Sougo menggaruk-garuk kepalanya dan mukanya terlihat kesal. Yamazaki berada di depan pintu kamarnya. Wajahnya terlihat panik.
"Aku sudah bilang berapa kali padamu, Yamazaki-san," Sougo menguap lebar. "Jangan pernah bangunkan aku yang sedang tertidur pulas."
"Bu-kan begitu maksudku, Taichou! Tapi, ada yang ingin menemuimu!" kata Yamazaki, membela diri.
"Siapa?" tanya Sougo dengan kedua mata tertutup. "Hijikata-san?"
"Selamat malam, Sou-chan," seorang lelaki menarik Yamazaki keluar ruangan. "Kelihatannya, kau punya banyak waktu untuk bicara denganku?"
Sougo menatap lelaki yang memandangnya. Dia terlihat siap untuk membunuh seseorang.
"Yamazaki, tinggalkan kami," ucap Sougo.
Wajah Yamazaki terlihat semakin panik. "Ta-tapi, Fukucho!"
"Tinggalkan kami. Itu perintah atau seppuku," kata Sougo.
Yamazaki berdecak keras dan menutup pintu kamar Sougo. Dalam kegelapan, Sougo dan lelaki yang menarik Yamazaki saling bertatapan.
"Mau apa kau ke sini, Kamui? Pamit?" suara Sougo terdengar mengejek.
Kamui tersenyum lebar. "Kau mempermainkan adikku, Sou-chan?"
"Tidak."
"Kenapa kau tidak menemuinya?"
"Selama kau ada, aku tidak perlu menemui Kagura."
"Dia mencarimu dan menunggu pesanmu."
"Aku mengirimkannya pesan."
"Lalu, kenapa kau tidak menemuinya?"
"Aku sibuk, Kamui. Besok aku akan menemuinya."
Kamui tidak berkomentar. Sejenak, dia menatap Sougo yang memperhatikan gerak-geriknya dengan perlahan.
"Aku bukannya mengganggu hubunganmu dengan Kagura, Sou-chan," kata Kamui. "Aku hanya ingin Kagura mendapatkan orang yang tepat."
"Aku harap juga begitu," kata Sougo sambil menatap tajam Kamui.
Kamui terdiam sebentar. "Kau ada masalah?"
Sougo ikut terdiam sejenak. "Tidak ada. Aku hanya sibuk."
"Susah ya, bicara dengan anak kecil," Kamui melipat kedua tangannya di depan dadanya. "Kau ada masalah dan hasilnya berimbas pada Kagura?"
"Ini bukan urusanmu, Kamui. Percayalah," kata Sougo sambil merebahkan tubuhnya di atas futon.
"Ini urusanku karena Kagura adikku," ujar Kamui. "Jika kau tidak bisa menjaga adikku dengan baik, aku akan..."
"Aku akan dipindah-tugaskan selama enam bulan ke Pulau Kokujo. Tak ada komunikasi selain telepon satelit di sana, dan hanya ada putra duyung dan ribuan majalahh dewasa," terang Sougo.
Kamui terdiam. Dia terkejut sebenarnya, hanya saja Kamui menghadapinya dengan muka yang sangat ramah dan tentunya, dibuat-buat.
"Lalu, apa?" tanya Kamui.
"Entahlah," Sougo memejamkan matanya. "Aku tidak tahu harus bagaimana."
Kamui berdecak. "Kau ditugaskan hanya enam bulan dan kau panik memikirkan hal itu?"
"Aku berencana untuk menikahi Kagura tahun ini, Kamui," kata Sougo. Mata Kamui mendadak melotot. "Enam bulan setelah Hijikata menikahi kakakku."
Kamui berbalik dan membuka pintu kamar Sougo. "Semoga beruntung menikahi Kagura."
Kamui menutup pintu dari luar. Sougo bisa mendengar langkah kaki Kamui perlahan menjauh. Sougo mengambil eye patch-nya di samping futon dan melanjutkan tidurnya.
***
Pagi itu hujan. Kagura duduk termangu di jendela ruang televisi di kediaman Yorozura sambil memperhatikan hujan yang membasahi jalanan di depan rumah. Sesekali, ia terlihat menutup matanya dan merasa sangat mengantuk.
Gintoki memperhatikan Kagura dari sela-sela komik Jump yang sedang ia baca. Sudah lima hari Kagura tidak bertemu Sougo dengan alasan, Sougo sedang sibuk.
"Oi, Kagura," mata Gintoki kembali membaca Jump. "Kau tidak ingin menyambangi Sougo di markas? Ini hari Minggu."
"Tidak," jawab Kagura singkat. "Aku tidak mau mengganggu Sougo."
"Memangnya, apa yang sedang dia kerjakan?" tanya Gintoki.
"Dia sibuk memahat patung Gori-san sebesar Patung Liberty sebagai tanda bahwa Isao Kondou adalah Kyoukchou terbaik di Edo. Batasnya sampai hari ini. Aku tidak mau mengganggunya."
"Dan kau percaya itu!?"
"Tentu saja tidak."
Gintoki kembali melirik Kagura yang masih memandangi hujan.
"Mau aku temani?" tanya Gintoki.
Kagura menggeleng. "Tidak. Oh..."
Kepala Kagura terangkat. Gintoki mendengar ada suara motor di luar rumahnya.
Kagura menoleh ke arah Gintoki. "Sougo datang."
Kagura berlari keluar rumah dan menuruni tangga. Sebuah motor Kawasaki Ninja berwarna merah berhenti persis di depannya. Lelaki itu melepaskan helmnya dan kedua matanya menatap Kagura.
"Sayang," Sougo menatap Kagura. Tatapannya lembut. "Aku kangen."
Kagura berlari memeluk Sougo. Keduanya berpelukan di tengah hujan.
"Pergi, yuk?" pinta Sougo. "Sekarang."
"Hujan, Darin," kata Kagura. Tubuhnya sudah basah kuyup sekarang.
"Aku bawa jas hujan. Bersiaplah sekarang," kata Sougo.
Kagura mengangguk. "Sebentar, ya."
Kagura berlari ke dalam rumah dan berganti pakaian. Saat Kagura membuka pintu kamarnya, Gintoki sudah berdiri di depan pintu kamarnya.
"Kamu mau kemana?" tanya Gintoki.
"Aku pergi dulu ya, Gin-san," Kagura berlari melewati Gintoki.
"Jangan hujan-hujanan!" teriak Gintoki sambil menatap Kagura.
"Ya!" jawab Kagura.
Kagura menuruni tangga dan berlari ke arah Sougo. Sougo memberinya jas hujan untuk dipakai. Setelah Kagura memakainya, Sougo memberikan helm. Kagura naik ke atas motor dan mereka melesat menjauh dari kediaman Yorozuya.
Gintoki memperhatikan Sougo dan Kagura yang perlahan menghilang dari pandangan dari jendela. Tsuki berdiri di belakangnya dengan wajah cemas.
"Kemana mereka?" tanya Tsuki.
"Entahlah. Tapi perasaanku tak enak," kata Gintoki. "Buka bajumu, Tsuki. Mumpung tak ada orang di rumah."
KAMU SEDANG MEMBACA
Life After War 2
FanfictionKomitmen Sougo kepada Shinsengumi tak bisa diganggu gugat. Sougo menerima untuk ditugaskan di sebuah pulau di luar kota. Konsekuensinya, dia harus meninggalkan Kagura.