Sougo menghentikan motornya di sebuah taman besar di pinggir kota. Taman tersebut memiliki sebuah danau dengan empat gazebo di tiap sisinya. Sougo mengisyaratkan Kagura untuk turun dari motor menuju gazebo di depan mereka.
Kagura berlari ke arah gazebo dan melepaskan helmnya sesampainya dia di sana. Sougo menyusul setelahnya.
"Darin, hujannya deras sekali," kata Kagura sambil melepaskan jas hujannya. "Kamu jangan hujan-hujanan, Sougo."
Sougo melepaskan helmnya dan jas hujannya. "Jika aku tidak pergi sekarang, kapan aku akan bertemu denganmu?"
Kagura tersenyum tipis dan memperhatikan Sougo. Wajahnya basah, begitu juga rambutnya. Sougo menyibak rambutnya dan menggosoknya agar kering. Namun, usaha itu tak berhasil.
Kagura mengeluarkan handuk kecil dari tasnya dan memberikannya pada Sougo. Sougo menatap Kagura dan tersenyum lebar.
"Terima kasih, cantik," Sougo menepuk-nepuk kepala Kagura.
Namun, alih-alih memakai handuk tersebut, Sougo mengelap handuk tersebut ke wajah Kagura.
"Kamu kangen tidak, sama aku?" tanya Sougo sambil mengelap handuk ke dahi Kagura dengan perlahan.
Kagura mengangguk pelan. Sougo tersenyum lebar dan memeluk Kagura.
"Maafkan aku ya, Darin? Aku benar-benar sibuk," kata Sougo.
Wajah Kagura memerah. Bukannya malu, tapi Kagura berusaha keras untuk menahan tangisnya.
Sougo menunjuk bangku di belakang Kagura dan menyuruhnya duduk. Kagura dan Sougo pun duduk di sana.
Sougo mendesah dan mendengus di saat bersamaan seraya mengelap wajahnya dengan handuk. "Akhirnya, aku menemuimu."
"Memangnya, kamu tidak bisa ya, meluangkan waktumu untuk bertemu denganku sebentar saja?" tanya Kagura.
"Bisa sebenarnya. Hanya saja aku jadi suka mengantuk belakangan ini. Jadi, tiap ada jam kosong, aku memanfaatkannya untuk tidur."
Sougo menyandarkan kepalanya di bahu Kagur. "Lelah rasanya."
Kagura menatap kepala Sougo. Ia mengambil handuk dari tangan Sougo dan menggosok kepala Sougo dengan handuk tersebut.
"Jangan terlalu, Darin. Aku khawatir," ucap Kagura.
Sougo tidak menjawab. Tapi, Kagura bisa melihat Sougo tersenyum.
Sougo dan Kagur pun berbincang tentang kegiatan mereka selama tak bertemu. Cukup lama, tanpa sadar satu jam telah terlewati.
Hujan masih mengguyur taman tempat Sougo dan Kagura berbincang. Namun, hujannya sudah tidak sederas saat mereka tiba di sana. Paling tidak, Sougo dan Kagura tak lagi bicara sambil teriak-teriak sekarang.
"Besok bisa makan siang denganku?" tanya Kagura.
Sougo mengangguk. "Bisa. Aku jemput di rumah ya, seperti biasa."
Kagura mengangguk. Matanya tertuju pada danau di depannya. Rintik hujan menghantam air di danau itu. Sekilas, permukaan air danau tersebut terlihat sebagai sebuah ukiran. Indah, tapi kelihatannya menyakitkan. Entah kenapa, menurut Kagura, tiap tetes hujan yang menghantam permukaan air terlihat begitu menyakitkan.
"Kagura," Sougo bersandar pada bangku yang dia duduki. "Ada sesuatu yang harus aku katakan padamu."
"Jangan seperti adegan-adegan di sinetron," kata Kagura.
"Kenapa? Bukankah itu bagus karena lebih dramatis?" tanya Sougo.
"Tidak mau. Sinetron zaman sekarang tidak mendidik. Dan juga, sinetron seperti..."
"Aku akan ditugaskan keluar Edo selama enam bulan tanpa alat komunikasi. Aku berangkat seminggu setelah aneue menikah."
Tatapan Kagura mendadak kosong. Mulutnya menganga, tak percaya dengan apa yang barusan diucapkan Sougo.
Sougo menatap lurus ke depan. Dia tidak memperhatikan wajah Kagura sama sekali. Kepalanya mendongak, menatap hujan yang masih membasahi Bumi.
"Saat ini, Hijikata-san dan Kondou-san sedang mengusahakan agar bukan aku yang pergi. Mereka sedang mengusahakan Saitou untuk mengambil alih posisiku. Aku..."
"Tidak apa-apa, Sougo," kata Kagura. Ia masih menatap danau di depannya. "Kamu saja yang pergi."
Mulut Sougo menganga. Perlahan, mulutnya menutup.
"Ini kan sudah bagian dari komitmenmu sebagai anggota Shinsengumi, iya kan, Sougo?"
Sougo bisa merasakan suara Kagura bergetar. Sougo masih menatap ke depan. Dia tidak mau menatap Kagura. Tidak, Sougo tidak berani menatap Kagura.
"Aku senang mendengarnya," kata Kagura dengan suara lirih. "Aku senang kau dipercaya oleh Shinsengumi bahwa kau adalah orang yang kuat dan bertanggung jawab."
"Aku bangga mendengar kabar ini, Sougo. Di usiamu yang sangat muda, kau sudah menjabat sebagai Taichou dan memimpin Divisi Satu. Semua orang berlomba-lomba untuk bisa berada di posisimu. Ditugaskan keluar Edo adalah satu hal yang diinginkan semua orang, karena itu tandanya, orang yang ditugaskan sangat bisa diandalkan."
"Aku tidak tahu kau akan kemana. Tapi... Rasanya..."
Kagura menoleh ke arah Sougo. Sougo berusaha untuk tidak menatap Kagura, tapi dia tidak tahan.
Mata mereka kini beradu. Tubuh Kagura bergetar. Matanya terlihat menahan tangis, tapi dia berusaha keras untuk tetap tersenyum.
"Rasanya... Seperti kau meninggalkanku tanpa menoleh padaku saat Shinsengumi sempat dibubarkan beberapa tahun lalu..."
Sougo meraih kepala Kagura dan mendekapnya dengan erat. Napas Sougo tak beraturan, tapi dia berusaha mengatur napasnya sebisa mungkin.
Tubuh Kagura bergetar hebat. Sougo tidak tahu apakah Kagura telah meneteskan air matanya. Tapi, dia tidak mau tahu akan hal itu. Sougo memilih untuk tidak mengetahuinya. Dia hanya berharap air mata Kagura bersatu dengan hujan. Jadi, Sougo tak bisa membedakannya.

KAMU SEDANG MEMBACA
Life After War 2
FanfictionKomitmen Sougo kepada Shinsengumi tak bisa diganggu gugat. Sougo menerima untuk ditugaskan di sebuah pulau di luar kota. Konsekuensinya, dia harus meninggalkan Kagura.