Percaya? Entah sudah berapa banyak orang yang meminta itu padaku dan di situlah aku merasa sia-sia sudah melakukannya. Aku percaya pada mereka, kupikir mereka juga begitu. Tapi, pada akhirnya mereka pergi meninggalkanku, meninggalkan rasa percaya mereka, mereka mengkhianatiku dengan mudahnya. Hanya saja, aku ini sebodoh apa?
"Katakanlah, Caramel." suaraku gemetar, "Apa aku memang bisa percaya padamu? Aku tahu, bahwa jika aku melakukan ini, aku akan merasa sangat tidak tahu malu. Tapi, apa aku bisa meminta tolong padamu, setidaknya, permintaan terakhirku sebelum aku pergi mungkin?"
"Hei-hei, kenapa bicaramu jadi seperti itu. Kamu tidak akan per-"
"Sadarlah Caramel bahwa aku tidak akan selamanya ada di sampingmu." aku memutus kalimatnya, "Aku akan pergi, cepat atau lambat."
Caramel, anak itu tidak membahas hal tadi lagi dan langsung menanggapi kalimatku, "Baiklah, kalau memang begitu jadinya." dia memalingkan wajah, "Apa permintaan terakhirmu?"
Aku menarik napas panjang, kuhembus lalu kujawab, "Tolong, jangan tinggalkan desa ini." mendengar ucapanku, Caramel kembali menatap wajahku.
"Bukan karena aku tidak ingin kamu berkembang. Tapi, mau bagaimana pun, ini adalah desamu." lanjutku, "Jika tidak ada aku, hanya kamu yang tersisa. Desa ini, bukankah berarti sudah menjadi milikmu?" aku tersenyum menatap wajah anak itu , "Caramel, desa ini milikmu. Kamu tinggal di sini, kamu hidup dari desa ini, kamu harus mempunyai rasa memilikinya, agar tidak rusak."
Perlahan, air mata anak itu kembali mengalir. Hujan di luar sudah tidak begitu deras lagi dan lama-kelamaan akan menjadi rintik-rintik saja.
"Jagalah desa ini, jangan kamu tinggalkan, jangan sampai terbengkalai. Perbaikilah, bila tidak bisa kamu bangun lagi, tidak apa, asalkan jiwamu tetap ada di dalamnya, sepertinya sudah cukup." anak itu menangis lagi mendengar ucapanku. "Ya, mungkin akan sulit. Sangat sulit. Tapi, tolong, jangan menyerah di tengah jalan." lanjutku, "Jangan jadi sepertiku yang terjatuh di persimpangan jalan raya dan tidak berdiri lagi."
"Kenapa," anak itu akhirnya membuka mulut setelah cukup lama mendengar ceramahku, "Kenapa kamu memercayakan hal sebesar itu padaku? Apa aku bisa?"
"Bisa atau tidaknya, hanya dapat diketahui setelah dicoba, Caramel. Lalu, yang menentukan hal itu jugalah dirimu sendiri. Maka, cobalah percaya pada kemampuanmu." jawabku, "Toh, tadi kamu menyuruhku untuk memercayaimu. Perlu kamu ketahui, sejak awal aku sudah percaya padamu, bahkan sejak kamu masih kecil. Iya, kita sudah berteman sejak saat itu."
Rasanya tubuhku semakin berat saja, bagai dalam waktu dekat aku tidak akan dapat mengangkat atau menggerakkannya lagi. Di saat inilah, aku berharap, dapatkah aku mendapat waktu lebih untuk berada di sini? Apakah semua yang ingin kukatakan, yang ingin kuutarakan akan tersampaikan padanya secara utuh? Tolong, berikanlah aku waktu lebih banyak lagi untuk berbincang dengannya, dengan orang terakhir yang akan kuajak bicara.
"Waktu kecil, walau kepalamu botak dan sudah menyerupai setan gundul, kamu lucu, kok." ujarku.
"Oke, setelah menghinaku, kamu memujiku. Dan pujian itu malah terdengar seperti kamu merupakan seorang pedofil kala itu." ledeknya.
"Astaga, aku tidak seperti itu, serius." di waktu-waktu terakhir ini, kusempatkan untuk bercanda, mengembalikan suasana hangat yang dulu pernah kami rasakan, "Aku serius, kamu dan saudara-saudaramu sangatlah nakal. Kalian tidak akan berhenti berlarian jika tidak diteriaki Bibi Ann."
Caramel tertawa, tertawa kecil, "Astaga, ternyata benar bila kita sudah berteman." lega, hati ini terasa lega melihatnya tersenyum, "Aku senang bisa bertemu denganmu." itulah perkataannya sebelum aku terjatuh, bagai sudah tidak ada tenaga lagi untuk bangkit. Aku belum ingin pergi.
"Apple? Ada apa?!"
Aku belum ingin menghilang.
"Apple, Kamu baik-baik saja?!"
Belum ingin meninggalkannya.
"Tolong bicara! Katakan bahwa kamu baik-baik saja, Apple!"
Mungkin ini terdengar fantasi, sangat fantasi. Tapi, kuharap aku dapat memutar waktu.
"Apple!!!"
Memutar waktu, kembali di saat itu.
-----------------------------------------------------------
Ya, saya di sini saya ingin memberi pengumuman. Cerita ini belum tamat, tapi sepertinya cerita ini harus saya pending lagi kelanjutannya selama kurang lebih 2 minggu(?) karena saya harus menjalani pekan ujian yang panjang T-T Saya mohon maaf sebesar-besarnya.
Cerita ini masih akan berlanjut. Diharap pembaca dapat sabar menantikannya. Terima kasih banyak kepada para pembaca yang telah membaca, menyukai, mendukung saya dalam menulis cerita. Saya sangat berterimakasih. ^-^
Nantikan terus kelanjutan dan cerita-cerita dari saya. Anda bisa ukung saya dengan vote comment . ^-^
Sekali lagi, saya ucapkan mohon maaf sebesar-besarnya atas keterlambatan yang akan terjadi pada cerita ini juga rasa terimakasih yang besar kepada para pembaca yang telah menuntun saya hingga detik ini. Terima kasih banyak. ^-^
KAMU SEDANG MEMBACA
Caramel and Apple Candy
General FictionAku tidak ingat. Sudah tidak ingat tentang apa yang telah terjadi padaku dan siapa diriku. Saat terbangun, aku telah terbaring di padang rumput yang luas itu. Menatap langit yang mendung dan merasakan dinginnya angin yang berembus. Bau rumput yang k...