Twinkle of Love - Part 11

17 15 18
                                    

"Saat ini aku mulai yakin, atas apa yang terjadi pada perasaanku.
Ya, itu karena dirimu yang selalu mengisi pikiranku."
- Fiani A.F

°°°

Hari ini aku memulai aktivitas seperti biasa. Ya, apalagi selain berangkat untuk bekerja.
Namun, kegiatanku di setiap pagi entah sejak kapan. Kini, telah bertambah.

Coba, tebak apa itu?

Jawabannya adalah setiap pagi aku selalu menunggu di depan gerbang rumahku sendiri.

Untuk apa?

Bukan untuk menunggu hal yang sia-sia. Melainkan, menunggu seorang pria yang kini selalu rajin mengantar dan menjemputku setiap hari. Untuk pergi atau pulang bekerja. Ya, siapa lagi kalau bukan Levin Parsha.

Aku melirik jam tanganku.
Sudah pukul 07.17, Levin mana ya? Biasanya dia selalu datang tidak lebih dari menit sekarang.

Hatiku sempat merasa tak enak, jangan-jangan Levin sakit lagi?
kataku dalam hati.

Namun, selang sekitar 2 menit. Aku melihat sosok yang aku tunggu itu semakin mendekat ke arahku. Disertai dengan motor Ninja-nya yang selalu terlihat bersih mengkilap.
Motor itu akhirnya berhenti di depanku. Dan si empunya, langsung mematikan mesin motornya.

"Maaf ya, jadi buat Fia lama nunggu." kata pria dihadapunku ini, sambil merapikan helaian rambutnya yang sedikit berantakan karena helm yang dipakainya.

Namun, itu tak membuat kadar ketampanannya berkurang.
Eh, masih pagi inget, Fia.

"Gapapa kok, santai aja. Nggak terlalu lama juga." ucapku tersenyum sambil memegang erat tas bahu yang aku pakai. Entah kenapa, aku jadi sedikit gugup seperti ini dilihatin Levin. Ishhhh.

"Ya udah, ayok! Naik."
Aku mengangguk, setelah itu aku sudah menaiki motornya dan tak lupa memakai helm. Levin pun langsung melajukan kembali motornya.

***

Sesampainya di kantor FransCompany, aku dan Levin langsung fokus mengerjakan tugas kami masing-masing.

Dan kalian tahu? Akhir-akhir ini aku merasa kerjaanku tiada hari seakan tidak habis. Ya, itu dikarenakan FransCompany saat ini, sedang banyak menjalin kerja sama dengan beberapa perusahaan besar lainnya.
Alhasil, kami selaku karyawannya harus lebih fokus dan gesit dalam mengerjakan segala perintah atasan kami, yaitu Pak Jean.
Tetapi, aku sangat bangga akan hal ini, itu artinya tempatku bekerja memang cukup diperhitungkan.

Kini, aku sedang me-ngentri data yang cukup penting di bagian keuangan ini. Harus hati-hati dan teliti memang, karena walau bagaimanapun kerjaanku ini termasuk bagian penting terutama dalam urusan menghitung Assets Perusahaan.

***

Tak terasa, kerjaan yang kulalukan sejak tadi. Akhirnya selesai juga. Aku melihat jam dinding di ruang tempatku berada.

Sudah pukul 11, rupanya.

Segera aku membereskan sisa kertas dan hal lainnya, yang tergeletak sembarang di atas mejaku.
Aku mengedarkan seluruh pandangan ke setiap sudut ruangan ini. Termasuk meja Levin berada. Namun, aku tak melihat kehadirannya. Sepertinya, aku terlalu fokus pada pekejaanku tadi. Sampai aku kehilangan sosoknya di ruangan ini.

Disaat aku akan beranjak dari tempat duduk, aku melihat sosok Levin yang baru memasuki ruangan ini. Kulihat dari raut wajahnya, Levin sedikit berbeda.

Sepertinya itu hanya perasaanku saja.

Kini, sosok itu berdiri tepat di depanku. Kami saling pandang, diam beberapa saat. Hanya kedua bola mata kami yang berperan.
Aku tersenyum, dia membalasnya. Namun, dengan senyum seperti enggan memperlihatkannya.

"Levin...," kataku memecah keheningan diantara kami.
Dia menoleh, "Ada apa, Fia?"

"Eum, apa kau sudah beres dengan kerjaannya?"

"Sudah. Namun, masih banyak hal yang harus aku selesaikan."

"Sekarang jam istirahat, apa sebaiknya kita makan dulu?" kataku, sesantai mungkin.

"Fia duluan saja ya, jika sudah beres aku akan menyusul."
katanya sambil pergi ke tempat meja kerjanya.

"Baiklah. Kalau begitu, aku duluan." balasku dengan masih mempertahankan senyum. Namun, rasanya hati ini sedikit tak rela dengan perlakuan bedanya kepada diriku.

Aku berlalu dan berjalan pergi meninggalkan ruang kerja itu.

***

Sampai di waktu jam pulangpun, sedari tadi tak ada percakapan yang terjadi antara aku dan Levin.

Tuhan, apa yang terjadi pada sosok pria yang kucintai ini?
Ya, benar. Aku mulai mencintainya.
Namun, aku tak mau merasakan perubahan yang diperlihatkan olehnya. Seakan aku tak ada.

"Fia, jangan melamun terus. Sekarang udah waktunya pulang. Ayok!"
Suara Bu Rida, membuatku terlonjak dan berhenti memikirkan hal tadi. Sepertinya, Bu Rida sedari tadi memperhatikanku.

"Ya, Bu. Sebentar lagi saya pulang kok." ucapku setenang mungkin.

Setelah Bu Rida dan karyawan yang lain keluar dari ruangan ini. Tinggal aku dan Levin saja yang tersisa, bertahan dengan kediaman kami masing-masing.

"Fia, ayok kita pulang!" ajak Levin yang sudah berdiri dari tempat duduknya.

Aku mengangguk, dan ikut berdiri.

Tak ada kata yang menghiasi langkah kaki kami. Hingga pada saat di lift, Levin tiba-tiba meraih telapak tanganku dan dia menggengamnya erat.

Langkah kakinya terkesan buru-buru, hingga aku sedikit sulit menyamakannya.

"Fia, maafin aku ya." ucap Levin sambil masih memegang tanganku.
Saat ini, kami sudah sampai di parkiran tepatnya di samping motor milik Levin berada.

"Kenapa harus minta maaf? Levin kan, nggak lakuin kesalahan apa-apa." jawabku mencoba tetap tenang.

Tiba-tiba, Levin memelukku erat dan ku rasakan satu tangannya mengusap puncak kepalaku, lembut. Bola mataku hampir keluar. Tidak, itu berlebihan.

Lebih tepatnya, aku tak bisa mengatur detak jantungku untuk saat ini. Aku tak membalas pelukannya. Bagaimana tidak, saat ini aku hanya bisa diam membeku, dengan tas selendang yang kubawa tetap menggantung di telapak tanganku, dan sepertinya tasku menyentuh aspal tempat parkir ini.

Hening....
Seketika.
Hanya deruan detak jantung dari keduanya, yang dapat menjelaskan suasana saat ini.

---

Hai....Hai, semua ^_^
Maaf banget baru bisa Up lagi, setelah cukup lama part ini hanya tersimpan di otak saya. Hehehh
Habisnya, banyak banget tugas yang harus saya kerjain. Maklum masih Sekolah -_-

Terimakasih juga...
Untuk yang masih menyempatkan membaca cerita yang gaje ini, ya.
Wkwkk

~ Vote & Komen selalu ditunggu....
Itu sangat berharga.

Next Part >>>

Twinkle of Love (H i a t u s)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang