Seungcheol menorehkan goresan-goresan tinta bolpennya pada berkas di hadapannya. Sedangkan bertumpuk-tumpuk berkas lain masih menunggu untuk dia sentuh. Sesekali telponnya akan berdering, entah itu dari koleganya atau dari Wonwoo yang terlalu malas datang ke ruangannya.
Dia mengeluh tentang jaringan yang tidak stabil, Mingyu yang tidak bisa diam dan pantatnya yang panas.
Seungcheol tidak ingin tahu sebenarnya tapi kalau mendengarkan wonwoo bisa membuat pria itu lebih semangat bekerja Seungcheol akan melakukannya.
Jadi sambil mencoret-coret berkas dihadapannya Seungcheol menerima telpon dengan tangan yang lain. Meng-iyakan apapun yang wonwoo katakan.
"Kau harus memperbaiki internet nya, boss"
"Iya."
"Kita butuh laptop baru."
"Iya."
"Kursiku sudah tidak nyaman disini."
"Iya."
"Minta Mingyu untuk minggir!"
"Iy-"
"Kenapa hanya iya?! Seret anak buahmu yang tidak berguna ini sekarang juga dari ruanganku?!"
Seungcheol menjauhkan telponnya seketika. Telinganya berdenging, astaga. Harus ya wonwoo berteriak seperti itu?
Seungcheol menepuk-nepuk telinganya sesaat. Dia mengerang frustasi.
Ini belum satu hari penuh tapi sepertinya kepala Seungcheol sudah ingin meledak.
Pagi-pagi tadi Seungcheol sudah dapat panggilan dari nomor tidak dikenal yang ternyata adalah Hong Jisoo, dokter yang pernah menangani Jihoon. Dia bilang hari ini Jihoon harus melakukan pemeriksaan rutin dan Jisoo akan datang ke rumahnya.
Seungcheol sudah berusaha keras menghapus bagian itu, dimana Jisoo bilang akan datang ke rumahnya.
Dan menghapus bayangan Jihoon dan Jisoo di rumah berdua. Dan tidak ada pemeriksaan tanpa kontak fisik.
Tidak ada. Itu kenapa dia menelpon Jeonghan tadi pagi, memintanya dengan cara apapun agar pria itu mau datang ke rumahnya menjaga Jihoon setidaknya sampai Jisoo pergi, hanya sampai Jisoo pergi.
Otaknya sudah sedikit mendingin, namun kembali mengepul saat hansol meletakan setumpuk berkas di mejanya. Sekarang giliran Wonwoo. Pria itu tidak pernah sebrisik ini, tidak jika Mingyu berada dalam radius lebih dari 200 meter darinya.
"Pergi, bodoh! Simpan mainan konyolmu atau aku akan membakarnya bersama dengan dirimu!" Wonwoo kembali berteriak di telponnya, tapi Seungcheol yakin itu bukan untuk dirinya. "Kubilang aku tidak mau! Apa perlu aku membuat satu lagi lubang di kedua telinga mu?"
"Won, kau menghabiskan waktumu untuk berbicara hal-hal tidak penting seperti ini dengan Mingyu, kau tahu kita harus cepat--"
"Kalau begitu seret peliharaan besarmu ini menjauh dariku!"
###
Seungcheol mendorong pintu kaca ruang kerja kantor itu dengan malas hanya untuk mendapati wonwoo sedang melempar semua hal dihadapannya, selotip, pensil, bolpoin, penggaris, kertas dan sebelum pria itu melempar cutter ke arah Mingyu, Seungcheol sudah menghentikannya.
"Apa yang kalian lakukan? Ini bukan taman kanak-kanak, mengerti?!" Seungcheol membentak walaupun itu berarti membuat darah di kepalanya mendidih. "Bahkan anak-anak tahu caranya menggunakan pensil, won. Digunakan, bukan dilempar!"
Matanya menelisik keadaan ruang kantor yang sudah tidak karuan, padahal tempat itu hanya khusus dipakai Wonwoo, Mingyu dan Vernon.
Meja wonwoo paling parah, kertas bertebaran memenuhi kubikelnya, semua alat tulis bergeletakan tidak pada tempatnya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Company |•Jicheol•|
FanfictionSeungcheol terkejut saat mendapati ekor muncul dari balik Hoodie yang pemuda itu kenakan. Pemuda yang meringkuk di pelataran minimarket. Seungcheol lebih terkejut saat dia tahu kalau wajah yang tersembunyi di antara lutut itu begitu manis. Inspired...