School

3.2K 403 21
                                    

Seungcheol bangun dengan kepala berat dan pusing setiap kali mencoba membuka matanya. Untuk sesaat dia hanya diam, memejamkan mata, merasakan gerakan konstan yang di lakukan Jihoon saat bernafas di samping tubuhnya. Lengannya memeluk Seungcheol dengan hangat.

Hybrid itu masih terlelap di sampingnya. Tidak seperti biasanya. Seungcheol tahu tanpa membuka matanya karena Jihoon tidak menjilatinya seperti biasa.

Mungkin kemarin menjadi hari yang berat untuknya.

Seungcheol bangkit dari kasurnya Setelah beberapa lama hanya terdiam,  berusaha keras untuk tidak membangunkan Jihoon. Dia mengusap matanya dan meraih ponsel di atas nakas. Mencari kontak hansol di dalamnya.

Bunyi sambungan telpon terdengar sesaat sebelum suara hansol terdengar. "Hyung?"

"Bagaimana?"

"Ya .. sudah. Mereka--"

"Aku tidak mau dengar bagaimana cara orang itu mati, sol."

"Tapi--"

"Tapi apa? Mereka tidak melakukannya dengan benar?" Bisiknya, tidak mau tidur Jihoon terganggu.

"Tidak. Maksudku, ini terlalu berlebihan Hyung. Aku tahu ini ada hubungannya dengan hybrid mu."

Seungcheol terpaku. Tidak. Hansol tidak tahu. Ini konyol.

"Se Jong merancau tentang surat-surat sebelum mereka membunuhnya. Dan dia memberikan sesuatu kepada mereka."

"Apa?"

"Sertifikat Jihoon dan masih banyak lagi tentang hybrid itu."

Seungcheol tersenyum tanpa sadar. "Bawa padaku."

"Jadi benar ini semua untuk ji-"

Sambungan terputus. Seungcheol mematikannya sepihak.

Dia menatap sosok yang terlelap di sampingnya. Begitu polos.

Jihoon nya.

Tentu saja dia akan lakukan apapun untuk Jihoon. Dia akan melakukan apapun untuk melihat senyum itu.

Dia mengusap pipi Jihoon sekilas sebelum menyeret kakinya menuju kamar mandi. Membasuh mukanya di wastafel lalu memandangi pantulan dirinya sendiri di cermin.

Mukanya kusam, jambang mulai tumbuh di sekitar wajahnya.

Astaga. Jadi begini Seungcheol selama ini?

Tiba-tiba dia merasa malu pada Jihoon. Hybrid itu begitu manis, muda, dan bersih. Sedangkan Seungcheol benar-benar terlihat seperti brandal sekarang.

Dia meraih pisau dan krim cukur dari kabinet dinding di atasnya. Sebelum dia dapat membuka krim cukurnya, pintu kamar mandi terbuka. Kepala Jihoon menyembul dengan lucu.

"Cheol?"

"Hai..." Sapanya.

Jihoon membuka pintunya lebih lebar. "Apa yang kau lakukan?"

Seungcheol mengangkat kedua tangannya yang memegang pisau dan krim cukur. Tapi bukannya pergi dan menutup pintu lagi, Jihoon justru masuk dan merebut krim dan pisau cukur digenggamannya.

"Biar kubantu."

Oh, apa ini suatu permulaan hari yang baik?

Jihoon memekik kecil saat Seungcheol mengangkat tubuhnya, mendudukannya di atas wastafel. Lalu matanya terpejam merasakan usapan lembut tangan Jihoon yang mengoleskan krim ke sekitar rahang dan dagunya.

Dengan telaten Jihoon menggoreskan pisau cukur itu kebagian yang sudah dia olesi krim. Sesekali dia akan berhenti untuk membersihkan mata pisau yang penuh krim dan Seungcheol menggunakan kesempatan itu untuk membuka mata dan memperhatikan Jihoon, sesekali menggodanya dengan meniup-niup telinganya.

Company |•Jicheol•|Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang