Suara kecipak dari bibir yang beradu memenuhi kamar Seungcheol yang remang-remang. Terlalu malas meninggalkan tempat tidur untuk membuka gorden. Apalagi dengan Jihoon di atasnya sekarang. Minta dicumbu. Bahkan jari-jari kecilnya berada di sela-sela jari Seungcheol. Menjaganya agak tidak bergerak kemanapun.
"Sudah..." Bisik Seungcheol disela-sela ciuman yang tak henti-hentinya Jihoon berikan.
Jujur saja kalau Jihoon menciumnya seperti ini, dia juga tidak akan pernah merasa cukup. Tapi cahaya matahari yang menembus gorden sudah cukup panjang sekarang untuk sampai ke kaki ranjang Seungcheol.
"Aku harus kerja, Ji,"
Nihil. Jihoon masih tidak mendengarkan. Bibir Seungcheol tak henti-hentinya dia hisap, dia kecup, bahkan sesekali dia jilat. Membuat empunya mengerang dan melenguh.
Rasanya Seungcheol ingin menarik kepala itu lebih dekat. Menyimpan bibir kecil itu hanya untuk dirinya.
Tapi sekali lagi, ini terlalu banyak. Dia bisa gila.
"Kamu harus sekolah," ujarnya lagi saat Jihoon menjauhkan wajahnya untuk menarik nafas.
Hybrid itu menggeleng, kemudian mengecup Seungcheol lagi.
"Tidak mau sekolah." Ujar Jihoon sebelum menyandarkan kepalanya pada dada Seungcheol. Tangannya yang tadi menggengggam Seungcheol erat, sekarang berganti menjadi menggenggam kaos yang membalut dada Seungcheol kuat-kuat.
Seungcheol tahu, Jihoon mungkin sedikit paranoid dengan berita-berita yang ada di tv akhir-akhir ini. Wajar saja begitu, setelah apa yang dia alami selama ini.
Tapi Seungcheol tidak bisa membiarkan Jihoon kalut dalam ketakutannya. Malahan dia ingin menyakinkan Jihoon jika semua akan sangat baik-baik saja selama ada dia bersama Jihoon.
"Kamu mau disini sendiri?" Tanya Seungcheol.
Jihoon sedikit terkikik saat Seungcheol meniup telinganya. Tapi kemudian dia cepat-cepat menggeleng, berusaha menjauhkan telinganya dari Seungcheol.
"Jangan kerja!" Katanya, sekarang dia mengangkat kepalanya agar bisa menatap Seungcheol dengan matanya yang dipincingkan.
Tapi kemudian Jihoon memekik saat Seungcheol membalik posisi mereka. Jihoon berada di bawahnya sekarang.
Hybrid itu memejamkan mata saat Seungcheol mengikis jarak diantara mereka. Tapi beberapa detik berselang matanya terbuka saat tidak merasakan apapun menyentuh bibirnya.
Seungcheol hanya menatapnya dengan jarak yang begitu dekat. Begitu dekat sampai Jihoon dapat merasakan setiap hembusan nafas yang menggelitik bibirnya.
"Sekolah atau aku tidak akan pernah menciummu lagi."
###
"Turun, ji."
Seungcheol menatap Jihoon yang masih setia duduk bersedekap di sampingnya. Wajahnya tertekuk menjadi delapan dan telinganya mengarah ke belakang, tidak seperti biasanya.
Jihoon menggeleng dengan malas. Mungkin kepalanya mulai pusing karena terlalu sering melakukannya. Dia terlalu malu untuk mengeluarkan suaranya saat merajuk.
Kalau sudah begini Seungcheol juga tidak mau berbicara banyak. Apalagi saat tahu kalau Jihoon tidak akan menjawabnya dengan mudah.
Jadi Seungcheol tangkup pipi itu, memaksa Jihoon untuk menatapnya. Jihoon menolak. Berulangkali dia alihkan pandangannya, tapi Seungcheol tidak mau diam. Dia paksa Jihoon untuk setidaknya menghadap padanya agar Seungcheol bisa meraup bibir Jihoon.
Sebuah ciuman yang tidak pernah Jihoon coba hindari.
Alih-alih menghindar, Jihoon justru mengalungkan kedua lengannya pada leher Seungcheol, mencoba mengunci kepalanya. Dengan begitu tautan mereka tidak akan pernah terlepas tanpa seijinnya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Company |•Jicheol•|
FanfictionSeungcheol terkejut saat mendapati ekor muncul dari balik Hoodie yang pemuda itu kenakan. Pemuda yang meringkuk di pelataran minimarket. Seungcheol lebih terkejut saat dia tahu kalau wajah yang tersembunyi di antara lutut itu begitu manis. Inspired...