___•••___
Tepat di akhir bulan menjadi rutinitas keluargaku untuk membeli segala kebutuhan. Lebih tepatnya hanya aku dan Mama. Ya, setiap akhir bulan kami berdua selalu berbelanja, apalagi kalau bukan untuk membeli keperluan rumah tangga dan kelengkapan pangan juga.Tepat hari Minggu, di mana rutinitas kerjaku terhenti. Jadi, aku memutuskan untuk menemani Mamaku berbelanja. Kurasa, sudah cukup lama aku tak mengunjungi supermarket ini dengan mama.
"Sudah. Ini barang terakhir yang kita beli," ucap mama sambil memasukan belanjaan tersebut ke troli yang berukuran cukup besar ini."Bener nih Ma, nggak ada lagi yang perlu dibeli?" tanyaku untuk meyakinkan Mama.
Mama hanya menjawab dengan anggukan dan senyuman khasnya.
Segera, kami pun menghampiri kasir yang tengah sibuk menghitung belanjaan dari para pengunjung lain."Ya ampun! Fia lupa Ma, mau beli makanan buat Pushi,"
"Untung saja masih di sini. Ya sudah biar mama sendiri yang bayar ke kasir ya," titah mama.Setelah aku memberikan beberapa lembar uang berwarna merah kepada Mama. Langsung aku masuk kembali ke jajaran barang yang dipajang di supermarket ini. Aku pun mencari ke deretan makanan kucing yang cukup banyak dipajang. Aku memilih jenis makanan yang kiraku cocok dengan Pushi, kucing kesayanganku.
Sebetulnya, aku tidak pernah memelihara kucing.
Namun, pada saat Levin menculik diriku, maksudku membawaku tanpa izin ke sebuah puncak. Saat kami akan pulang, kami menemukan seekor kucing kecil, kucing tersebut nampak kedinginan.Seketika, aku merasa kasihan dan ingin membawa pulang kucing yang lucu ini ke rumah. Dengan maksud ingin ku rawat dengan baik. Dan akhirnya saat pulang kami tak lagi berdua, karena ada seekor kucing yang ikut bersama kami. Kuharap Levin tak cemburu pada Pushi, yang saat itu terus dipeluk olehku. Ya, karena mana mungkin Pushi kumasukkan ke dalam tas kecilku yang ukurannya pun tak seberapa. Jadi, saat di motor untuk pulang aku menggendong kucing itu dan memeluknya hangat, agar tidak kedinginan.
***
Di salah satu kasir supermarket tersebut, seorang Ibu yang bernama Anita masih menunggu antrean agar bisa membayar belanjaan. Di depannya, tampak seorang Ibu yang kira-kira memiliki usia yang sama dengan Anita--Mama Fia. Ibu itu tampak sibuk menata beberapa kantung keresek yang ukurannya cukup besar dikedua tangannya. Setelah dirasa cukup pas untuk dibawa dalam cantelan jemarinya, Ibu tersebut pergi terburu-buru hingga melupakan sesuatu.
"Ibu... Ibu berbaju cokelat, tunggu! seru Anita pada seorang Ibu yang berjalan mendahuluinya keluar dari supermarket.
Ibu yang merasa dipanggil pun menoleh ke sumber suara. Sambil setengah berlari, Anita menghampiri Ibu tersebut.
"Maaf, ini dompet Ibu tertinggal di meja kasir tadi," sambut Anita sambil menyerahkan dompet berwarna sama seperti baju pemiliknya."Dompet saya? Ya ampun, benar ini dompet saya. Terima kasih banyak ya, Ibu," ucap wanita itu sambil memeluk dan cipika-cipiki pada lawan bicaranya.
Anita pun membalas perlakuan yang sama.
"Nama Ibu siapa?" tanya Ibu tersebut.
"Nama saya Anita, Ibu sendiri?"
"Saya Gita. Senang bisa bertemu dengan orang baik sepertimu Anita," Gita mengusap lembut bahu Anita. "Semoga lain waktu kita bisa bertemu lagi ya," tambah Gita.Sementara, Fia yang sudah kembali dari tujuannya tadi. Kebingungan, melihat sosok Ibunya yang tidak ada di kasir.
"Maaf, Ibu yang memiliki belanjaan ini kemana, ya?" tanya Fia pada petugas kasir dihadapannya."Fia...." sahut seorang wanita kepada Fia, yang ternyata adalah Anita.
Fia menoleh, "Mama dari mana aja? Fia khawatir Ma," ungkap Fia, sambil menghampiri Mamanya.
"Nanti Mama ceritakan di rumah ya. Sekarang kita selesaiin dulu bayar ke kasirnya. Udah antre banyak tuh," ajak Mama dengan sedikit menahan malu, karena belanjaan yang tadi akan dibayar ditinggal begitu saja.Berakibat pengunjung yang akan bayar pun mengantre.
Setelah selesai, aku dan Mama pun segera pulang. Menggunakan mobilku. Karena macet, akhirnya Mama menceritakan lebih awal hal yang tadi ingin Mama ceritakan padaku.
***
Sesampainya di rumah, Mama dan aku langsung menata belanjaan yang tadi kami beli. Ada yang kami tata di lemari es maupun lemari penyimpanan biasa.
"Ma... Fian pulang!" seru Fian--adik Fia sambil memasuki rumah.
"Anak Mama yang ganteng sudah pulang ya," sambut Mama yang masih sibuk menata belanjaan."Adikku yang menyebalkan sudah pulang," candaku pada Fian sambil mengacak rambut yang terasa basah.
Tunggu, basah?
"Kok, basah sih rambut Fian? Habis darimana Fian?!" tanyaku dengan wajah memandangi tanganku yang terasa basah.
Karena jujur, aku tak suka jika menyentuh sesuatu yang basah ataupun lembab. Terlebih disebabkan karena keringat. No!"Hahaha... Fian habis main futsal Kak, makannya basah rambut Fian. Itu keringat Fian lho, Kak!" jelasnya sambil tertawa jahil.
"Fian...!"
Refleks, aku mengejar Fian, kami seperti sedang bermain tangkap kucing dan tikus. Fian berlari dan sengaja menjahiliku berputar mengitari meja makan berbentuk oval itu.
Akhirnya, aku pun menyerah karena sudah lelah.
Anita yang melihat tingkah ke dua anak tersayangnya, hanya menggeleng sambil tersenyum."Udah Fia, Fian. Mending sekarang kalian istirahat.
Fia makasih ya sudah bantu Mama, biar Mama yang beresin sedikit lagi kok. Dan Fian, kamu mandi ya biar nggak bau keringat." pinta Anita pada ke dua anaknya.Aku pun menuruti perintah Mama, dan beranjak menuju kamarku.
Tiba-tiba, suara handphone-ku berbunyi. Ku lihat siapa yang menelpon, "Levin...." segera ku angkat sambungannya.
"Hai, Fia!" seru Levin di seberang sana.
"Hai juga Levin! Eum... ada apa?" jawabku, kalau kalian ingin tahu. Saat ini entah mengapa hatiku berdegup lebih cepat dari sebelumnya. Padahal ini kan hanya di telepon! rutukku dalam hati.
"Fia? Apa bisa dengar suara aku?" aku terlonjak dari lamunanku.
"Ya, bisa Levin! Maaf," balasku sedikit kikuk.
"Sore ini, apa Fia ada di rumah? Kalau ya, Levin jemput. Levin mau nyulik Fia lagi."
"Ada kok, memangnya Levin mau ajak Fia kemana? Awas ya kalau nyulik lagi!" jawabku sambil tertawa renyah.
"Oke deh, kalau Fia ada di rumah. Nanti sesudah Ashar, Levin jemput ya. Tenang, Levin nggak akan nyulik lagi kok. Kapok, hehe."
Kami pun melanjutkan obrolan lagi, sesekali tawa membumbui percakapan kami.
Hingga sambungan telepon pun terputus.Fia, kamu harus tampil cantik!
seru hatiku.Rupanya memang benar, hatiku memilih berlabuh di 'lautanmu', Levin Parsha Wiyoko.
___•••___
Hallo...! Saya kembali publish part baru cerita dari "TOL"
>>> Twinkle of Love
Saya harap, masih ada yang menunggu kelanjutan demi kelanjutan ceritanya, ya :)
Mohon maaf juga, jika dalam tulisan saya masih banyak kekurangan.
Dan jalan cerita yang agak nggak jelas. Hehehe :DSo... Please, Give Me Vote and Comment!
Untuk menambah semangat!Terima Kasih ^^
Salam FataDila
KAMU SEDANG MEMBACA
Twinkle of Love (H i a t u s)
Romance[Penulisan cerita ini ditunda dulu] "Kehidupanku seperti diberikan sinar dalam kegelapan malam, bagai Sang Bintang yang tak malu menimbulkan kelap-kelip di setiap malamnya." - Fiani Adira Fraka - "Kehidupanku lebih berarti semenjak aku mengenalmu. K...