SUV hitam itu terparkir di basement gedung apartemen yang sekarang tengah Seungcheol singgahi untuk beberapa minggu ini, walaupun begitu si empunya tak lantas keluar. Otaknya masih memikirkan cara agar Jihoon bisa masuk ke dalam tanpa ada seorang pun yang menyadari telinga, dan ekornya yang memang tidak sepantasnya manusia miliki.
Apalagi hybrid ini tidak memakai kalung apapun. Ah, Seungcheol juga lupa membelikannya. Bodohnya.
Di sampingnya, Jihoon tengah sibuk menarik-narik manset hoodie-nya yang basah hingga menenggelamkan seluruh jari-jarinya dengan lucu.
Seungcheol terkekeh tanpa sadar, membuat Jihoon menatapnya.
Wajah hybrid itu memerah saat tahu kalau Seungcheol memperhatikan gerak-geriknya yang kikuk. Tudung yang tadinya menyembunyikan surai kecoklatan, dan telinga kucingnya sudah tersibak sedari tadi, membuat Seungcheol bisa melihat telinga kucingnya yang bergerak dengan lucu karena malu.
Bulu-bulu di telinga Jihoon berwarna putih dengan warna sedikit kecoklatan diujung ya, sama seperti ekornya, dengan bagian dalam berwarna pink. Telinga itu, walaupun tidak semestinya berada di sana tapi begitu cocok dengan Jihoon. Begitu kontras dengan surai kecokelatannya yang tampak begitu halus. Begitupun kulitnya yang pucat.
Sangat sulit membuat orang-orang tidak memperhatikan mereka nanti. Apalagi dengan ekor Jihoon yang mencuat keluar, dan dengan pakaiannya yang basah. Jihoon seperti baru saja berlarian di tengah hujan. Atau memang begitu?
Dengan badan kecilnya yang terbalut hoodie kedodoran dan jas Seungcheol yang masih tersampir di bahunya, membuat Jihoon tampak begitu muda.
Tampak begitu muda ...
Ahh ... Benar. Jihoon tampak begitu muda. Dia akan membawa Jihoon ke dalam, menggandeng tangannya dan tidak ada yang akan curiga kalau Jihoon bukan anak dua belas tahun yang Seungcheol temukan di tengah hujan badai di bawah atap pelataran minimarket.
...
Satu, wanita yang berdiri di balik meja resepsionis sambil menerima telpon.
Dua, petugas kebersihan dengan troli bak sampah.
Tiga, anak kecil yang berada dalam gendongan ibunya.
Seungcheol menghitung satu-persatu setiap pasang mata yang memperhatikannya. Tangannya yang menggenggam Jihoon terasa begitu berkeringat.
Astaga. Seungcheol tidak pernah merasakan segelisah ini seumur hidupnya. Dia sering melalui hari-hari yang lebih buruk dari ini, tapi tidak pernah segelisah dan sekhawatir ini.
Mungkin karena ini juga menjadi kali pertamanya dia bertemu hybrid. Tanpa kalung. Basah. Tanpa alas kaki. Dan membawanya diam-diam ke penthouse-nya.
Seungcheol berjalan makin cepat ke arah lift-nya.
Jihoon kewalahan menyeimbangi langkah pria itu. Kakinya yang telanjang memberikan jejak kaki basah pada setiap tegel yang diinjaknya, membuatnya hamper saja terpeleset kalau Seungcheol tidak tanggap meraih bahunya.
Hambusan napas yang kasar mereka keluarkan secara bersamaan saat berhasil memasuki lift pribadi penthouse Seungcheol.
Seungcheol melepaskan pundak Jihoon yang terbalut jas hitam milik pria itu, membiarkan Jihoon sibuk merendahkan celananya, membuat ekornya kembali menjuntai. Dia menggumamkan sesuatu seperti 'terimakasih' tepat saat lift berdenting terbuka.
Seungcheol melangkah masuk, Jihoon masih di dalam lift, menatapnya dengan pandangan was-was, kemudian tersentak dengan lucu saat Seungcheol mengulum senyum, entah kenapa.
KAMU SEDANG MEMBACA
Company |•Jicheol•|
FanfictionSeungcheol terkejut saat mendapati ekor muncul dari balik Hoodie yang pemuda itu kenakan. Pemuda yang meringkuk di pelataran minimarket. Seungcheol lebih terkejut saat dia tahu kalau wajah yang tersembunyi di antara lutut itu begitu manis. Inspired...