Chapter 16

99 9 0
                                    

           Aku dapat melihat orang di sekitar yang menatapku. Mata-mata itu melihat seolah meremehkan dan ingin menertawakan aku yang terjatuh. Anak itu turun dari sepedanya lalu membantuku berdiri. Aku memerbaiki posisi syal yang kukenakan, hampir saja terlepas saat terjatuh tadi.

          Syal pemberiannya ini cukup panjang. Sekiranya cukup untuk menutupi statusku yang sedang kusembunyikan saat ini. Semoga tidak ada orang yang melihat, semoga tidak ada orang lain yang menyadari bahwa aku sudah mati.

      "Anu, maaf."

     "Iya, tidak apa-apa." ujarku padanya. Aku dapat mendengar suara tawa mereka dari kejauhan. Iya, kami memang aneh. Cukup aneh karena ada orang asing yang tiba-tiba muncul dan memulai debut bisnisnya dengan terjatuh dari sepeda. Kami sederhana, iya, itu benar. Kami tidak punya uang, bahkan sepeser pun tidak ada. Pakaian yang kami gunakan buruk, itu juga benar bila dibandingkan dengan apa yang kalian kenakan sekarang.

           Rasanya aku ingin mengatakan itu semua pada mereka, tapi kutahan akhirnya karena aku tidak tega melihat remaja ini, dia yang sekarang bersembunyi di belakang tubuhku ini karena malu, mungkin juga minder. Heran juga sih, yang jatuh aku. Tapi sepertinya dia lebih sensitif terhadap ini semua.

      "Maaf, aku telah menghancurkannya. Aku ingin pulang." katanya pelan.

      "Apa?!" sahutku kaget, "Oi, oi, kita baru sampai di sini, dan kamu ingin kembali begitu saja?!"

           Anak itu menunduk, pipinya memerah, dia menggigit bibir bawahnya yang tipis. Aku menghela napas, berusaha menenangkannya, "Ayolah, ingat. Tadi kamu sudah menghabiskan uang terakhirmu, bukan? Sekarang, mana semangatmu? Di mana semangat yang baru kulihat beberapa menit yang lalu itu?" baiklah, sekarang aku membujuknya seperti sedang merayu anak kecil.

           Sesaat, dia memalingkan wajahnya, "Apa kamu pikir ini akan berhasil?"

           Untuk sejenak, aku tidak menjawab pertanyaan yang dilontarkannya padaku. Aku berpikir untuk beberapa saat dan akhirnya yang kukatakan adalah, "Tidak tahu."

           Remaja itu akhirnya menatapku. Aku berucap lagi, "Aku tidak tahu. Karena kita sama sekali belum memulainya, Caramel. Caramel, lihat aku." aku segera menyuruhnya karena dia seperti hendak memalingkan wajahnya lagi, "Caramel, aku berkata seperti ini karena aku tahu, kamu sudah bukan anak kecil lagi. Usiamu sudah 18 tahun." kupegang erat-erat kedua pundaknya saat kukatakan kalimat terakhir.

      "Usiamu sudah 18 tahun, bukan? Kamu sudah bukan anak-anak lagi." ucapku, "Caramel, jangan mudah jatuh hanya karena mereka berusaha menjatuhkan kamu. Aku tahu, kamu bisa, kamu juga masih cukup kuat untuk menopang tubuhmu yang kurus itu. Maka dari itu, kamu berbeda dariku, karena kamu masih hidup dan inilah hidup."

           Dia melepaskan kedua tanganku dari punggungnya, "Tahu apa kamu soal hidup?"

           Aku menutup mulut seketika. Aneh, iya, aneh. Aku merasa aneh mengatakan semua itu. Aku belum mengingat apa-apa dan sudah bisa menceramahi orang lain seperti itu. Rasanya sedari tadi aku berbicara tanpa berpikir. Semua ucapan itu terlontar, ke luar begitu saja, frontal dari mulutku untuk anak ini. Kedua bola mata anak itu menatapku tajam, serius, bagaikan hendak menerkamku.

           Taman ini cukup hijau, ya? Banyak tumbuhan tumbuh di sini. Bunganya berwarna-warni. Pohon yang ditanam juga cukup rimbun. Orang-orang banyak berdatangan karena pesonanya. Fasilitas juga tersedia seperti bangku taman kayu yang sangat manis itu bagaikan hendak mengajak para pendatang untuk duduk di sana sekadar untuk beristirahat maupun berfoto. Dan di sinilah kami. Di tempat maju yang sangat kontras dengan penampilan kami.

           Kali ini, aku yang menunduk. Aku tidak tahu harus berkata apa. Pusing, bingung untuk menjelaskannya sementara anak itu tidak hentinya melihatku dengan tajam seperti itu. Apa dia marah? Sepertinya iya.

      "Ayo, kita coba."

           Kepalaku terangkat sedikit, dia berjalan duluan ke arah kerumunan orang di sana dengan membawa sekaleng bunga merahnya. Dia menawarkan, "Apa kalian ingin membeli bunga?"

Caramel and Apple CandyTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang