama pacar hybird mu. Ibu mu tidak akan senang melihat mu menjalani hidup seperti ini. Bahkan aku yakin ayahmu juga tidak ingin kau melakukan kebodohan yang sama seperti dirinya."
"--daripada itu kau bisa menghabiskan waktu mu bersama Jihoon dan lihat hal-hal hebat apa yang hybrid itu bisa lakukan padamu."
Seungcheol menancapkan kukunya kuat-kuat pada material kulit yang membungkus Sofanya saat Jeonghan menarik simpul pada torniket di lengannya. Kemudian sesuatu yang lembut menyapa kulit di dahinya. Jeonghan mengecupnya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Company |•Jicheol•|
FanfictionSeungcheol terkejut saat mendapati ekor muncul dari balik Hoodie yang pemuda itu kenakan. Pemuda yang meringkuk di pelataran minimarket. Seungcheol lebih terkejut saat dia tahu kalau wajah yang tersembunyi di antara lutut itu begitu manis. Inspired...