Twinkle of Love - Part 9

38 33 19
                                    

Tak terasa jarum jam terus berpindah dari setiap angka-nya, saat ini sudah jam pulang kerja menandakan kepada seluruh karyawan untuk menghentikan segala aktivitasnya di kantor ini.

Aku merasa lelah sekali karena banyaknya pekerjaan baru yang menghampiriku. Aku pun membereskan segala benda yang berada di atas meja kerjaku, agar terlihat rapih dan bersih.

Kebersihan kan sebagian daripada Iman

Aku bersiap untuk pulang dan tak lupa juga pamit pada Bu Rida, tanda basa basi saja. Eheh..

Tetapi, aku tidak melihat Levin di meja kerjanya
'Apa dia sudah pulang ya ?' pikirku, tak apalah mungkin dia sudah duluan.
Aku berjalan hendak menaiki lift, namun tiba-tiba aku mendengar suara Levin.
Aku mencari sumber suara itu, benar saja itu Levin yang tengah berbicara dengan seseorang di telepon.  Pembicaraannya terdengar serius, 'sudahlah tidak baik juga menguping pembicaraan orang lain' kataku dalam hati sambil menoleh kembali ke arah lift.

"Fia? Belum pulang ?" tanya Levin yang sudah selesai dengan aktivitas menelponnya.

"Ehh..iya ini baru mau pulang, Levin sendiri ?" 

"Ya aku juga mau pulang, ya udah bareng yuk !" ajak Levin, dan aku balas dengan anggukan.

Di loby, aku sempat menanyakan kenapa dia pulang menggunakan bus kemarin.

"Levin kalau tidak salah, kemarin Fia lihat Levin pulang naik bus ya ?" tanyaku dengan nada santai agar tidak menyinggung Levin.

"Ya memang benar kemarin aku pulang naik bus, lagipula aku merasa cukup nyaman terlebih suasana yang ramai membuatku berasa selalu dikelilingi oleh keluarga sendiri" jawabnya semangat dengan sedikit melukiskan mata sendu.

"Ya, benar suasana bus memang selalu ramai apalagi jam kerja seperti ini" ucapku sewajar mungkin.

"Tapi saat ini aku sedang bawa motor, jadi tidak naik bus. Kalau begitu aku duluan ya !" kata Levin sambil menampakan lima jari ke arahku tanda 'dadah.'

Aku membalas dadahnya itu, dan langsung ke tempat dimana mobilku terparkir.

Di jalan menuju pulang, aku merasa ingin berjalan-jalan dulu sekitar alun-alun kota Bandung, jujur saja aku sudah lama tak ke tempat itu terlebih ingin melepas penat yang sudah menjalar ini.

Aku sampai di tujuanku, betapa indahnya melihat lukisan Tuhan yang indah ini. Pasti kalian tahu kan?? Aku kesini tidak hanya melepas penat saja, tapi juga untuk melihat kelap-kelip bintang yang nampak.

Aku melirik jam sudah pukul 18.40, untung sebelumnya aku sudah memberitahukan mama dulu. Aku masih ingin disini terduduk manis di rerumputan sambil menyaksikan 'tingkah laku' sang Bintang yang selalu sama setiap malamnya.

"Indahnya menyaksikan bintang disini ya ?" tanya lembut lelaki yang aku rasa ada dibelakangku, aku pun menoleh.

Dan aku terlonjak kaget. Levin! Kenapa dia disini ? 

"Lev..vin, kau ada disini juga?" tanyaku yang masih melihat ke arahnya yang sedang berdiri menikmati segelas kopi hangat.

"Kebetulan aku lewat sini, ya sudah sekalian mampir beli kopi. Pas memandang sekitar ternyata Fia juga ada disini" jawab Levin lalu duduk disebelahku, aku hanya tersenyum malu karena tertangkap basah sedang sendirian. Ketahuan jomblonya dehh, wkwkwk.

Levin masih memakai pakaian kantornya dengan dasi yang sudah ditanggalkan, dan kancing kerah yang dilonggarkan.

Menurutku Levin sedikit tampak 'berbeda.'
He looks so cool.

"Fia sendiri kenapa ada disini? Ga takut ya, sendirian?" ucap Levin dengan mimik jahilnya.

"Eumm..aku hanya ingin melihat bintang yang lebih bebas disini" jawabku menatap ke atas langit.

"Kesini, hanya untuk melihat bintang ?" tanya Levin yang juga menatap ke atas.

Aku mengangguk,

"Indah kan ciptaan Tuhan yang satu itu !" tunjukku ke salah satu bintang yang terang.

"Yah..Fia benar, Tuhan menciptakan semua benda itu dengan keindahan tersendiri sudah seharusnya hal itu kita syukuri" ucap Levin dengan binar di matanya. Aku dan Levin berbincang banyak hal, saling bertukar cerita menarik dan diselingi tawa kami berdua.

Tak terasa, sudah banyak serangkaian kata yang kami lontarkan, aku melirik jam tanganku. Dan aku terkejut, ya ampun ini udah terlalu malam, aku harus buru-buru pulang.

"Levin, udah jam setengah 9. Aku pamit duluan ya" kataku sambil berdiri.

"Ya ampun! Enggak kerasa udah jam segini aja, ya udah aku juga mau pulang kok."

Kami pun pulang dengan kendaraan masing-masing. Namun, ketika aku hendak berjalan ke arah mobil Levin memanggilku, lantas saja aku menoleh.

"Ya, Levin ada apa ?"
"Hmm, Fia pulang kemana ?"
"Pulang ke rumah Fia, masa ke rumah Levin." jawabku bercanda.
"Kalau Fia mau, boleh kok pulang ke rumahku" jawab Levin dengan nada menggodanya.
"Ihh nggak deh, Fia mending pulang ke rumah aja. Rumah Fia di Komplek Angsana" jawabku nyengir, aku rasa aku sedikit tidak canggung lagi dengan Levin setelah perbincangan kami tadi.
"Kebetulan Fi, aku juga lewat situ kok. Ya udah pulang bareng aja, Fia nyetir mobil nah aku ngawal Fia dibelakang pake motor ya." tawar Levin dengan semangat.

Aku hanya meng-iyakan tawarannya itu, karena aku juga agak takut pulang malam sendiri. Jujur saja, aku jarang sekali keluar malam sendirian.
Aku dan Levin pun pergi meninggalkan tempat itu.

Dari kaca spion mobilku, aku melihat Levin mengendarai motor ninja-nya dibelakang menuturi laju dari mobilku.

Levin peduli juga ya, dengan keselamatan seorang wanita. Buktinya dia mau mengawalku di belakang. Aku bagaikan seorang Putri yang sedang dikawal oleh Pangerannya.

Sekitar 20 menit mobilku menembus jalanan malam, akhirnya aku tiba di pintu Komplek tempat tinggalku dan berhenti di sana.

Motor yang dibawa Levin pun, ikut berhenti.

"Makasih banyak ya Levin, udah mau antar aku sampai Komplek" tuturku yang sudah turun dari mobil dan menghampiri Levin.
"Sama-sama Fia. Aku nggak antar kamu, tapi ngawal tuan Putri yang takut sendirian pulang malam" jawabnya yang lagi-lagi menggodaku.
Sepertinya Levin berhasil mencetak rona merah di pipiku.

"Aku bukan tuan Putri, tapi Fiani Adira ya!" jawabku dengan melipat kedua tangan di dada.
"Ya deh, Fia si tuan Putri"
"Ter--terserah Levin aja deh" jawabku gagap karena semakin malu.
"Jangan marah ya, tuan Putri. Ya udah aku pulang dulu ya, salam juga ke Mama dan Fian" ucap Levin sambil mengusap puncak kepalaku.

Aku hanya mematung di tempat dengan perlakuannya itu. Hingga suara motor Levin hilang dari pendengaranku.

Kenapa aku ini? Tiba-tiba seperti patung yang membatu ketika Levin menyentuhku tadi.

***

Makin gaje ya ceritaku ini :D
Maaf ya, jika membosankan atau ada kosakata yang kurang enak dibaca..
Eheh

Tapi mudah-mudahan Readers selalu ngikutin terus ya, kelanjutan dari cerita ini :)

Next Part...
- Keep Reading

Dont forget : Vote & Coment
^_^

Makasih

Twinkle of Love (H i a t u s)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang